SEMANGAT HIDUP

SEMANGAT HIDUP
SIGLE

Jumat, 05 Maret 2010

Perkembangan Suku Bali Di Sulawesi Tengah (Kasus Toili): Mobilitas Masyarakat Bali di kecamatan Toili KOMANG TRIAWATI

Bali merupakan salah satu daerah yang paling banyak di kaji di dunia, para peneliti asing relatif sedikit sekali menaruh perhatian terhadap masa lalu yang menarik dari pulau ini (Clifford Greet:ix dalam buku Henk Schulte Nor Dholt, the speel of power). Tetapi dewasa ini, melihat Bali sebagai surga dunia yang memiliki aneka budaya dan fanorama yang indah, dimasa kelam dijadikan sebagai tempat penjajahan dan masa kini menjadi sebuah wahana yang mengiurkan bagi semua orang yang ingin menginjakkan kakinya di surga dunia tersebut. Sejarah telah membuktikan betapa besarpun kerusakan yang terjadi dimasa lalu akan membawa proses perubahan di masa depan, karena sejarah merupakan sebuah irama bagaimana masyarakat mengungkapkan dirinya seperti apa adanya (Dumot 1957:21) akan nampak bahwa hal yang benar adalah menjadi diri sendiri yang seutuhnya tanpa melihat ada apanya tapi apa adanya, maka kita akan menjadi manusia yang pada dasarnya adalah “makhluk religius” mewajibkan manusia memperlakukan agama sebagai suatu kebenaran yang dipenuhi dan diyakini, Muhaimin (1989:69).
Maka sejarah, kata Robert Darnton (1990:10), merupakan arus masa kini yang tidak berhenti mengalir hanya pada masa lalu. Artinya sejarah mampu membuat jaringan komunikasi baik masa kini yang menghubungkannya dengan masa lalu kelak berguna bagi generasinya. Serta sejarah adalah sebuah aliran yang tak pernah putus yang mendorong segalanya kedepan dan mengubahnya (Henk Schulte Nurdhult:ix). Hal ini menjadi hal yang menarik untuk dikaji lagi lebih dalam lagi mengenai perkembangan suku bali di Sulawesi Tengah (kasus Toili): Mobilitas Masyarakat Bali di Kecamatan Toili . Perkembangan masyarakat Sulawesi Tengah sejak awal tahun 1970 memperlihatkan terjadinya perubahan-perubahan komunitas masyarakat yang sangat mendasar di dalam transformasi sosial pada tingkat ekonomi, politik, budaya masyarakat Sulawesi Tengah (Syakir Mahid,dkk. 2009:1). Masyarakat merupakan sekumpulan individu yang membentuk sistem sosial tertentu dan secara bersama-sama memiliki tujuan bersama yang hendak dicapai, dan hidup dalam satu wilayah tertentu (dengan batas daerah tertentu) serta memiliki pemerintahan untuk mengatur tujuan-tujuan kelompoknya atau individu dalam organisasinya. Dalam masyarakat itu kemudian semakin lama terbentuk suatu struktur yang jelas yaitu terbentuknya kebiasaan-kebiasaan, cara (usage), nilai/norma dan adat istiadat. Struktur sosial yang terbentuk ini kemudian lama kelamaan menyebabkan adanya spesialisasi dalam masyarakat yang mengarah terciptanya status sosial yang berbeda antar individu (I Wayan Suyadnya,-). Perubahan adalah sebuah keniscayaan, perubahan tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia. Tanpa adanya perubahan maka dipastikan bahwa manusia tidak akan bertahan, begitu juga dengan konteksnya dalam masyarakat. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling “bergaul” atau berinteraksi, masyarakat juga merupakan suatu kesatuan manusia yang memiliki atau mempunyai sarana prasarana yang memungkinkan mereka melakukan interaksi. Arti “masyarakat” yang memiliki sarana dan prasarana belum disebut masyarakat (Syakir Mahid, 2009:85). Semua kesatuan manusia yang bergaul atau berinteraksi dapat disebut masyarakat, jika kesatuan tersebut memiliki ikatan lain yang lebih khusus.
Masyarakat yang tidak mau berubah tidak akan mampu menghadapi perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi yang ada mereka akan tertinggal dan terus tertinggal, melihat kepada keberhasilan masyarakat. Perkembangan dan perubahan masyarakat khususnya di Toili sangat cepat, memang itu membutukan waktu yang lama tetapi melalui tahapan-tahapan maka pola sosial yang muncul dapat dilihat dengan jelas menurut perspektif diakronis (memanjang dalam waktu dan melebar dalam ruang). Perkembangan interaksi social juga mempengaruhi suatu hubungan antara individu yang satu dengan individu yang lain dikenala dalam suatu konsep dasar dalam interaksi social yaitu akulturasi, adaptasi, difuisi, asimulasi, inovasi. Dimana dalam interaksi social menurut ilmuan sosiologi disebut sebagai hubungan timbal balik, sehingga interaksi social dapat menimbulkan keberagaman suku bangsa, unsur budaya, struktur masyarakat hal ini yang mempengaruhi perubahan dalam masyarakat baik internen maupun eksteren yang akan memberikan dampak dalam Perkembangan Suku Bali Di Sulawesi Tengah (Kasus Toili): Mobilitas Masyarakat Bali di Kecamatan Toili. Adapun perkembangan yang ada dalam konteks ini dilihat dari system pendidikan yang diatur dalam UUD 1945 dan Pancasila yang bertujuan untuk mengarahkan/meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa dan kualitas sumber daya manusia, mengembangkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap tuhan Yang Maha Esa, berakhlak Mulia, berbudi pekerti luhur memiliki pengetahuan, keahlian dan ketarmpilan, kesehatan jasmani dan rohani, serta kepribadian yang mantap dan mandiri. Masyarakat sebagai mitra pemerintah harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, disesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan tuntunan kebutuhan serta perkembangan pembangunan. Mobilitas mempunyai arti yang bermacam-macam, pertama, mo¬bilitas fisik (mobilitas geografis) yaitu perpindahan tempat tinggal (menetap/sementara) dari suatu tempat ke tempat yang lain. Kedua, mobilitas sosial yaitu suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Sesuai dengan hal tersebut maka perkembangan merupakan perubahan pola pikir dalam berstruktur baik secara internal maupun eksternal, yang intinya mencapai perubahan, atau bertambahnya kemampuan skill dalam diri individu dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya perkembagan emosi, intelektual, tingkah laku, sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1998).
Setelah adanya agama dan perkembangannya ketika masa pemerintahan Gus Dur di zaman era teformasi semua kehidupan bernegara di Indonesia ini mendapat kebebesan, termasuk di dalam kehidupan beragama. Perkembangan agama hindu di Nusantara ini semakin pesat lagi, serta diakuinya berbagai aliran yang bernapaskan hindu seperti Sai Baba, Hare Krisna, dan bentuk-bentuk Sampradaya lainnya. Disamping itu juga agama hindu di Sulawesi Tengah khususnya di Toili sudah sangat berkembang baik ini bisa dilihat dari pembangunan Pura yang ada di sana. Kemudian jika berbicara masalah adat bali, maka kita akan berfokus pada orang sebagai pelaksana adat bali (baca orang hindu bali), dan aturan-aturan yang mengatur tentang adat bali (awing-awing). Arti kata “Bali” itu berasal dari kata “Wali” yang dalam istilah bali diartikan sebagai banten/sesajen atau upacara yang berkaitan dengan persembahan terhadap Hyang Widhi. Jadi kata Bali itu sendiri sesuai arti berafiahnya dapat berarti banten atau dalam istilah hindu disebut Yandya. Banten artinya sesuatu yang berkaitan dengan Tuhan, dimana banten berasal dari kata ban dan ten, ban artinya cara merangkai bahan-bahan seperti janur menjadi sebuah benda yang unik (sajen) dan ten artinya dekat. Jadi banten adalah suatu cara yang dilakukan oleh umat hindu untuk mendekatkan diri dengan Tuhan (Sang Hyang Widhi Wase). (Penjelasan Dosen Agama Hindu, Ketut Suasana saat mata kuliah Pendidikan Agama Hindu, di BT 5 Fakultas Hukum Juma’t, 10 Nopember 2008 pukul 13.00 wita).


Seperti yang tercantum dalam Bhagawangita Bab IX Sloka 26 dijelaskan bahwa:
Patram puspam phalam toyam
Yo me bhaktya prayacchati,
Tad aham bhaktya upahrtam
Asnami prayatatmanah,

Artinya:
Siapun yang dengan sujud bhakti kepada-ku
Mempersembahkan sehelai daun, sekutum bunga
Sebiji buah-buahan, seteguk air, Aku terima
Sebagai bhakti persembahan dari orang yang berhati suci
Berdasarkan sloka 26 unsur persembahan kepada tuhan tidak mengikat, dapat berupa daun, bunga, buah, air dan lain-lain. Asal itu diberikan dengan tulus ikhlas, diterima. Tanpa itupun boleh juga, sebagaimana dinyatakan dalam kitab lain yang intinya persembahan tersebut dengan bhakti yang tulus ikhlas.

Keberadaan Orang Bali di rantau dapat dikatakan sebagai akibat dari kebijakan pemerintah. Kebijakan tersebut memberi peluang kepada penduduk Bali untuk bertransmigrasi. Transmigrasi (dalam istilah Indonesia) dilamatkan kepada sebuah proses perpindahan dari satu tempat yang padat ke tempat yang kurang padat penduduknya. Transmigrasi diselenggarakan dalam rangka kolonisasi pertaniaan. Masyarakat Bali melakukan migrasi dengan tujuan kolonisasi pertanian (Charras, 1997: 1). Dengan demikian, bermigrasinya suatu kelompok masyarakat, termasuk masyarakat Bali dilakukan dengan maksud untuk memperbaiki taraf hidup atau dalam kata lain, dorongan ekonomi. Masyarakat Bali yang bertransmigrasi ke Sulawesi, khususnya di Sulawesi Tengah sebagai tujuan awal mereka, melainkan di daerah Parigi dan sekitarnya, yang untuk pertama kalinya dilaksanakan oleh pemerintah kolonial tahun 1906 (Charras, 1997:100). Kedatangan orang Bali di Toili di sebabkan karena adanya transmigrasi yang dilakukan pemerintah sekitar tahun 1972 tetapi penempatan untuk transmigrasi di daerah Toili itu sekitar tahun 1965/1967 pasca meletusnya gunung agung di Bali. Masyarakat Bali bukan hanya sekedar suatu penjumlahan individu semata-mata, melainkan suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar sesama, sehingga menampilkan suatu realita ataupun kenyataan hidup dengan seutas ciri yang mewarnainya (Berry 2003:5-6). Namun demikian, usaha untuk menjaga dan melestarikan suatu budaya luhur tetap mengalami kesulitan, karena upaya tersebut harus mengikuti alur dan irama tempat, waktu dan keadaan (desa, kala dan patra). Skripsi I Wayan Subagia (2009:-) kemudian dewasa ini menjelaskan bagaimana kehidupan manusia sekarang ini tidak lepas dari hakikat manusia itu sendiri, Bloom (1954:69) menjelaskan bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang dibangun oleh satu kesatuan jiwa dan raga. Pada jiwa manusia terdapat satu kesatuan unsur yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Unsur jiwa ini pada dasarnya merupakan potensi yang siap dikembangkan. Proses pengembangan ini mengandung makna sosial, artinya manusia tidak memandang dirinya sebagai makhluk yang dapat berdiri sendiri, melainkan memerlukan manusia lain. Atas dasar inilah kemudian manusia membentuk komuniti. Pembentukan komuniti inilah pada dasarnya sebgai kebutuhan dasar (basic need) untuk mengembangkan potensi individunya sehingga keseimbangan hidup akan tercapai, baik dunia maupun akherat (widayati Pujiastuti, 1998:-). Mobilitas masyarakat bali di Toili tidak lepas oleh adanya kemauan manusia itu sendiri yang ingin berubah baik itu melalui beberapa tahapan seperti pendidikan, ekonomi, politik dan lain sebagainya, yang pada dasarnya merupakan suatu budaya ynag tumbuh dalam diri pribadi masing-masing orang. Oleh karena itu, sifat manusia menurut Notogoro (1980:90) bersifat monopluralis terdiri atas susunan kodrat yaitu jiwa dan raga. Jiwa memiliki sumber kemampuan yang berupa akal dan kehendak. Raga mempunyai unsur-unsur an organis, vegetatif, animal. Sifat kodratnya sebagai individu dan sosial, demikian pula dalam kedudukan kodratnya sebagai pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan. Antara satu dengan yang lainnya tidak terpisahkan, akan tetapi berada dalam susunan kedua tunggalan terdiri atas dua unsur hakikat yang merupakan satu keutuhan disebut monodualis. widayati Pujiastuti, (1998:44 ).
Maka dengan demikian, akan muncul proses sosial itu mungkin disadari, diduga dan diharapkan. Dengan menggunakan istilah Merton (1968:73) proses ini dapat disebut ”proses kentara” (manifest), proses sosial yang tak disadari, tak diduga dan tak diharapkan. Dengan mengikuti Merton, dapat disebut ”proses laten”. Dalam hal ini perubahan itu sendiri dan hasilnya muncul secara mengagetkan dan tergantung pada penerimaan atau penolakannya. Menduga arahnya, dan mengharapkan dampaknya istilah Merton dan Kendall (1944) disebut ” proses Bumerang”. Piotr Sztompka (2008:18) sehingga memudahkan bagi masyarakat untuk melakukan proses sosial dalam masyarakat, baik itu dalam lingkungan masyarakat, keluarga, dan sekolah. Agar terjalin interaksi yang bagus antara individu yang satu dengan yang lainnya, serta antara kelompok satu dengan kelompok yang lainnya. Dalam dunia modern, banyak negara berupaya untuk meningkatkan mobilitas sosial, dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat mobilitas sosial akan menjadikan setiap individu dalam masyarakat semakin bahagia dan bergairah. Tentunya asumsi ini didasarkan atas adanya kebebasan yang ada pada setiap individu dari latar belakang sosial manapun dalam menentukan kehidupannya. Tidak adanya diskriminasi pekerjaan baik atas dasar sex, ras, etnis dan jabatan, akan mendorong setiap individu memilih pekerjaan yang paling sesuai dengan dirinya. Faktor penentu mobilitas sosial yakni; pertama faktor struktur, yaitu faktor yang menentukan jumlah refatif dari kedudukan tinggi yang harus diisi dan kemudahan untuk memperolehnya. Faktor struktur ini meliputi; struktur pekerjaan, ekonomi ganda (dualistic econom¬ics), dan faktor penunjang dan penghambat mobilitas itu sendiri. Kedua, faktor individu, dalam hal ini termasuk didalamnya adalah perbedaan kemampuan, orientasi sikap terhadap mobilitas, dan faktor kemujuran. http://faridatulistibsaroh-ums.blogspot.com/2009/03/konsep-mobilitas-sosial.html pukul 10.10 senin 25 januari 2010.
Dengan memahami berbagai hal mengenai sejarah maka masyarakat akan mudah memamahi, mengerti bahkan mengetahui kegunaan sejarah itu sendiri. Adapun kegunaan sejarah antara lain sebagai berikut: sejarah sebagai kritik terhadap generalisasi ilmu-ilmu sosial, permasalahan sejarah dapat menjadi permasalahan ilmu-ilmu sosial, dan pendekatan sejarah yang bersifat diakronis menambah dimensi baru pada ilmu-ilmu sosial yang sinkronis Kuntowijoyo, (2005:109) walaupun demikian, kegunaan sejarah sangat banyak bermanfaat bagi kehidupan manusia, hal tersebut menjadi sebuah wadah perkembangan masyarakat Bali di Toili membawa dampak baru serta perubahan yang luar biasa dalam dunia sekarang ini. Mobilitas yang mendasar yang sering dijumpai di Toili mengenai modernisasi “modernisasi adalah transformasi total masyarakat tradisional atau pra-moderen ketipe masyarakat teknologi dan organisasi sosial yang menyerupai kemajuan dunia barat yang ekonominya makmur dan situasi politiknya stabil (Piotr Sztompka, 2008:152) dengan adanya transformasi maka masyarakat akan mengalami peningkatan taraf hidup yang lebih baik. Hal ini menjadikan kita melihat sejarah sebagai suatu fenomena baru dalam dunia modern yang rumit ini menjelaskan kita bagaimana sejarah mampu meransang gairah kehidupan manusia saat ini “tatkala sejarah menyadarkan kita tentang perbedaan-perbedaan, ia sebetulnya telah mengajarkan toleransi dan kebebasaan, ujar Francois Caron, Profesor sejarah di Universitas Sorbonne, Paris Asvi Warman Adam (2007:1) dengan demikian maka perjalanan sejarah dalam kehidupan sosial masyarakat akan mengalami perubahan yang signifikan. Sehingga hal yang penting lagi dilihat dari sejarah sosial ini mengenai perubahan kebudayaan, penyebab dari dalam dan dari luar. Adapun dari dalam dipengaruhi oleh; adanya kejenuhan/ketidak puasaan individu terhadap system nilai yang berlaku dlam masyarakat, adanya individu yang menyimpang dari individu ynag lain, adanya penemuan baru/inovasi yang diterima oleh anggota masyarakat, perubahan komposisi penduduk menyebabkan perubahan kebudayaan. Sedangkan dari luar yaitu faktor alam yakni; bencana alam, peperagan, kontak dengan masyarakat lain yang berbeda budaya. (penjelasan Syakir Mahid, pada saat mata kuliah Antropologi, selasa 29 desember 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ai saya ria kuliah di universitas tadulako, saya ingin lebih banyal tahu tentang blog. moga dengan blog ini saya bisa mengawali karir saya dalam kuliah dan juga bermsayarakat