SEMANGAT HIDUP

SEMANGAT HIDUP
SIGLE

Jumat, 04 Februari 2011

Menelusuri Jejak Politik di Daerah: DPRD Kabupaten Banggai Periode 1999-2011

PENGANTAR

a. Latar belakang
Politik merupakan akar dalam sebuah negara, artinya tanpa dunia politik sebuah negara tidak akan berkembang. Begitu juga sebaliknya, politik menjadi tolak ukur suatu peradaban. Peradaban yang baru bisa jaya apabila politik yang ada didalamnya kuat. Karena teori sistem yang di anut oleh Miriam Budiharjo yakni mengatakan bahwa sejarah politik adalah pengetahuan yang tersusun atau pengamatan yang tersusun secara sistematis. Teori sistem disini adalah otonomi daerah dimana di dalamnya mengarah pada kemampuan diri untuk menentukan diri sendiri melalui pengembangan potensi alam dan sumber daya manusianya.
Berdasarkan kemampuan daerah mengelolah SDA/SDM maka sistem politik akan berkembang karena politik merupakan bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan itu. Sehingga cenderung kepada keterbukaan politik menjadi satu harapan bagi penduduk, karena ketika control politik pemerintahan tidak lagi kuat, maka banyak penduduk kembali ke politik tradisional, (Imam Tholkhah, 2001:168). Sehingga yang membentuk sistem politik menurut Budiharjo ada 5 yaitu (state/negara, power/kekuasaan, decition making/pengambil keputusan, policy/kebijakaan, distributor/pembagian). Dengan adanya distributor kekuasaan tersebut menggunakan trias politica merupakan pembagian kekuasaan tersebut dapat disalurkan menjadi tiga bagian yakni legislative (partai politik, massa, DPR), eksekutif (pejabat negara, birokrasi, militer) sedangkan yudikatif (keputusan hokum, konstitusi, kebijakan public, aparat hokum, kasusu hukum), (penjelasan Haliadi & Moh Sairin pada kamis, 30 September 2010 pukul 09:15 wita di ruangan FB 15 mata kuliah sejarah Politik ).
Bicara politik, hal penting perlu diselesaikan terlebih dahulu adalah massa. Dalam sistem politik di Indonesia yang multipartai sekarang ini, kelompok massapun ikut beragam. Keberagamaan itu terlihat dari adanya struktur politik massa yang terbagi atas empat kategori, yakni massa tradisional, massa agama, partai politik, dan social ekonomi. Dengan lahirnya UU nomor 51 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Banggai Kepulauan. Undang-undang inilah yang menjadi dasar utama bagi berdirinya Kabupaten Banggai Kepulauan, (Andrifal I.A Latomaria, 2009:31). Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati merupakan wujud nyata dari adanya pemberian kewenangan seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Pilkada juga diharapkan dapat memberikan pendidikan politik dengan mengedepankan azaz Luber dan jurdil (langsung, umum bebas, rahasia, jujur dan adil) (Andrifal I.A Latomaria, 2009:36). Keputusan DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Banggai tanggal 9 Juni 1999 No.03/ KPTS/DPRD/1999 tentang Pemekaran dan Penetapan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Banggai Kepulauan,(UU RI no 51 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali dan Banggai Kepulauan). DPRD mempunyai fungsi legislative diwujudkan dalam membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah, fungsi anggaran diwujudkan dalam menyusun dan menetapkan APBD bersama pemerintah daerah fungsi pengawasan diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksana Undang-undang, peraturan daerah bersama kepala dearah, (Herdi, 2007:33)

Memperhatikan hal diatas maka politik di daerah bisa berkembang sesuai dengan waktu yang telah diberikan, DPRD menjadi titik balik dalam mengkaji persoalan politik. Dimana memahami apa yang ada di dewan sebagai Wakil Daerah hanya sebagai landasan awal mencari solusi terbaik dalam mengembangkan daerah. Karena potensi yang ada di daerah dapat dikembangkan baik melalui program pembangunan, pendidikan, sumber Daya alam, sumber daya manusia yang berkualitas, dengan adanya potensi tersebut maka tercipta keadilan dan kedamaian di lingkungan masyarakat yang berperan serta didalam membangun daerah yang maju dan makmur. Menggunakan metode Komparatif sebagai dasar menggali antar partai yang bersaing di dunia politik untuk merebut kursi pemeritahan DPRD serta analisis kausal/sebab akibat dalam memupuk partai saat pemilihan berlangsung. Pada tahun1999-2001 saat pemekaran Kabupaten Banggai Kepulauan dengan Kabupaten induk (Banggai) dipilihlah H. M. Ali Hamid S.H sebagai Pelaksana tugas Bupati belum mempunyai wakil, karena hanya di pilih oleh DPRD tahun 1999. Karena H. M. Ali Hamid S.H merupakan keturunan asli Banggai, serta menggunakan primordial, sehingga di pilihlah H. M Ali Hamid S.H sebagai Pelaksana Tugas Bupati (PLT) selama periode 1999-2001, kemudian tahun 2001-2006 dilakukan lagi pemilihan kepala daerah mengingat tahun 1999-2001 hanya PLT sehingga DPRD melakukan pemilihan hanya sekitar 25 orang pemilih dari beberapa partai yaitu Golkar, P3, PAN dan lain-lain dari beberapa kandidat yang telah ada akhirnya pemilihan dimenangkan oleh H. M. Ali Hamid S. H dengan perolehan suara 16: 9 suara dari 25 suara DPRD. H. M. Ali Hamid sendiri dari partai Golkar dan wakilnya Drs. H. Sunarto Saleh dari partai P3. Walaupun suara hanya sedikit tapi akhirnya pertempuran kursi Bupati dimenangkan oleh orang Banggai Asli juga. Kemudian setelah periode 2001-2006, selama dua periode H. M. Ali Hamid memimpin di daerah Kabupaten Banggai Kepulauan. Kemudian dilakukan lagi pemilihan Kepala daerah karena masa jabatan sudah berakhir selama 5 tahun, maka periode 2006-2011 di pimpin oleh Bupati yang bernama Drs. H. Irianto. M.M dan wakil Bupatinya yaitu Drs. Ehud Salamet. (wawancara dengan Wilman Darsono L, sabtu, 30 Oktober 2010 pukul 19:17 wita)

b. Persoalan
Adapun rumusan masalah politik di kabupaten Banggai ini antara lain sebagai berikut ini :
1. Siapa nama anggota DPRD pada Periode 1999-2011?
2. Mengapa H. Ali Hamid di pilih selama 2 periode di Kabupaten Banggai Kepulauan?
3. Bagaimana dampak dari adanya politik di Kabupaten Banggai Kepulauan?
4. Bagaimana biografi Bupati dan wakil Bupati Kabupaten Banggai Kepulauan sejak periode 1999-2011?

c. Tujuan
Tujuan mengenai sejarah Politik di daerah ini adalah :
1. Mendeskripsikan Jabatan/Rotasi Anggota Dewan Periode 1999-2011.
2. Menjelaskan dipilihnya Ali Hamid selama 2 Periode di Kabupaten Banggai Kepulauan.
3. Mendeskripsikan dampak dari adanya politik di Kabupaten Banggai Kepulauan.
4. Mendeskripsikan Biografi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Banggai Kepulauan sejak periode 1999-2011.

d. Metode
Metode yang di gunakan dalam membahas politik di daerah menggunakan pendekatan Komporatif atau sistem perbandingan, agar lebih mudah memahami dan mendalami politik itu seperti apa. Karena perhatian ilmu politik ialah pada gejala masyarakat, seperti pengaruh dan kekuasaan, kepentingan, dan partai politik, keputusan dan kebijakan, konflik dan consensus, rekrutmen dan perilaku kepemimpinan, massa dan pemilihan, budaya politik dan sosialisasi politik, Kunto Wiyojo, (2003:173).












PEMBAHASAN

a. Data
 Nama Anggota DPRD Pada Periode 1999-2011

Kabupaten Banggai Kepulauan merupakan satu dari sepuluh Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah yaitu; Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Toli-Toli, Kabupaten Buol, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Poso,Kabupaten Morowali, Kabupaten Tojo Una-una, Kabupaten Banggai, dan Kabupaten Banggai Kepulauan. Sedangkan untuk Kabupaten Banggai Kepulauan terbagi dalam Sembilan (9) kecamatan yaitu; Kecamatan Banggai, Kecamatan Lo. Bangkurung, Kecamatan Bokan Kepulauan, Kecamtan Totikum, Kecamatan Liang, Kecamatan Tinangkung, Kecamatan Bulagi, Kecamatan Bulagi Selatan, dan Kecamatan Buko, Warsito Kahar, (2007:11). Dalam pembahasan ini periode tahun 1999-2011 walaupun pada tahun 2005 terjadi pergantikan Bupati yang di tunjuk oleh gubenur langsung untuk mengganti Bupati yang ada di ganti oleh Wakil Bupati. Mengapa tahun 1999 menjadi awal PLT (pelaksaa Tugas Bupati) karena tahun inilah Banggai Kepulauan diresmikan menjadi sebuah kabupaten Otonom berdasarkan UU no 51 Tahun 1999. Sedangkan tahun2005 sebagai batasan akhir dan kemudian pada tahun 2006-2011 dilakukan pemilihan kembali Bupati, dikarenakan terbentuknya fraksi dalam birokrasi Kabupaten Banggai Kepulauan, khususnya masa kepemimpinan Ali Hamid, Warsito Kahar, (2007:11). Kabupaten Banggai mempunyai luas wilayah 12.887,16 km persegi Dalam rangka membantu tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan di bagian selatan dibentuk wilayah kerja Pembantu Bupati Banggai wilayah Banggai yang berkedudukan di Pulau Banggai yang meliputi 7 Kecamatan, yaitu Kecamatan Labobo Bangkurung, Kecamatan Banggai, Kecamatan Totikum, Kecamatan Tinangkung, Kecamatan Liang, Kecamatan Bulagi dan Kecamatan Buko dengan luas wilayah keseluruhan 3.214,46 km persegi. (UU RI Nomor 5 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Banggai Kepulauan). Berdasarkan hal tersebut dan memperhatikan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat sejak tahun 1957 dan selanjutnya secara formal dituangkan dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Tengah tanggal 17 Juni 1999 Nomor 12/PIMP-DPRD/1999 tentang Dukungan Terhadap Pemekaran Kabupaten Daerah Tingkat II Banggai Kepulauan berkedudukan di Banggai membentuk Kabupaten Banggai Kepulauan sebagai pemekaran Kabupaten Banggai.
Hetifa Sj. Sumarto (2004:1) menyatakan bahwa “Good Governance di artikan sebagai mekanisme, praktek dan tata cara pemerintahan dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalah Publik”, Warsito Kahar, (2007:11). System birokrasi pemerintahan Banggai Kepulauan, dengan mekanisme atau sistem satu atap, mengalami kegagalan dalam procedural, dan system pelayanannya, malah hal ini memperpanjang jalur birokrasi dan berbelit-belit. Minimnya akuntabilitas terhadap pelayanan public dalam pelaksanaan roda pemerintahan, menambah semrautnya bias pelayanan birokrasi dalam aplikasinya terhadap masyarakat, Warsito Kahar, (2007:12-13). Dalam harus balik perkembangan birokrasi Banggai Kepulauan, lebih mendekatkan pada etnisitas dan kualifikasi pendidikan dalam jenjang karir seseorang. Hal ini terlihat dengan pola pro nasionalis yang mengutamakan pendekatan etnis di birokrasi, ini Nampak dari setiap etnis yang ada di Banggai Kepulauan, yang mengeliatkan diri dalam dunia birokrasi pemerintahan, kesadaran dari pengambilan kebijakan tersebut, tertera dari slogan resmi pemerintah Banggai Kepulauan: “Konngolio Ko Tano, Kindendeke Ko Lipu” (Kuatkan Tanahmu perhatikan Kampung Halamanmu), Warsito Kahar, (2007:14). Solichin Abdul Wahab (2001:1) mengatakan bahwa:
“istilah Policy (kebijakan) seringkali penggunaannya saling dipertukarkan dengan istilah-istilah lain seperti tujuan (gols), program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, usulan-usulan, dan rancangan-rancangan besar. Bagi para pembuat kebijakan, (policy markes) dan para sejawatnya, istilah-istilah itu, tidaklah akan menimbulkan masalah apapun karena mereka menggunakan referensi yang sama. Namun, bagi orang yang berada diluar struktur pengambilan kebijakan istilah-istilah tersebut, mungkin akan membingungkan”, Warsito Kahar, (2007:14-15).


a. Periode 1999-2001

Pada periode 1999-2001, terbentuknya kabupaten Banggai kepulauan pada tanggal 4 oktober 1999, berdasarkan UU no 51 tahun 1999, di waktu yang bersamaan Ali Hamid, SH. Dilantik menjadi Pjs Bupati sampai tahun 2001, oleh Gubernur Sulawesi Tengah H. Bandjela Paliudju atau nama Mentri dala negeri RI. Setahun kemudian, (2000) terbentuknya Badan Legislatif Daerah (DPRD) Banggai Kepulauan. Dengan naiknya Drs. Zakaria kamindang sebagai sekertaris kabupaten dan Drs. Novan Saleh sebagai Sekwan Banggai Kepulauan. Periode ini juga disebut sebagai masa konsolidasi birokrasi Banggai Kepulauan, karena Bupati Banggai terpilih H. Ali Hamid, SH mengeluarkan kebijakan ini mencerminkan adanya asas Pro-nasionalis dan pro efesiensi dalam pengambilan kebijakan oleh Birokrasi Pemerintahan Banggai kepulauan, sehingga menimbulkan heteroginitas tersebut, menyebabkan terbentuknya formasi etnis dan tingkat pendidikan birokrasi pemerintahan di kabupaten Banggai Kepulauan. Kebijakan ini diambil oleh Bupati Ali Hamid, SH periode 1999-2001 merupakan kebijakan setengah hati yang disebabkan oleh belum devinitifnya jabatan bupati yang diembannya, Warsito Kahar, (2007:80)

b. Periode 2002-2005

Selama tahun 2002-2005, Bupati Ali Hamid melakukan beberapa kali rotasi pejabat di Banggai Kepulauan. Pada tahun 2002-2003, bupati Ali Hamid memindahkan Sudarlin Thirayo dari kadis pendidikan dan kebudayaan menjadi Asisten II Administrasi dan keuangan, menggantikan kasno Podo yang menjabat sebagai Kepala BPM. Rupanya, Kasno Podo menggantikan Anwar Hasan yang dilantik menjadi kadis pendidikan dan kebudayaan. Rotasi jabatan dijajaran pejabatan eselon IIb melahirkan berbagai kontraversi, karena pengangkatan tersebut tidak berdasarkan pada keahlian penjabatan yang bersangkutan.
Rotasi segi tiga di jajaran Pejabat eselon II b terjadi juga dijajaran eselon III b. Terdapat persamaan yang terlihat yakni terjadi pemidahan pada jabatan sederajat. Hal ini dirasakan oleh Drs. Aziz Suludai, S.Pd, SH. MH dari jabatan kepala Sub Dinas Sosial dan budaya di Bappeda menjadi kepala sub dinas pengawas SMK/SMA pada tahun 2003/2003. Juga pemindahan Mudar S Puyu dari camat Lo. Bangkurung menjabat menjadi camat Bokan Kepulauan tahun 2004/2005, dan Sartono Jafar DM yang menjabat sebagai kepala Seksi program pesisir pantai BPM dipindahkan untuk mengisi jabatan yang ditinggalkan oleh Mudar S Puyu sebagai Camat Lo Bangkurung. Warsito Kahar, 2007:80-81

Dua model rotasi diatas, ternyata juga diimbangi dengan penempatan Syafrudin Yusuf, SE menjadi kepala bagian Tata Usaha dinas perikanan dan kelautan yang sebelumnya menjabat sebagai camat Totikum. Begitu juga dengan pengangkatan Masri Salihu, SH dari jabatan Pengawas TK/SD Dinas P dan K menjadi kepala bidang pangkat dan jabatan, bagian kepegawaian kantor Bupati Banggai Kepulauan, dan pengangkatan Jufri T. Unus sebagai Camat Bulagi selatan pada Tahun 2003 yang sebelumnya, jabatan lamanya adalah Pengawas TK/SD pada dinas pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Banggai (Luwuk ). Namun hal yang sama tercipta melalui kualifikasi bidang keilmuan tidak sejalan dengan jabatan yang diemban oleh para pejabat tersebut, seperti pelantikan jabatan eselon IIIb, yaitu Sekcam Bokan kepulauan yang memiliki latar belakang pendidikan luar sekolah (PLS), dan pelantikan Camat Bulagi Selatan yang berlatar belakang sarjana pendidikan matematika, Warsito Kahar, (2007:8).

Rotasi Jabatan Publik Berdasarkan Etnisistas di Kabupaten
Banggai kepulauan tahun 2002-2005
no Nama Jabatan Thn mutasi etnis
Sebelum sesudah
1 2 3 4 5
1 Sudarlin thirayo Kadis P & K Asisten II 2003/2003 Banggai
2 Kasno Podo Asisten II Kepala BPM 2002/2003 Jawa
3 Anwar Hasan Kepala BPM Kadis P & k 2002/2003 Banggai
4 Azis Suludani Kasubdin Sosbud Bappeda Kasubdin pengawasan SMA/SMKdinas P & K 2002/2003 Banggai
5 Syafrudin Yusuf Camat Totikum Kabag TU, perikanan 2003/2004 Bugis
6 Mudar S. Puyu Camat Lo. Bangkurung Camat Bokan Kepulauan 2004-2005 Banggai
7 Sartono DM Kasie prog. Perc. BPM Camat Lo. Bangkurung 2005 Banggai
8 Masri, SH Camat Lo. Bangkurung Camat totikum 2005 Buton/Banggai
9 Musahar, SH Peng. TK/SD Kabid pang & jabatan 2005 Banggai
10 Djufri T Unus, S. Pd Pag. TK/SD Camat Busel 2003 Banggai
Sumber: Kepala bagian Kepegawaian, hukum sekertariat kabupaten banggai Kepulauan tahun 2002, 2003, 2004, 2005, (Warsito 2007:82)

 Terpilihnya Ali Hamid Selama 2 Periode di Kabupaten Banggai Kepulauan

Jika ditelusuri lebih jauh, birokrasi Banggai Kepulauan pada dasarnya berasal dari Kabupaten Luwuk/Banggai, sebagaian berasal dari Kabupaten etnis Banggai yang sangat memahami keadaan social budaya masyarakat Banggai Kepulauan. Berbicara mengenai birokrasi pemerintahan khususnya pada skop kabupaten, tidak dapat dipisahkan dengan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh birokrasi, Warsito, (2007: 6). Sekolah dasar memiliki peran signifikan dalam pembentukan awal komunitas elit baru (modern) di Banggai Kepulauan. Kebangkitan elit baru ditandai dengan lahirnya pemikiran tentang arti penting sekolah terhadap terbentuk birokrasi Banggai Kepulauan pasca pemekaran tahun 1999. Bukti lain yang dapat diungkapkan adalah sekolah dasar di daerah ini ikut membesarkan para birokrat yang menjadi elite local di era 1999-2005. Tokoh-tokoh yang dihasilkan oleh sekolah dasar di Banggai Kepulauan, antara lain; Bupati Ali Hamid (SR Banggai), Wakil Bupati Sunarto Saleh (SR Salakan), Edison F. Ogotan Kepala Bappeda (SR Bulagi), Sudarto Ali kabag. Hukum secretariat Daerah (SDN Pembina Mansalean kec. Lo. Bangkurung), Zakaria kamindang Sekretariat Kabupaten Banggai Kepulauan (SR kalumbatan kec. totikum) dan Musir Madja kadis kperidag (SR Kalupapi kec. Lo. Bangkurang), Warsito Kahar, (2007:42)
Keberadaan etnis yang mendiami wilayah Banggai Kepulauan, Mewarnai kabupaten ini dengan keberagaman budaya dan agama masyarakat. Hal ini terlihat jelas dalam kehidupan politik, khususnya pemerintah. Terbentuknya birokrasi pemerintahan di Banggai Kepulauan memunculkan berbagai macam formasi birokrasi yang ditempati oleh berbagai etnis. Akan tetapi, peran etnis lain dalam birokrasi pemerintahan di Banggai kepulauan tidak dapat diabaikan, khususnya dalam penentuan kebijakan teknis daerah. Berdasarkan posisi (jabatan) yang didudukinya, maka etnis yang berperan dalam penentuan kebijakan tersebut, yakni etnis bajo, Bugis, Balantak, dan saluan, (Warsito Kahar, 2007: 51)

Adapun susunan Birokrasi menurut tingkatan pendidikan Birokrasi kabupaten Banggai Kepulauan tahun 2005 yaitu sebagai berikut:
no Nama Jabatan Kualifikasi Pendidikan
1 2 3 4
1 H. M. Ali Hamid Bupati SI HTN, UNHAS
2 Sunarto Wakil Bupati SI Adm, UNTAD
3 Zakaria Kamindang Sekab SI Adm, UNTAD
4 Novan Saleh Sekwan SI Adm, UNTAD
5 Johanes Beinpaeh Asisten I Tata Praja SI Adm, UNTAD
6 Sudarlin Asisten II Eko & Pemb SI Adm,
7 Sudirman Salatan Asisten III Keu & Adm SI Adm,
8 Fuad Muid Bakesbag Linmas SI Stialan Makassar
9 Hj. Maswati Panggato Kabag. Kepegawaian SI Adm, UNTAD
10 Furqanuddin Masuli Kabag. Keuangan SI Adm, UNTAD
11 Syafrudin Mayta Kabag. Pembangunan SI Adm, UNTAD
12 Kodrat Galala Kabag. Ekonomi SI Stialan Makassar
13 Abdullah Madilah Kabag. Umum SI Adm, UNTAD
14 Aryawan Moydady Kabag. Humas SI Adm, UNTAD
15 Helena Aluman Kabag. Ortal SI. IP. UNSTRAT
16 Mucksin Sasia Kabag. Sosial SI Tarbiah STAIN Palu
17 Sudarto S Ali Kabag. Hukum S2 Hukum Perdata UMI Makassar
18 Amjar T. Unus Kadis. Pendapatan SI Adm, UNTAD
19 Ehud Salamat Kadis Perhubungan SI Adm, Manado
20 Sutomo Moydady Kadis. Praswil SI Tehnik Sipil UNTAD
21 Aswin Yotolembah Kadis Perkotmin SI Tehnik Sipil UNTAD
22 Dance Solani Kadis Pert, Peter, Hut S2 Kehutanan UNSTRAT
23 Anwar Hasan Kadis P dan K SI Adm, UNTAD
24 Musir A. Madja Kadis Koperndag S2 Manajemen UNSRAT
25 Syarullah K. Nngongo Kadis Kes dan Kesos S2 Kedokteran Undip Semr
26 Karman Kaya Dirut PDAM Bangkep SI Manaj. STIE PB Palu
27 X. Bailia Kepala BKKBN SI Adm, Manado
28 Sudjito Sajuri Camat Banggai Diploma
29 Sartono Jafar DM Camat Lo. Bangkurung SI Manaj. STIE PALU
30 Mudar S. Puyu Camat Bokep SI STIALAN Manado
31 Masri Salihu Camat Totikum SI Hukum Perdata UNSRAT
32 Asgaf Moydadi Camat Liang SI pend. UNTIKA Luwuk
33 Sagaf Nursin Camat Tinangkung SI Ekonomi Undip Semr
34 Hengki Pramono Camat Bulagi SI FISP UNTAD
35 Djufri T. Unus Camat Bulagi Selatan SI PLS UT
36 Syaifyl, SE Camat Buko SI Perbankan UNSRAT
37 Kahar Abusama Lurah Lompio Diploma
38 Hasanuddin Rahim Lurah Dodung SI PPKN Untika Luwuk
39 Ahmad Hamid Lurah tanobonunungan SI Akun. UNHALU Kendari
40 Balsam Sekcam Banggai SI Akun STIE YPUP Makassar
Sumber : Pemda Banggai Kepulauan Tahun 2003/2004, (Warsito:2007:49)

 Dampak dari adanya politik di Kabupaten Banggai Kepulauan

Memadainya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh para pejabat eselon II sampai eselon IV, menimbulkan evoria tersendiri dikalangakat-sen birokrat. Banggai kepulauan khususnya para birokrat yang mempunyai tingkat pendidikan magister. Disamping itu, terbentuknya sekat-sekat alumni perguruan tinggi seperti Unhas, Unstrat, Untad, Untika Luwuk, Stialan Makassar didalam tubuh instansi pemerintah, merupakan sebuah fenomena tersendiri dipemerintahan Banggai Kepulauan sekarang. Pendekatan Pro efesiensi dalam jajaran birokrasi masa kepemimpinan Ali Hamid, merupakan masa konsolidasi antara sesame elemen masyarakat Banggai Kepulauan, khususnya para birokrat Banggai Kepulauan, Warsito kahar, (2007:16).

Membahas topik birokrasi, berarti mengkaji sebuah mekanisme (sistem) organisasi yang rapi dan prosuderal terhadap pelakasanaan tugas dalam organisasi. Hal ini di sadari oleh Bupati Ali Hamid, SH. Oleh karena itu selama masa pemeritahannya (2001-2006) di kabupaten Banggai Kepulauan melalui pembentukan lembaga teknis daerah dan dinas untuk menunjang berputar roda pemerintahan berdasarkanPeraturan Daerah No. 10 tahun2001. Dengan demikian, bahwa segala kebijakan yang diambil oleh para pengambil kebijakan dalam mendudukkan seseorang misalnya, dalam jabatan public dengan alasan-alasan tertentu, seperti pertimbangan etnis, agama, dengan alasan-alasan tertentu, seperti pertimbangan etnis, golongan satu dengan golongan lain, dan secara tidak langsung hal ini mampu dimanejemenkan oleh para pengambil kebijakan untuk meredam adanya konflik terbuka diantara sesama golongan masyarakat. Pemerintah daerah tidak dapat menutup dirinya atas segala pertimbangan dan rah pemikiran masyarakat Banggai Kepulauan yang memahami bahwa birokrasi pemerintahan Banggai kepulauan harus dibagi rata dengan system keterwakilan yang mereka pahami, pada masa kejayaan kerajaan Banggai yang telah diwariskan kepada mereka, Warsito, 2007:74

 Biografi Bupati dan wakil Bupati Kabupaten Banggai Kepulauan sejak periode 1999-2011

Biografi adalah sejarah, sama halnya dengan sejarah kota, negara, atau bangsa. Biografi atau catatan tentang hidup seseorang, ada pendapat mengatakan bahwa sejarah adalah penjumlahan dari biografi. Memang, dengan biografi dapat dipahami para pelaku sejarah, zaman yang menjadi latar belakang biografi, lingkungan social politiknya, Kunto Wiyojo, (2003:203). Ali Hamid, Bupati pertama banggai kepulauan dalam laporannya dihadapan sidang paripurna pertama DPRD kabupaten Banggai Kepulauan pada tahun 2000 menyatakan bahwa:

“Tokoh pergerakan nasional berhasil mengeluarkan bangsa ini dari Belenggu penjajahan karena kecerdasan dan pendidikan yang mereka kecap dari pemerintah colonial Belanda, relevansinya dengan daerah kita yang baru berusia belia ini. Pendidikan adalah segala-galanya dan pendidikan juga membuat Kabupaten ini dapat berbenah, serta kita dapat memekarkan banggai Kepulauan menjadi kabupaten. Insya Allah kita dapat mensejajarkan diri dengan kabupaten-kabupeten lain yang ada di provinsi Sulawesi Tengah ini. (laporan tahunan Bupati tahun 2003:2-3), Warsito Kahar, (2007:36)


Sebuah catatan khusus bagi semua pihak, bahwa ketika birokrasi Pemerintahan, yang terbentuk pasca lahirnya Banggai Kepulauan pada tahun1999 sebagai sebuah daerah otonom, menyebabkan lahirnya elite-elite dan penguasa-penguasa barun ditingkat eksekutif (pemerintah). Adanya keberagaman dibirokrasi pemerintahan Banggai Kepulauan, terlihat semenjak lahirnya Birokrasi, khususnya pasca Banggai kepulauan memiliki Bupati Defenitif. Tidak dapat dipungkiri, bahwa proses pendudukan berbagai jabatan public di birokrasi pemerintahan, didasarkan pada pendekatan etnis etnis dan kewilayahan (geografis). Meskipun aturan baku (UU) dalam system kepegawaian negara ini telah mengatur dengan berbagai mekanisme dan prosedur dalam berbagai pertimbangan pendudukan seseorang dalam menduduki seseorang dalam menduduki sebuah jabatan public, yaitu dengan kualifikasi pendidikan serta pengalaman kerja. Tetapi perlu diketahui bersama bahwa era otonomi daerah memberikan kelelusaan seorang Kepala Daerah khususnya untuk melaksanakan segala kebijakannya dengan segala pertimbangan yang dianggap tidak menafikan sebuah kenyamanan, ketentaraman dan stabilitas pada masyarakatnya, Warsito Kahar, 207:74

Dari system keterwakilan inilah melahirkan berbgai kebijakan seperti ; pendudukan seorang Zakaria Kamindang sebagai sekertaris Kabupaten Banggai Kepulauan dari etnis Bajo, dan Fuad Muid sebagai Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan perlindungan Masyarakat (Bakesbag Linmas) dari etnis saluan, sebagai eselon tertinggi dalam posisi sebagai Sekertaris Kabupaten, Zakaria Kamindang mempunyai posisi sentral dalam pelaksanaan roda administrasi public Kabupaten Banggai Kepulauan. Dengan demikiann, segala sesuatu yang menyangkut tentang kepentingan kabupaten banggai Kepulauan melalui area rill tugas pokoknya sebagai seorang sekretaris Kabupaten. Sebut saja formasi penerimaan (CPNSD) calon pegawai negeri sipil daerah yang merupakan bagian dari kebijakan pemerintah kabupaten banggai kepulauan. Hal ini berlangsung dari tahun 2001 sampai 2005 Ali Hamid terpilih sebagai Bupati Kabupaten Banggai kepulauan.
Saat ini tercatat bahwa etnis yang mendiami Kepulauan Banggai dapat dikelompokkan menjadi : Banggai, Balantak, saluan, bajo, Buton, bugis, gorontalo, jawa, tionghoa , minahasa dan ambon (BPS. Kabupaten Banggai Kepulauan dalam angka 2004:37). Mayoritas penduduk daerah ini beretnis sebagai penduduk asli kabupaten banggai ini. Naiknya Ali Hamid dan Sunarto saleh di tampak kekuasaan (baca : pengambilan kebijakan publik) di Banggai Kepulauan (2001-2006) memberikan keuntungan tersendiri bagi etnis banggai, yaitu dengan di jadikan entis banggai sebagai mayoritas dalam birokrasi pemerintahan banggai kepulauan. Warsito, 2007:84
Perpindahan birokrat dan PNS asal Banggai di perantuan adalah prasyarat untuk menduduki jabatan yang masih kosong . Contoh kasus terjadinya perpindahan pejabat eselon dari kota Luwuk, dan Palu, serta beberapa kabupaten lain di Sulawesi Tengah ke Banggai Kepulauan sejak tahun 1999-2003. Perpindahan ke Banggai Kepulauan juga dilakukan oleh birokrat dan PNS dari etnis saluan, balantak, Bugis, Gorontalo, dan minahasa untukm mengisi jabatan-jabatan yang masih membutuhkan tenaga baru yang kompeten. Warsito, 2007:84.
Tokoh birokrasi pemerintahan kabaupaten banggai kepulauan yang menjadi bagian dari penentu kebijakn public, yaitu Ali Hamid, SH, Drs. Sunarto Saleh Dan Zakaria Kamindang. Ketiga tokoh ini melahirkan berbagai kebijakan public baik yang tergolong popular maupun yang tidak popular dikalangan masyarakat Banggai kepulauan. Pertama, Ali Hamid merupakan tokoh yang menjabat Kepala daerah (Bupati) dari komunitas etnis Banggai, serta masih keturunan raja-raja Banggai. Ali hamid terkenal dikalangan masyarakat banggai kepulauan sebagai elite lama delam birokrasi pemerintahan. Selama masa pemerintahan, Ali Hamid mengeluarkan sebuah kebijakan yang dianggap tidak popular, yakni memperpanjang ……. Warsito, 2007:86 belum selesai besok lagi

b. Analisis Kausal/Kooparatif

Perempuan Mereta Hak Politik dalam Opini oleh Karuni ayu Sawitri, mecusuar, kamis 22 april 2010 hal 13, dalam catatan politik indonesi, keterwakilan kaum perempuan di DPR belum pernah mencapai kuota 30 persen anggota Dewan. Sejak reformasi bergulir sebelas tahun, keterwakilan perempuan jauh dari memuaska. Pada pemilu tahun 1999, jumlah yang duduk di DPR hanya 44 orang, sementara pada pemilu 2004 meningkat menjadi 61 orang atau hanya 11,7 persen dari jumlah keseluruhan anggota dewan. Pada pemilu 2009 pun, keterwakilan kaum perempuan tak jauh beda. Secara kuantitiatif jumlah tersebut tentu masih jauh dari harapan.
Para aktivitis peremupan menilai, keterwakilan kaum perempuan dengan jumlah yang memadai tentu akan sangat berimbas pada kebijakan negara. Kebijakan public selama ini di nilai masih sangat bias gender dan tidak memiliki sensitif gender. Berbagai keputusan dalam bentuk undang-undang masih mengabaikan hak-hak kaum perempuan dan terlalu berpihak pada laki-laki. Mampu terakomodasi dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat. Maka perjuangan kaum perempuan untuk menempatkan perempuan di DPR secara lebih proposional menjadi sebuah keharusan. Perjuangan kaum perempuan untuk mendudukkan kaumnya di DPR bukan hal yang mudah. Sejak tahun 2001, upaya ini ditempuh melalui jalur perundang-undangan. Lahirlah UU no 12 Tahun 2003 yang menganjurkan partai politik mengajukan perempuan sebagai caleg sebanyak 30 persen. Namun, UU ini dinilai tidakcukup kuat dan bahkan diinterprestasi oleh parpol secara berbeda. Akibatnya, banyak parpol yang tidak mencalonkan kaum perempuan dalam pemilu 2004 lalu. Atau, jika mencalonkan kaum perempuan umumnya ditempatkan pada nomor urut “sepatu” atau nomor tidak jadi. Kesadaran politik masyarakat yang masih sangat patriar.

c. Hasil Analisis

Masa pelaksanaan otonomi daerah (regional Autonomy) tahun 1999 telah menimbulkan dampak evoria tersendiri bagi daerah khususnya timbulnya raja-raja baru di tingkat pemerintah daerah, Warsito Kahar, 2007:4. Banggai kepulauan, kabupaten yang berdiri tanggal 4 Oktober 1999 berdasarkan UU no 51 tahun 1999 memiliki beragam budaya, agama, dan etnis. Beragam etnis Banggai Kepulauan dapat dilihat dari adanya etnis Banggai, Balantak, Saluan, Bajo, Bugis, Makassar, Buton, Gorontalo, Ambon, Jawa, Minahasa dan Tionghoa (BPS Kab. Banggai Kepulauan dalam angka 2004:9). Pertumbuhan ekonomi kabupaten Banggai Kepulauan sebagai hasil pembangunan yang terus menerus dilakukan sejak saat pemekaran dari kabupaten induk hingga saat ini telah menunjukkan hal yang cukup memuaskan, (BPS Kabupaten Banggai dalam angka, 2005:7)


DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Imam, Tholkhah. 2001. Anatonim konflik politik di Indonesia: Belajar dari Ketegangan Politik Varian di Madukoro. Jakarta : Raja Grafindo persada.
Kunto Wijoyo. 2003. Metodologi Sejarah edisi kedua.Yogyakarta: Tiara Wacana
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 51 tahun 1999 TentangPembentukan kabupaten Buol, kabupaten Morowali dan kabupaten Banggai Kepulauan

Skripsi:
Andrifal. I.A. Latomaria. 2009. Pendidikan Politik Massa Dalam pemilihan kepala Daerah di Kabupaten Morowali 2007. Palu: Skripsi di ajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar strata satu (SI) jurusan pendidikan IPS Program studi pendidikan sejarah, Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako. Belum di terbitkan.
Warsito Kahar. 2007. Pendidikan dan Etnis: Sejarah Birokrasi kabupaten Banggai Kepulauan (1999-2005). Palu: Skripsi di ajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar strata satu (SI) jurusan pendidikan IPS Program studi pendidikan sejarah, Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako. Belum di terbitkan.
Herdi. 2007. Peranan Pendidikan Politik Terhadap Pemberdaya Lembaga Legislatif Kabupaten Toli-Toli. Palu: Skripsi di ajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar strata satu (SI) jurusan pendidikan IPS Program studi pendidikan sejarah, Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako. Belum di terbitkan.
Koran:

Perempuan Mereta Hak Politik dalam Opini oleh Karuni ayu Sawitri, Mecusuar, kamis 22 april 2010 hal 13

BPS:
Indeks harga konsumsi dan laju inflasi Kabupaten Banggai Kepulauan 2005. BPS Kabupaten Banggai

krakatau the last days

Menurut sejarah Film itu terbagi atas 4 yang bisa menyampaikan realita sejarah yakni : (1) Film Dokumenter yang isinya aksi dan kisah nyata, (2) Film Fiksi yang isinya harapan, streping, dan komedi, (3) Film Layar Lebar yang isinya Ilmiah, Natural, ideology, imajinasi, (4) Sinetron yang isinya miniseri, sesiason, serial. Keempat Film tersebut menyampaikan kenyataan sosial yang terjadi dalam satu peristiwa. Film Krakatau The Last days merupakan Film sejarah yang menciptakan fakta sejarah, Film ini melakukan penelitian, (kriktik awal di komparasi dengan temuan yang lainnya). Dasar film ini merupakan catatan harian dari Johanna, kemudian dari Beliaulah ide utama film ini di buat. Pembuat Film ini tidak mau hanya dari catatan harian saja dari beberapa saksi seperti Johanna, suaminya, William R. Verbeck tetap melakukan penelitian di daerah Bogor untuk meneliti geologi Indonesia terutama Pulau Selatan dari Gunung Toraja, Gunung Nokilalaki, dan Danau Tabu tetapi sebelum William yang meneliti adalah Antoni. Ada beberapa hal yang diceritakan dalam Film Krakatau The Last Days yaitu pertama, Film ini adalah Film sejarah yang berdasarkan Geologi atau fenomena alam ada keterlibatan manusia dalam fenomena alam yang menghasilkan sejarah. Orang belanda mencoba bekerja sama karena pada tahun 1883 politik etis sudah berkembang di Eropa. 14 tahun setelah sistem tanam paksa di cabut. Ada unsure kemanusian di mana pada tahun itu tepatnya tahun 1883 teori Van Deventer (teori politik etis di negeri Belanda sudah berkembang).
Kedua, Sejarah itu bisa di mulai dari mitos tetapi ada analisanya yang disampaikan oleh perempuan Johanna yang memberitahu kepada suaminya. Serta ada ilmuan yang tidak percaya tentang mitos. Ketiga kemungkinan Krakatau meledak melebihi kasusnya gunung Tambora di Nusa Tenggara Timur. Hebatnya gunung Tambora lahar panasnya ini jika terkena manusia akan menjadi fosil. Krakatau ini baru membuat manusia meninggal jika terkena laharnya, intinya perbandingan antara gunung Krakatau dan gunung Tambora.
Setelah Gunung itu meletus daerah Lampung juga di pengaruhi dari sistem ekonomi yaitu lada menjadi komoditas utama di Lampung pada saat itu (sejak zaman Dinasti Ming) baca buku Dennis Lombar jilid 2 Jaringan di Asia dan M.c Ricklefs (sejarah Indonesia modern 1200-2008). Kemudian sejarah itu berulang, seperti yang pernah di tulis oleh Raden Ngabehi Ronggowarsito mengenai Krakatau yang pernah meletus pertama kali tahun 1416. Judul tulisannya yakni dinding tembok Krakatau ada pintu, setelah di baca tulisan itu baru William percaya akan fenomena alam yang ada di hadapannya. Lalu ledakan terbesar terjadi tahun 1883 yaitu adanya catatan orang Cina yang melihat gunung yang meletus di Selat Sunda. Akibat yang di timbulkan setelah 1883 ad 4 yaitu :
a. Terjadi pemberontakan petani banten 1888 (Sartono Kartodirdjo) hal ini sebagai akibat dari peristiwa ini yakni meledaknya Krakatau.
b. Terjadi sensus penduduk 1890 di Lampung tidak ada rumah. Ini merupakan catatan akhir Residen di Film tersebut. Beliau menjelaskan bahwa saat itu terjadi kemiskinan, sehingga ia berinisiatif memberikan setengah gajinya kepada masyarakat miskin agar tidak kelaparan.
c. Lampung menjadi daerah tertinggal di Indonesia. Hal ini karena Lampung berada di bawah garis kemiskinan sampai sekarang di banding Sulawesi Tengah.
d. Tahun 1927 ada tsunami yang diakibatkan oleh letusannya gunung bawah laut. Batas zona ekonomi ekslusif Indonesia merupakan batas alam 300 mil dari Krakatau masuk di Samudra hindia.
Pemeran Film ini tidak berasal dari Indonesia, yakni ada 14 tokoh, sekitar 8 orang adalah warga peranakan Indonesia, sebagain besar adalah orang ambon, manado, peranakan sunda ada 3 orang. Johanna merupakan keturunan orang Sunda/Banten. Film ini dibuat bukan di Indonesia melainkan di Swedia kemudian di edit untuk mendapatkan hasil yang sempurna dalam film ini di edit di Hongkong. Dalam film ini nama tidak disampaikan sehingga penonton jadi binggung. Catatan tangan asli di cetak 140 eks yang mempunyai catatan tersebut di Indonesia baru Kuntowiyojo.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa film ini memiliki kekuatan alam melampaui rasionalitas ilmiah ilmuan. Bahwa gunung tersebut tidak berbahaya teteapi cerita rakyat tersebut hanya sebuah tahayul yang ditandai dengan berbagai hal yakni hewan-hewan yang merasakan hal itu sudah memberi tanda kepada manusia bahwa aka nada bahaya, tapi manusia tidak mempercayai hal seperti itu sehingga pada tanggal 26 agustus 1883 letusan pertama terjadi di beberapa tempat seperti Anyer, teluk Betung, dan Bogor. Bagaimana kedasyatan fenomena alam dan kepercayaan masyarakat tersebut tidak dianggap, serta kisah tersebut sudah diketahui oleh William (peneiti Geologi di indonesia) melalui babad purwa tapi ini masih di anggap tahayul oleh dia. Dalam film ini juga mencerita menghargai perbedaan kelas serta adanya dedikasi yang tinggi terhadap pekerjaannya seperti penaga mecusuar, pejabat-pejabat dan juga gambaran masyarakat 1883 tersebut masih dalam penjajahan Belanda yang masih menggunakan bahasa melayu. Sehingga Film ini di kategorikan film Dokumenter yang menyampaikan realitas sejarah dalam bentuk aksi dan kisah nyata karena hal film ini menyampaikan secara umum kenyataan sosial masyarakat lampung yang terjadi dalam suatu peristiwa tersebut.

Komang Triawati
Yojokodi, 3 Februari 2011
Jam 13:00 wita

KETIDAK KONSIKUEN PERKATAAN

Pengalaman demi pengalaman telah di raih, segelintir pengetahuan telah di pelajarai, tapi harapan akan perubahan yang dramatis hanya omong kosong belaka. Pembelokan kalimat, kata, fakta dan kenyataanpun terjadi, banyak alasan-alasan yang diungkap agar bisa berkelik dari tanggung jawab. Tanggung jawab moril maupun non moril yang telah di emban, tugas yang dipercayakan kini hanya menjadi batu lompatan jabatan saja. Karena pemimpin tidak tegas, segap dan cakap menghadapi masalah yang ada, sudah ada kegiatan tapi pemimpin selalu mencari kesalahan dalam kegiatan, apa jadinya bangsa ini jika pemimpin hanya mementingkan pribadinya sendiri di banding kepentingan orang banyak. Itu yang perlu kita ingat, ada hal-hal kecil yang harus kita pahami dan maknai apa arti yang tersirat di dalamnya. Jangan hanya egoismenya kita sendiri yang dipertahankan itu akan menambah pra duga/ pra sangka yang salah terhadap seseorang karena ini memperlihat pintarnya tapi yang kelihatan bodohnya itu yang selalu di tonjolkan oleh mahasiswa sekarang.
Arti penting sebuah perkataan itu adalah komitmen. Komitmen adalah sebuah kesepakatan bersama yang telah di bicarakan oleh kelompok orang atau yang sudah di diskusikan. Sehingga dengan adanya komitmen tersebut maka akan memudahkan kita memahami akan pentingnya sebuah janji.
Berdasarkan hal di atas, maka jika melakukan pelanggaran mengenai komitmen tersebut dapat menyebabkan terjadinya sebuah konsikuensi perkataan yang berambang pada ketidak percayaan seseorang kepada kita. Karena di anggap telah melanngar komitmen, dengan apa yang di ucapkan.
Komang Triawati
Penulis adalah mahasiswa pendidikan sejarah angkatan 2008
Pengurus HIMSA (Himpunan Mahasiswa Sejarah 2008-2009)

INA-INA DI PAGI BUTA BERTAHAN DENGAN BERMODALKAN SAK DAN BESI DI TANGAN

Oleh: Komang Triawati
Sungguh ironis di kota besar seperti di Palu yang di jadikan sebagai Ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah, setiap pagi ketika matahari belum terbit, seorang ina-ina yang kesehariannya mencari botol bekas masih kita temukan di kota besar seperti ini. Demi menghidup keluarga, Timah (45) setengah paruh baya harus mengeliling sebuah perumahan tepatnya di Kelurahan Besusu Timur. Timah terpaksa mencari botol bekas untuk di jual demi kelangsungan hidupnya.

Di Perdos Besusu Timur, Palu, sak dan besi yang digunakan sebagai alat utama untuk mencari botol baik itu dijalan maupun di sampah. Walaupun upah yang ia dapat tidak seberapa ketika di jual hasil botol bekas yang ia kumpulkan. Ina-ina yang sangat tegar dan kuat ini sudah mengeluti pekerjaannya sejak 30 tahun yang lalu ketika beliua berumur 15 tahun. Karena kondisi keluarga yang tak mampu memenuhi kebutuhan pengasapan di dapur.
Demi perjuangan yang ingin di capainya ia selalu mendatangi setiap rumah yang ada tempat sampahnya untuk mencari, dan bahkan tak jarang Timah di berikan tumpukan kertas yang sudah tidak di pakai oleh masyarakat setempat untuk menambah penghasilan perharinya, meskipun harus mengeluarkan keringat dan tenaga agar bisa bertahan di ibu kota “kata Timah. Setiap pagi buta ina-ina banyak berkeliar di tempat sampah dan bahkan mereka tak jarang hanya pulang dengan tangan kosong.
Menjadi ina-ina telah menjadi pilihan hidup, bahkan tak jarang dari mereka yang bermodalkan sak di punggung dan besi di tangan sebagai alat bantu untuk mencari botol bekas jika ada di tempat sampah atau tempat pembuangan yang mereka temukan, kata Timah
Timah merupakan sosok perempuan yang tak mengenal lelah, pagi, siang, bahkan malam ia selalu bekerja untuk bisa menyekolahkan anaknya yang masih duduk di bangku SMP. Bahkan ia tak kenal lelah untuk terus berjalan setapak demi setapak melewati jalan yang dilaluinya dengan menggunakan sepatu bot yang sudah robek. Pekerjaan ini adalah denyut jantung dan sebagai topangan hidup bagi keluarganya, walaupun usianya sudah separuh baya.
Timah mengaku setiap harinya ia mendapat penghasilan sekitar Rp 20.000 sampai 30.000 jika sak yang ia bawah penuh karena perkilonya mencapai Rp 4.000. Dengan penghasilan yang pas-pasan ini Timah mampu memanajemenkan uangnya, tak lupa tiap penghasilannya ia sisipkan Rp 5.000 untuk menabung, dan bisa digunakan saat sedang kepepet/mendesak agar tidak meminjam lagi dengan tetangga, Katanya.


Hidup itu penuh perjuangan kalimat itu yang selalu terdengar ketika saya SMP, hal itu ternyata menjadi kenyataan saat saya melihat langsung ina-ina yang hanya bermodalkan 2 alat tadi yakni Sak sebagai tempat mengumpul botol dan besi sebagai alat mencari botol aqua bekas.
Keterbatasan hidup
Ina-ina muncul sebagai penopah hidup hal ini karena otonomi daerah yang tidak berjalan dengan lancar serta terjadi ketimpangan pembangunan yang ada di kota tersebut. Sehingga mereka yang tidak mempunyai kreatifitas dan kemampuan yang terbatas hanya bisa menggunakan tenaganya untuk membantu kebutuhan sehari-hari.
Hal itu dipilih karena penghasilannya bisa di hitung tiap harinya serta memang tak ada pilihan bagi mereka. Timah mengaku hal ini halal ketimbang kita jadi “pengemis” dijalan yang harus meminta-minta, itu malah pekerjaan yang mudah tapi banyak hujatan karena tangan dan kaki masih bisa digunakan, kita sebagai manusia harus mampu memanfaatkan keterbatasn yang ada. Jangan keterbatasan itu menjadi alasan, ketika kita mampu melakukan apa yang bisa kita lakukan kerjakanlah. Kata bijak itu yang menjadi pedoman hidupnya, sungguh terkagum jika kita sebagai manusia yang memiliki kesempurnaan yang ada jika kita tidak gunakan dengan sebaik-baiknya.
Pekerjaan sebagai ina-ina sudah menjadi rutinitasnya setiap hari, hal ini menjadi sebuah tantangan baru baginya. Karena ia tidak mau hidup begini terus, berkat usaha dan upaya yang ia jalani selama hidupnya dengan menabung setiap hari ia bisa membeli “sak baru” untuk ia gunakan bekerja. Jika kita hanya berpaku tangan kepada orang lain, hal itu tidak akan menghasilkan apapun, tapi jika kita bekerja dengan segala upaya yang telah dilakukan akan dirasakan hasilnya, kata Timah.
Ketimpangan itulah yang membawa perempuan ini menyelusuri jalan untuk mendapatkan botol aqua bekas baik dari botol aqua besar, sedang, kecil bahkan aqua gelas yang penting masih bisa “dijual”. Semoga masyarakat disekitar terketuk hatinya untuk membantu sanak saudara kita yang masih merasakan hidup yang berliku seperti diatas agar kisah ini tidak terulang bagi generasi masa depan berikutnya, semoga mereka mendapatkan ketrampilan yang memadai dari intansi pemerintah agar dapat digunakan untuk bertahan hidup, karena keterbatasannya yang mereka miliki.

MENGKAJI ULANG MENGENAI: SASTRA SEJARAH (Imajinasi Yang Terus Bertanya)

Tulisan ini merupakan hasil diskusi pada Sabtu 28 Nopember 2008 di Lembaga Penelitian Untad (Pusat Penelitian Sejarah) kerjasama antara PusSEJ dengan Himpunan Mahasasiswa Sejarah (HIMSA) periode 2008-2009 yang di ketuai oleh Fatma Saudo yang menggadakan diskusi Rutin atau program kerja Himpunan dengan melaksanakan diskusi pada setiap hari sabtu dengan materi yang berbeda yang disajikan sehingga peserta tidak merasa bosan dengan materi yang selalu sama. Saat itu yang mengikuti diskusi adalah semua Mahasiswa Pendidikan Sejarah dari angkatan 2005, 2006, 2007, 2008 yang ingin mendapat wawasan khasana pengetahuan. Alasan mengapa Koran ini di diskusikan karena di dalamnya di bahas ada dua hal yakni:
a. Tulisan ini memperkenalkan membaca sejarah yang baru, karena sastra di katakan sebagai sumber sejarah
b. Penulisnya merupakan seorang sejarawan
Berdasarkan dua hal tersebut HIMSA mengangkat tema Humaniora Teroka yang terbit di kompas pada hari Sabtu, 22 Desember 2007 yang di tulis oleh sejarawan DR. Asvi Warman Adam yang merupakan Sejarawan LIPI hal inilah yang menarik untuk ditelaah lebih lanjut lagi, terutama pembahasannya mengenai sastra sejarah Imajinasi Yang Terus Bertanya, seperti dalam pengantar buku Mochtar Lubis, maut dan cinta disebutkan “ sastra memang bukan tulisan sejarah dan juga tidak dapat dijadikan sumber penulisan sejarah”. Sehingga tulisan tersebutlah menjadi pengantar dalam tulisan imajinasi yang terus bertanya karya Asvi Warman Adam. Kemudian Taufik Abdullah dalam ilmu Kaldum menjelaskan bahwa sejarah adalah pengalaman impiris akan berjalan di dalam kegelapan. Penjelasan tersebut ada pada kalimat yang di sampaikan Taufik Abdullah pada tulisan Asvi Warman Adam mengenai Sastra Sejarah “Imajinasi yang terus bertanya”, Taufik Abdullah yang menolak dekonstruksi ini berpendapat, tanpa keyakinan bahwa kebenaran empiris dan historis adalah suatu yang bisa di dapatkan, kita hanya akan menggerayang dalam kegelapan”. Kenapa sastra di masukkan dalam sejarah, inilah yang harus di jawab? Mungkin ada alasan tersendiri yang penulis (Asvi Warman Adam) ingin ungkap dalam tulisannya tersebut sehingga Beliau mengembangkan sastra sebagai sejarah. Sastra tersebut ada beberapa macam, contoh sastra yaitu novel, puisi, pantun, Roman, cerpen. Pemikiran ini sebenarnya lahir tahhun 2003, tetapi yang memasukkan sastra sebagai sumber sejarah serta ide tersebut sudah ada sejak tahun 1933 yang di tulis oleh Bill Askrop di Amerika tepatnya Kolombia Universitas. Dari hal tersebutlah sastra dijadikan sumber sejarah alasnnya ada 3 yakni :
a. Genre memiliki 4 hal yaitu tipe, jenis, bentuk, aliran
b. Sastra sebagai obyek memiliki 4 hal yakni :
1) Sejarah memiliki teori
2) Sejarah memiliki obyek
3) Sejarah memiliki metode
4) Sejarah memiliki sistematis/struktur berpikir
c. Sastra sejarah ini memiliki 3 hakikat sejarah yaitu:
1) Hakikat pelaku sejarah
2) Hakikat ruang
3) Hakikat waktu
Berdasarkan tiga hal tersebut apa yang diungkap oleh Lukacs dalam Le Roman Historique (payot, 1965) Lukacs berpendapat bahwa ‘genre’ itu menjadi sejarah sebagai obyeknya, tetapi ia sendiri takut kepada sejarah dan berenang di dalamnya. Penjelasan kata genre sendiri memiliki arti bahwa topic ini membahas mengenai aliran (penanda/abstrak) yang dikaitkan dengan tulisannya mengenai Le Roman Historique. Sehingga roman/sastra dapat digunakan sebbagai obyeknya, serta roman/novel ini memiliki sejarah yang obyektif tiggi yang termuat di dalamnya. Oleh karena itu, jika sastra dikaitkan dengan hakikat sejarah karena cerpen juga termasuk dalam hakikat sejarah seperti “Robohnya Surau Kami” yang di tulis pada tahun 1994 diterbitkan sebanyak 82 kali, dan terakhir tahun 2006 ini menceritakan tiga hakikat tadi yaitu pelaku sejarah, ruang dan waktu.
Selanjutnya tulisan tersebut menjelaskan bagaimana kita menyeimbangkan imajinatif yang dimiliki oleh manusia seperti kalimat yang disampaikan dalam tulisan ini sama-sama imaninatif yang menggunakan pendekatan new historicism (NH) yang dicanangkan oleh Stepen Greenhaat tahun 1982 sebagaimana dijelaskan oleh Melani Budianto (dalam majalah sastra 3 tahun 2006), dapat menjadi pilihan dalam analisis karya sastra, sejarah dan sejarah secara utuh. Louis A Montrose menggunakan istilah ‘kesejarahan sastra dan kesastraan sejarah atau dengan kata lain membaca sastra” memmbaca sejarah dan membaca sejarah = membaca sastra (aspek sejarah sebagai kontruksi sosial)”. Beranjak dari tulisan di atas mengenai sama-sama imaninatif yang menggunakan pendekatan New Historicims (NH) ini lahir tahun 1933-1882, ia berpendapat bahwa melalui pemikiran yang historicisme ini bahwa segala yang terjadi di dunia ini adalah sumber dari sejarah, serta tulisan-tulisan E.C Harr. Lalu sejarawan yang paling tua yakni Heredotus yang menulis tentang Perang Persia (the Persia of war), buku ini beraliran sejarah yang sangat popular tahun 1900-an serta tulisannya yang sangat nature histori lalu kemudian dikembangkan menjadi historicisme yang di dalamnya membahas mengenai dua hal penting yakni:
a. Studi pustaka mengenai novel, Roman (sastra saat itu belum di masukkan)
b. Studi lapangan mengenai dokumen yang belum dilihat dilapangan, seperti dalam buku Ali Haji tentang studi lapangan yang membahas beberapa hal seperti buku yang sangat popular yakni Tulfaton nafis, Ma’rifat Filbaya, Rukhiyah.
Studi lapangan mengenai dokumennya Ali Haji ini hanya menjadikannya sebagai beberapa syair kemudian menurut New Historicism hal tersebut bisa dijadikan sebagai data sejarah karena bisa digunakan sebagai sastra sejarah yang harus berlandaskan pada 3 hakikat sejarah yakni pelaku sejara, ruang, dan waktu. Sastra adalah pekerjaan imajinasi, kebenaran di tangan pengarang dengan kata lain kebenaran bersifat subyektif. Sejarah sendiri memiliki 2 teks imajinasi yang masing-masing menyusun versi tentang kenyataan yakni fiksi dan fakta. Tapi dalam sejarah fakta tersebut di masukkan menjadi fiksi, tapi ini harus melalui tahapan-tahapan imajinasi yang sesuai dengan relnya sendiri, karena inajinasi adalah pembayangan terbatas atau imajinasi merupakan langkah seorang yang sangat kreatif yang di dalamnya memiliki 3 kategori penting yakni saksi, pelaku, dan penulis, agar memudahkan sejarah sebagai ilmu dapat terjatuh dan tidak ilmiah bila berhubungan dengan filsafat yakni sejarah dimoralkan, dan sejarah sebagai ilmu ilmu yang konkret dapat menjadi filsafat yang abstrak, Kuntowijoyo, (2005:9-10). kemudian imajinasi juga memiliki 2 aspek yang penting yakni ; (1) bagaimana penulis masuk dalam peristiwa tersebut, (2) bagaimana penulis menjiwai peristiwa tersebut. Karena sejarah memerlukan imajinasi yang sangat dalam serta sejarawan harus dapat membayangkan apa yang sebenarnya, apa yang sedang terjadi dan apa yang terjadi sesudah itu, Kuntowijoyo, (2005:69-70). Menurut Kuntowijoyo, terbit tahun 2005 dalam buku pengantar Ilmu Sejarah ada 4 hal mengenai sejarah tersebut yakni cara kerja, kebenaran, hasil keseluruhan, dan kesimpulan. Sastra itu biasanya akan berakhir dengan realitas. Sedangkan sejarah berakhir klimaks. Klimaks yang dtimbulkan ada 2 yakni kepuasaan dan penasaran kemudian setelah itu akan muncul yang namanya obsesi/harapan seseorang, sehingga sastra dengan sejarah semakin dekat, keduanya berkaitan dengan narasi sejarah. Ini diakibatkan karena sastra dapat dikatakan sebagai budaya yaitu sastra tematis (kebiasaan), dan sastra momotetis. Ada 3 hal kebdayaan sastra yakni bahasa, religi dan kesenian. Sedangkan sejarah memerlukan klimkas, klimaks adalah obsesi seorang pengarang artinya perpaduan rasa puas dan rasa penasaran. Dalam klimaks, sejarah memiliki 3 pertanyaan penting yakni mengapa, kenapa dan bagaimana, kemudian dari pertanyaan tersebut baru sejarah bisa dijawab melalui 3 tahapan juga yakni latar belakang, menceritakan realitas dan informasi baik itu fakta yang bersifat gejala maupun kenyataan.
Soal keakuratan, sejarah juga bisa tidak akurat yang jelas keduanya membutuhkan imajinasi dari penulisannya baik itu berupa sastra maupun yang berbaur sejarah. Keakuratan dalam imajinasi memiliki 2 unsur yaitu; unsure subjektifitas dan unsure obyektifitas. Satra sebagai wilayah estetika yang otonom yaitu estetika/ keindahan. Sedangkan sejarah ada 3 wilayah yakni etika/moral (benar/salah), indah (bagus tidak bagus), layak/tingkah laku (baik/buruk). Hubungan sejarah dan sastra sangat unik karena sastra ada pantun pada abad ke 14, 1300 kiasan seperti berburu ke padang datar dapat rusa belang, berguru kepalang ajar dapat bunga kembang tak jadi. Dimana pada abad 14 datang/muncul bumingnya islam pantun yang hidup dipesantren untuk murid-muridnya. “Sejarah” mengapa dikatakan tidak akurat alasannya ada 6 dasar yang dimiliki yakni:
a. Sejarah memiliki pengertian sejarah ada deskontruksi masa lalu
b. Sejarah memiliki hakikat
c. Sejarah memiliki gerak yaitu langsung oleh tuhan dan kondisi masyarakat
d. Sejarah memiliki obyek yakni pemikiran kesejarahaan
e. Sejarah memiliki eksplonasi/penjelasan
f. Sejarah memiliki imajinasi
Menurut pemikiran post Kolonial, para sejarawan, di tuntut untuk mengakui bahwa 3 hal dalam sejarah yakni; (1) bahasa, (2) postmodernis, (3) didekontruksi. Dengan melihat tiga hal tersebut, maka bahasa digunakan sebagai huruf, symbol, kata, seni dan fungsi, agar mudah melakukan komunikasi antar para tokoh untuk berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Lalu postmodernis terbagi 2 kata yakni post yang artinya pasca/sesudah, modernis artinya canggih, rumit dan sulit. Jika diartikan keseluruhan post modernis adalah kembali ke’ yang lama berdasarkan aturan seperti salah satunya adalah munculnya pelancong/wisatawan. Postmodernis mengangumkan 4 hal yang ada dalam dunia sastra dan sejarah yang saling berkaitan yakni:
1. Menganggunkan demokrasi
2. Menlindungi dan melestarikan alam
3. Menjunjung tinggi HAM
4. Menentang rasiolis/keseimbangan hidup dan kesejahteraan.
Berdasarkan 4 hal mengenai postmodernis maka kekaguman demokrasi dapat dilestarikan melalui berbagai kegiatan yang positif seperti HIMSA tahun 2010 lalu. Demokrasi sebagai salah satu alat bantu untuk mewujudkan sebuah roda pemerintahan. HIMSA yakin melakukan pemilu raya yang di ketuai oleh Moh. Sairin ini merupakan salah satu demokrasi yang menjunjung tinggi asas jurdil. Sehingga sastra dapat dijadikan sejarah karena memiliki 3 hal di dalamnya yakni; saksi, pelaku, dan penulis.
Kemudian didenkontruksi yang berasal dari dua kata de dan kontruksi. De artinya muncul, dan kontruksi artinya kerangka. Jadi dalam sejarah dekonstruksi itu terdiri dari naturalism dan strukturalisme. Naturalisme artinya segala yang terjadi dimuka bumi ini dipengaruhi oleh alam sedangkan strukturalisme yaitu teori mengenai segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini memiliki 4 model yaitu model memanjang, model naik, model lebar, model turun. Dalam strukturalisme ini ada 16 teori yang harus diperhatikan salah satunya seperti symbol, sosial masyarakat. Apa yang sebenarnya menjadi perbedaan antara keduanya? Pertanyaan itu yang sering muncul dibenak mahasiswa, sehingga mahasiswa merasa haus akan informasi tersebut. Jawaban dari pertanyaan itu sangat membutuhkan imajinasi, karena sastra hanya berakhir dengan pertanyaan sedangkan sejarah harus harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya.
Tulisan mengenai topic ini mengungkap 4 hal yaitu teori pokok yang digunakan yakni:
1. Teori bahasa yang di bagi empat yaitu bahasa huruf, bahasa kata, bahasa symbol, bahasa seni.
2. Teori symbol yaitu bahasa sebagai symbol ada 2 yakni signifiut (penanda/abstrak), signified (petanda/konkrit)
3. Teori Dekonstruksi adalah upaya membalikkan kenyataan menurut Ferninand Dessousure.
4. Teori postcolonial orang yang memiliki 3 hal yakni memori/pengalaman, rasa/nilai keindahan/responsi, tingkat laku.
Sehingga sastra sejarah itu juga berpotensi untuk mengobati trauma masa lampau, seperti ditulis Melani Budianto pada sampul belakang novel Ojamagilak karya Marhin Aleida (2004) “Dengan membaca buku ini terasa beratnya beban sejarah, luka-luka masa laluyang tidak bisa dibicarakan secara terbuka, kecuali melalui sebuah cerita”. Inilah kutipan terakhir topic mengenai sastra sejarah imajinasi yang terus bertanya di tulis oleh Asvi Warman Adam, memberi gambaran umum bahwa sastra dapat mengobati trauma masa lampau karena sastra menjadi sebuah jembatan dalam sastra sejarah, tempat yang layak (rintihan orang ia tuangkan melalui sastra sejarah), sastra sejarah memiliki novel sejarah karena sastra memiliki 2 hal yaitu sastra tematis dan momotetis yang intinya kebudayaan sastra mengarah pada bahasa, religi dan kesenian. Demikian tulisan ini dibuat, semoga tulisan ini dapat menjadi khasana wawasan pengetahuan. Serta tulisan ini merupakan hasil diskusi yang segar bagi mahasiswa sejarah khususnya penulis yang ingin mengetahui seluk beluk mengenai sastra sejarah. Oleh karena itu, penulis mengajak para pemerhati sejarah, peminat sejarah, sejarawan, dan generasi muda, yang nantinya dapat membuat karya-karya yang lain mengenai sastra sejarah yang bisa dijadikan perbandingan dengan karya yang telah di tuangkan oleh Asvi Warman Adam.

Yojokodi, 4 Januari 2011
Komang Triawati
Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Sejarah
Universitas Tadulako, angkatan 2008
Pengurus HIMSA periode 2008-2009