SEMANGAT HIDUP

SEMANGAT HIDUP
SIGLE

Senin, 22 November 2010

Arti Persahabatan

SAHABAT ADALAH ORANG TERDEKAT KITA
SAHABAT TERKADANG MERUPAKAN BAGIAN DARI KEHIDUPAN
SAHABAT IALAH LAMBANG KEBERSAMAAN
SAHABAT BAGAIKAN BINGKISAN TERINDAH
...........
...........
ARTI SEBUAH SAHABAT....
SAHABAT MAMPU MEMBANGKITKAN KEHIDUPAN KITA
SEBUAH PERSAHABATAN YANG DIDASARKAN OLEH KEPERCAYAAN
KARENA SAHABAT SEJATI MENJADI SAHABAT TERAKHIR KITA
..........
...........
KEHIDUPAN YANG KITA JALANI...
KINI...DAN YANG AKAN DATANG PASTI SELALU BERSAMA SAHABAT
KARENA SAHABAT SEBAGI TEMAN, KAWAN, KASIH DAN JUGA KELUARGA
KELUARGA YANG KITA KENAL INI MERUPAKAN KELUARGA ALAMIAH
KELUARGA YANG TERJADI DARI IKATAN PERSAMAAN KEPNETINGAN,
..............
.............
SAHABAT KETIKA JATUH PASTI KITA RASA BERSAMA
KARENA RASA KEBERSAMAAN....KEPRIHATINAN.....
SAHABAT KETIKA MEMAHAMI KITA MAKA SAHABAT AKAN MEMBANTU
MEMBANTU BAIK FISIK MAUPUN NON FISIK

...............
............
SETIAP DETIK, MENIT, JAM,,, SAHABAT SELALU ADA
SETIAP LANGKAH DAN JEJAK SAHABAT SELALU INGAT
SETIAP HALUAN KEDAMAIAN SAHABAT SELALU MEMBERI KEHANGATAN
SETIAP KERAGUAN SAHABAT SELALU MEMAHAMI,,MENASEHATI..
BAHKAN.........SAHABAT MAMPU MERANGKUL KEBIMBANGAN KITA

............
ARTI PERSAHABATAN SANGAT MULIA
KADANG KELEMAHAN SAHABAT BISA MENJADI KELEBIHAN
TERKADANG PERSAHABATAN BUKAN HANYA SEBAGAI KEPOMPONG
TAPI PERSAHABATAN ADALAH MUTIARA SEJATI HIDUP
S

Rabu, 24 Maret 2010

TUGAS YANG TELAH MEMBINGUNGKAN KARYA KOMANG TRIWATI 08

TUGAS YANG TELAH MEMBINGUNGKAN
KARYA KOMANG TRIWATI 08

Ketika pagi hari yang cerah saat aku memandangi dosen yang sedang berdiri di depanku, sentak kaget aku mendengar bahwa akan diberikan tugas. Dosen yang sangat disegani dan penuh dengan Romantisme bila saat menjelaskan, kata-katanya, porpemen dan juga gerak tangan yang membuat aku tertarik dan senang apabila dia mengajar di ruanganku. Lalu ketika beranjak dari bangkuku dan bertanya aku bigung karena ketika malam saat mata kulaih beliau aku ngak belajar, sehingga aku kebingungan mendengarkan tugas dan penjelasan yang beliau kasih ke teman-teman mengenai artikel. Tugas yang membuat seluruh teman-teman kebingungan mendengarnya ketika kak Wilman pangilan akrabnya memberikan tugas mengenia “Artikel Kesenian” karena aku sama sekali ngak tahu dengan pembuatan artikel bahkan mengenai kesenian, dimana kesenian membuat aku teringat masa SMA bersama tema-teman dulu tentang ketrampilan Mulok mengenai kesenian, setiap mata pelajaraan tersebut aku selalu mendapat niali yang sangat buruk karena guruku yang bernama bapak Sukardi “bahwa kesenian itu membutuhkan kelembutan hati dan perasaan yang dari dalam tubuh kita dan dfipadukan dengan kreasi diri sendiri”. Sejak itulah setiap mata pelajaran kesenian aku selalu belajar dan belajar baik itu mengenai seni suara, seni tari dan seni patung tapi tetap saja ngak bisa seperti teman-temanku yang terrgabung dalam genk Ijo (Ikatan Jomblo Sejati), genk inilah yang mengantarku pada kemauan untuk belajar karena ketua genk ini adalah orang yang paling pintar di kelas 3 ips 4 ketika itu. Tetap aku bingung? Benakku bertanya-tanya apakah aku bisa atau tidak mengenai kesenian teamn-teman mengenalku hanya suka olahraga, karena aku sering ikut perlombaan olahraga seperti Porseni kecamatan, sekabupaten bahkan pernah mengawakili SMA N 1 TOILI menjadi juara di tigkat Provinsi ketika tahun 2006-2007 tingkat Pekan Olahraga Tingkat SMA (POPSMA), kemudian beranjak dari itu aku juga pernah mengawikili kabupaten banggai Ketingkat Porda sesulawesi tengah pada tahun 2007. Inilah alasanku mengapa aku ngak terlalu tertarik pada seni, karena hobi ku hanya di olahraga dan bakat itu mengalir sendiri dalam dirikan dengan sedirinya.
Perjalanan panjang inilah yang membuat aku selalu bingung dengan pemberian tugas mengenai kesenian saat duduk di banku SMA maupun sekarang ketika Kuliah aku mengharagai mata kuliah tersebut tapi pertanyaan di kepalaku ini tetap seperti ketika aku di Sma mengapa aku seperti ini?? Atau aku yang tidak menyayangi diriku sendiriku. Sadar atau tidak sadar ucapan teman-teman ketika SMA masih aku ingat mereka menyatakan bahwa “ hidup kita kelak akan berubah tapi seni yang melekat dari diri kita akan tetap mengalir bila kita asa terus menerus, serta kehidupan itu bagaikan kembang yang disukai kumbang karena kembang itu ada isinya, dan selalu berkembang dan berkembang” hal itulah yang selalu mengingatkanku pada teman-teman genk IJO bahwa jika seseorang hanya berdiam saja tanpa pernah mengasah kemampuan dalam dirinya maka tidak akan jadi apa-apalah mereka. Apalagi aku sekarang sudah menjadi seorang mahasiswa pertanyaan dan perkataan mereka ada benarnya juga, apa boleh dikata nasi sudah menjadi bubur, sesuatu yang tak pantas aku sesali dan aku harapkan. Mungkin itu hanya menjadi pelajaran yang berati dalam hidupku….terima kasih kawan terima kasih guruku kata-katamu telah menyadarkan aku akan arti dan makna sebuah latihan yang dulu aku sia-siakan bahkan aku tidak iraukan ketika guruku menjelaskan, saat mata pelajaran.
Masa SMA hanya kenangan aku tidak mungkin hanya berdiam danberdiam saja, melainkan aku akan terus berusaha memperbaiki semua itu, dengan tugas yang diberikan oleh kak Wilman inilah akan aku buktikan pada teman-teman genk Ijo dan Guruku bahwa kesenian adalah sebuah budaya yang harus kita lestarikan bahkan kita jaga agar mendapat tempat dihati orang lain dan diri sendiri. Artikel adalah sebuah media yang disajikan oleh dunia maya bagaimana kita mendesai dan merangkainya agar menjadi sebuah tulisan yang bagus dan indah. Bahkan dalam kesenian tersebut kita bisa mengetahui mengenai kesenian indonesia yang sudah mulai punah akibat adanya budaya barat. Dari tugas yang membingungkan inilah aku mencari sebuah permaknaan kata seni dan artikel tidak bisa di pisah bagaikan jiwa dan raga.
Jiwa dan raga yang ada dalam diri manusia………
Manusia diciptakan oleh tuhan! Sudah memiliki kemampuan yang lebih sempurna dari pada mahkluk lainnya. Bentuk kesempurnaannya hanya mencerminkan bahwa manusia bisa mengetahui benar dan salah karena memiliki akal dan budi. Semoga tugas membingungkan ini menjadi pedoman bagi diriku, ketika sebuah cerita yang bertajuk tentang kesenian seperti seni wayang kulit itu mulai ada dan juga mengesankan bagiku. Mungkin sejarah natinya sebagai media jembatannya yang akan melestarikan kesenian tersebut.

Jumat, 19 Maret 2010

TEORI-TEORI MANAJEMEN, DAN KAITAN ANTARA MANAJEMEN DENGAN PARIWISATA

KOMANG TRIAWATI


1. PengertianManajemen

Kata manajemenmungkinberasaldaribahasa Italia (1561) maneggiare yang berarti "mengendalikan," terutamanya "mengendalikankuda" yang berasaldaribahasalatinmanus yang berati "tangan". Kata inimendapatpengaruhdaribahasaPerancismanège yang berarti "kepemilikankuda" (yang berasaldariBahasaInggris yang berartisenimengendalikankuda), dimanaistilahInggrisinijugaberasaldaribahasa Italia.[1] BahasaPrancislalumengadopsi kata inidaribahasaInggrismenjadiménagement, yang memilikiartisenimelaksanakandanmengatur.


2. Teori-teoriManajemen

Dalamilmumanajemen, dikenaladabeberapateori, antaralain sebagaiberikut :

 TeoriSistemdanPendekatanSistem

Masyarkat modern seperti yang adasekarangini, merupakansuatutatananmasyarakat yang terbentukdarisatuan-satuanorganisasi.Secaraumum, satuanorganisasi yang baikakanbercirikankemampuandalammenciptakantingkatrasionalitas yang tinggi, efektifdanefisiendalampengelolaanseluruhsumberdayanya. Sebagaihasilakhir, diharapkantujuanorganisasidapatdicapaisecara optimal.
 TeoriManajemenIlmiah
Manajemenilmiah, ataudalambahasaInggrisdisebut scientific management, pertama kali dipopulerkanoleh Frederick Winslow Taylor dalambukunya yang berjudul Principles of Scientific Management padatahun 1911.Dalambukunyaitu, Taylor mendeskripsikanmanajemenilmiahadalah "penggunaanmetodeilmiahuntukmenentukancaraterbaikdalammenyelesaikansuatupekerjaan." Beberapapenulisseperti Stephen Robbins menganggaptahunterbitnyabukuinisebagaitahunlahiryateorimanajemen modern.


Manajemenilmiah, ataudalambahasaInggrisdisebut scientific management, pertama kali dipopulerkanoleh Frederick Winslow Taylor dalambukunya yang berjudul Principles of Scientific Management padatahun 1911.Dalambukunyaitu, Taylor mendeskripsikanmanajemenilmiahadalah "penggunaanmetodeilmiahuntukmenentukancaraterbaikdalammenyelesaikansuatupekerjaan." Beberapapenulisseperti Stephen Robbins menganggaptahunterbitnyabukuinisebagaitahunlahiryateorimanajemen modern.
 TeoriPendekatanKuantatif

PengembangankuantitatifmunculdaripengembangansolusimatematikadanstatistikterhadapmasalahmiliterselamaPerangDunia II.Setelahperangberakhir, teknik-teknikmatematikadanstatistika yang digunakanuntukmemecahkanpersoalan-persoalanmiliterituditerapkan di sektorbisnis.Pelopornyaadalahsekelompokperwiramiliter yang dijuluki "Whiz Kids." Para perwira yang bergabungdengan Ford Motor Company padapertengahan 1940-an inimenggunakanmetodestatistikdan model kuantitatifuntukmemperbaikipengambilankeputusan di Ford.


 Kajian Hawthorne


KajianHawthroneadalahserangkaiankajian yang dilakukanpadatahun 1920-anhingga 1930-an. Kajianiniawalnyabertujuanmempelajaripengaruhberbagaimacamtingkatpeneranganlamputerhadapproduktivitaskerja. Kajiandilakukan di Western Electric Company Works di Cicero, Illenois.

KalanganakademisiumumnyasepakatbahwaKajianHawthroneinimemberidampak dramatis terhadaparahkeyakinanmanajementerhadapperanperlikaumanusiadalamorganisasi.


3.KaitanAntaraManajemen Dan Pariwisata

Telahkitaketahuibahwamanajemenmerupakansebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, danpengontrolansumberdayauntukmencapaisasaran (goals) secaraefektifdanefesien. Efektifberartibahwatujuandapatdicapaisesuaidenganperencanaan, sementaraefisienberartibahwatugas yang adadilaksanakansecarabenar, terorganisir, dansesuaidenganjadwal.Sedangkanpariwisatamerupakansegalasesuatu yang berhubungandenganwisata, termasukpengusahaanobjekdandayatarikwisatasertausaha-usaha yang terkaitdibidangtersebut.Apabilakeduanyadikaitkanmakaantaramanajemendanpariwisatasalngketergantungan,

HUKUM YANG ADA DI KERAJAANN BALI KOMANG TRIAWATI 08

• Hukum/aturan yang berlaku dalam kerajaan tradisonal seperti kerajaan Tabanan dan Klungkung

Kerajaan yang ada di Indonesia sangat banyak kerajaan-kerajaan yang masih menggunakan aturan/hukum tradisional seperti seabad Puputan Badung Perspektif Belanda dan Bali yang menjelaskan mengenai bagaimana aturan yang pernah diberlakukan dalam suatu kerajaan. Kerajaan yang dijadikan contoh adalaha kerajaan Badung di mana Puputan Bandung merupakan sebuah peristiwa sejarah yang sangat penting bagi Bali, namun sejauh ini sumber tentang perang habis-habisan rakyat Badung melawan sardadu colonial Belanda yang terjadi seratus tahun yang lalu (Hek Schulte, dkk.2006:xi) contoh aturan yang telah diberlakuakn oleh staf belanda agar janda-janda raja tidak melakukan mesatia atau upacara pembakaran mayat banyak di tentang oleh raja seperti raja Tabanan, sebagai sebuah cerita aturan atau hukum yang digunakan adalah sesudah raja Tabanan yang terdahulu meninggal pada tanggal 6 maret 1903, putra yang tertua sebagai ahli waris yang sah Gusti Ngurah Rai menggantikan kedudukan ayahnya dengan persetujuan dan pengesahan Gubenur Jenderal lewat akte nama Gusti Ngurah Agung. Upacara pembakaran mayat (Ngaben) raja yang meninggal akan diadakan tanggal 25 Oktober; dan meskipun raja sudah didesak agar mencegah niat janda-janda dari raja untuk ikut serta membakar diri dalam upacara itu (Mesatia), tetapi nyatanya datang berita bahwa mesatia tetap akan diadakan dalam upacara Ngaben.
Hal inilah yang menyebabkan terjadinya konflik karena sikap raja Tabanan berpeluang menimbulkan konflik dengan pemerintah, dimana saat melukan peneyelidikan yang diadakan tahun 1902 ternyata lembaga agama Hindu bali menyetujui penghapusan Masatia, diberitahu kepada raja tanggal 12 Oktober bahwa Mesatia yang akan ditentang keras oleh pemerintah. Untuk itu tanggal 17 nanti kepala biro Urusan Pribumi akan datang ke Tabanan untuk membicarakan lebih jauh masalah ini. Tetapi, karena para janda itu secara sukarela sudah diajukan sebelumnya yakni tanggal 29 september, dan tanggal 2 oktober sudah diberikan izin/pengesahan maka menurut Raja masalah itu tidak dapat ditinjau kembali mengingat bahwa hal tersebut sudah disetuji oleh para janda-janda raja.
Pemerintah tidak sependapat dengan alasan ini, dan masih mencoba mengubah jalan pikiran raja dengan cara mengirimkan dua kapal perang. Raja mengahargai itu, tetapi toh tanggal 25 Oktober mesatia tetap berlangsung. Gubenur Jendaral menyatakan kekecewaan kepada Raja tentang keajaiban itu, dan sehubungan dengan pengangakatannya sebagia pengemudi pemerintahan (raja) dan sehubungan dengan keputusan pemerintah tentang pengangktan sebagai raja melalui akte-akte dan pengesahan yang berhubungan dengan hal itu, maka dengan mempertimbangkan pada peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, dia (Raja) dituntut:
1. Menggadakan perjanjian, juga bagi pengganti-pengantinya untuk menghapus adat mesatia dan tidak lagi mengizinkan janda-janda, juga anggota keluarga lainnya untuk ikut membakar diri mesatia bersama-sama dengan jenazah suaminya.
2. Mengirim utusan, seorang atau lebih, dari keluarga terdekat untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada Gubenur Jenderal, dengan ketentuan bahwa jika dia tidak mampu memenuhi tuntunan ini, kekuasaan Raja akan dicabut dan sepanjang dianggap perlu akan diasingkan dari daerahnya.
Kemaunan pemerintah telah dijawab Raja, meskipun dengan berbagai dalih mencoba untuk tidak mengirimkan seorang utusan. Perjanjian di atas telah disetujui dan disahkan melalui keputusan pemerintah tertanggal 10 Maret 1904 No. 1 yang dituangkan dlam akte pengakuan dan kemudian akan disampaikan kepada raja. Walaupun raja Badung membatah, tetapi dari berbagai pihak diterima laporan yang secara jelas mengatakan bahwa di tengah perselisihannya dengan Tabanan, dia sama dengan Raja Klungkung mendorong Raja Tabanan agar Bangkit menentang Gubernemen Belanda. Dengan ini pemerintah Hindia Belanda yakni bahwa permasalahan di Tabanan tidak akan bisa diselesaikan dengan baik, sepanjang usaha untuk menghapus mesatia tidak ditetapkan di kerajaan-kerajaan lainnya di bali. Hali ini merupakan masalah yang mendesak untuk segera diselesaikan, sebab di Klungkung, jenazah Raja meninggal tanggal 25 Agustus 1903 yang lalu harus di-aben, dan menurut kabar yang santer terdengar, 6 jandanya sudah menyatakan bersedia untuk melakukan mesatia (Henk Schulte, 2007: 2-3)

Alasan kerajaan Tabanan dan Klungkung menolak adanya mesatia karena banyak terjadi persimpangan antara pihak Belanda dan Raja-raja yang sedang berkuasa. Kebanyak raja menolak dengan alasan bahwa hukum mesatia bagi janda-janda dianggap sebagai sebuah tradisi yang tidak lepas dari pengaruh panca sradah yang digunakan sebagai dasar umat hindu bahwa atma manusia akan bersatu dengan tuhan apabila sudah dilakukan upacara ngeben tersebut maka janda-janda dari Raja banyak yang menjadi sukarelawan mendampingi kepergian suaminya. Hukum ini berlaku diseluruh kerajaan bali tetapi banyak raja yang tidak sependapat dengan hal tersebut sehingga walaupun sudah dilakukan perjanjian dengan Lembaga agama Hindu tetap saja masih ada sukarelawan Janda raja yang mesatia. Dengan demikian mesatia merupakan hal yang paling dibenci oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda dengan alasan bahwa hal itu bisa merugikan orang lain, sehingga dibuat suatu aturan oleh pemerintah toh aturan itu masih bisa di langgar juga .

• Analisis Data
a) Aktor/raja
Jika dilihat dari data diatas di mana yang berperan adalah raja Tabanan yaitu alih waris yang sahg adalah Gusti Ngurah Rai yang mengantikan kedudukan ayahnya dengan persetujuan dan pengesahan Gubernur Jenderal lewat akte nama Gusti Ngurah Agung, jika dianalisis data diatas menjelaskan bagaimana raja Tabanan tetap menggunakan hukum mesatia sebagai hukum/aturan yang digunakan oleh sebagaian besar masyarakat karena menurut hkum agama hal itu tidak bisa dilarang karena sudah berada pada ajaran agama yaitu lima keyakinan umat hindu (panca sradah) diantaranya termasuk mesatia merupakan ritual keagamanan yaitu punarbawa.
b) Kondisi
Dengan melihat fenomena yang ada maka Gubernur berinsiatif tetap melakukan perjanjian kepada raja-raja dengan harapan bahwa hal mesatia walaupun tidak bisa dilarang setidaknya dengan kondisi bahwa situasi kerajaan yang tidak memungkinkan lagi untuk tetap menjalankan hukum mesatia, karena banyak terjadi konflik yang disebabkan oleh hal tersebut, kondisi inilah yang membuat terjadi ketegangan antar raja-raja yng melakukan perjanjian dengan belanda



c) Situasi
Situasi yang dihadapi raja-raja Tabanan dan Klungkung yang terus terdesak oleh Gubenur Jendral yang menginginkan penghapusan mesatia tetapi situasi yang membuat raja-raja tidak setuju dengan hal itu. Oleh karena ada pemeberian kapal yang dilakukan oleh Gubernur yangh mengutus salah seorang untuk mengontrol mesatia tetapi tidak bisa, situasi inilah yang membuat raja semakin bersandiwara bahkan melakukan perjanjian setiap tahun yang harus dibuat oleh pemerintah.






















DAFTAR PUSTAKA
Henk Schulte Nordholt,dkk.2007.seabad Puputan Badung perspektif belanda dan Bali. Bali: KITLV Jakarta dan Fakultas sastra universitas Udayana

KISAH GADIS KAMPUS

Seorang perjuangan gadis yang hidup di rantau orang yang dengan penh semangat baru,dia sosok gadis yang tinggal kost dengan seorang teman dan sekarang masih menjalankan atifitasnya sebgai mahasiswa......... fakultas keguruan dan ilmu pendidikan di universitas tadulako palu....kisah ini berawal disuatu masa yang disebut anak baru. anak baru yang kuliah di palu hanya bermodalkan keberanian dan juga berbekal pengetahuan yangs sangat minim berani menempuh jalan yang dilalui berhari-harid dengan seorang dosen di Fisip. sangat kurang teman bahkan selama kuliah tidak ada teman yang ia kenal, hanya bisa duduk dan merenung......

GURITA PERJALANAN HIDUP ANAK KAMPUS

Keehidupan anak kampus bag-sebagian besar orang mengira hanya 4 K (kampus, kost,kampung, kaktus)hal itu bagi penulis tidak berati dimana gurita kehidupan anak kampus bagai perjalanan ketika melewati kampung halaman yang penuh dengan lika-liku, serta belak-belok yang sedemikian panjang kita lalui. tapi dengan semangat dan doa serta harapan perjalanan yang selama ini hanaya sebatas alusinasi saja. kampus........kampus merupakan tempat penulis meraih ilmu dan juga pengalaman sejuta makna yang memang ada didalamnya. kampus bukan hanya sebagai tempat menimbang ilmu bhakan lebih sebagai pijakan kaki saat ingin mendapat tempat yang lebih baik. perjalanan anak kampus membawa kita pada cerita sinetron SMA (remaja) kepompong yang mana sebagian besar anak kampus di anggap bisa mandiri dalam segasla hal yang berkaiatan dengan makan hanya mie goreng setiap saat kena maag, tidak membuat aku merasa rendah diri melainkan dengan kelemahanku aku jadikan kelebihanku, hanya dengan berbekal kemauan yang diajarkan oleh mama akngkatku selama dikost yaitu Fate seorang mahasiswa Jurusan pendidikan Ilmu pengetahuan sosial prodi sejarah yang menhgajarakan aku harus bisa lepas ketergantungan. serta bapak sekaligus kakak bagiku saat susah maupun senang selalu membantu dan memberikan aspirasi bagiku.....

Cinta mereka berdua yang membuat aku menbuat tulisan Gurita perjalanan kampus yang bisa dijadikan sebuah gambaran bagi teman-teman mahasiswa.... mahasiswa merupakan orang yang memiliki intelektual tinggi sebagaimana orng menggangap bahwa itu benar...keberhasilan ku menjalani hidup selama 3 semester tdak lepas juga dari dukungan orang tua ku yang selalau menanyakan kabarku, bahkan aku sempat 11 bulan baru bisa melihat kedua orang tuaku yang ada dikampung.....kampung halaman yang tercinta yang telah membesarkanku dan membuat aku menjadi seorang seperti sekarang ini. ohhhh mama....ohhhh papa........ desis batinku ketika libur telah tiba....tapi aku yang hanya anak seorang supir taksi bahkan ibuku hanya ibu rumah tangga mampu mebiaya hidupku dan kuliahku.....berkat kegigihan serta doa mereka yang selalu di panjatkan tak heti-hentinya ketika mama menelponku dan menanyakan kabarku.....aku selalu bila baik, tapi benakku sakit rasanya saat kebohongan terucap dari bibir tipisku yang penuh pengharapan agar mereka senang..hidup adalah sebuah keindahan yang kita dapatkan di dunia ini, selain kehidupan cinta kasih, dan juga penghargaan selalu ini ku berikan untuk orang tuaku saat liburan yang lalu aku membuat sejarah baru dalam hidupku sendiri ketika tim Pusat penelitian Sejarah (PusSEJ) melakukan pnelitian sejarah perempuan kemorowali aku bisa bertemu dengan Bupati Morowali bahkan sampai berfoto bareng dengan istri tercinta di Rumah Jabatan Bupati di Lemo.

inilah gurita perjalan hidupku........semoga dengan limpahan rahamt Ida sang Hayang Widhi hamba mendapat keselamatan sebgai anak kampuSSSSSSSSSSSSs

Sabtu, 06 Maret 2010

masyarkat urbanisasi perkotaaan

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Masalah

Dalam masyarakat modern sering di bedakan antara masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan. Dimana masyarakat perkotaan atau rural community dan masyarakat pedesaan atau urban community. Berbicara mengenai masyarakat perkotaan kita mengalami kesulitan dalam memberikan batasan apa sebenarnya yang dimaksud dengan masyarakat perkotaan. Bisa saja kita berpendapat bahwa semua tempat dengan kepadatan pendudukan yang tinggi merupakan masyarakat perkotaan. Namun banyak pula daerah yang berpenduduk padat ridak dapat digolongkan ke dalam masyarakat perkotaan. Bila kita lihat dari segi pengertian, yang dimaksud dengan masyarakat perkotaan atau urban communitti adalah masyarakat kota yang tidak tertentu jumlah penduduknya. Tekanan pengertian kota terletak pada sifat serta ciri kehidupan yang berbeda dalam masyarakat pedesaan (soerjono soekanto, 2002:155).
Di mana masyarakat perkotaan mempunyai pandangan berbeda dengan masyarakat pedesaan. Mereka memandang penggunaan kebutuhan hidup berdasarkan dengan pandangan masyarakat sekitarnya. Misalnya kalau menghidangkan makanan yang diutamakan adalah bahwa makanan yang dihidangkan dapat memberikan kesan bahwa yang menghidangkannya mempunyai kedudukan social yang tinggi. Dari sini dapat kita bahwa masyarakat perkotaan, makanan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan social. Demikian pada soal pakaian, selanjutnya terdapat beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat perkotaan sebagai berikut:
1. Kehidupan keagamaan berkurangbila di bandingkan dengan kehidupan agama di desa, mungkin adanya cara berfikir yang rasional yang di hubungkan dengan realitas.
2. Masyarakat perkotaan umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain, individualitas. Di kota kehidupan keluar sukar disatukan, oleh karena perbedaan kepentingan.
3. Pembagian kerja pada masyarakat perkotaan juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas nyata.
4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak di peroleh warga kota dari pada warga desa.
5. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya di anut masyarkat perkotaan, menyebabkan interaksi, yang terjadilebih di dasarkan pada factor kepentingan dari pada factor pribadi.
6. Jalan kehidupan yang cepat di kota, mengakibatkan pentingnya factor waktu.
7. Perubahan social tampak dengan nyata dikota-kota, karena kota biasanya terbuka dalam menerima pengakuh luar.
Masyarakat kota tidak terlepas dari proses urbanisasi, dapat dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan. Dimana menurut soerjono soekanto urbanisasi adalah suatu proses perpindahnya penduduk dari desa ke kota (2002:157).
Ada beberapa hal mengapa masyarakat pedesaan mau melakukan urbanisasi ke kota:
I. Adanya anggapan oleh masyarakat pedesaan bahwa di kota banyak pekerjaan serta banyak penghasilan.
II. Di kota lebih banyak kesempatan mendirikan perusahan industry dan lain-lain.
III. Kelebihan modal di kota lebih banyak dari pada di desa.
IV. Pendidikan lebih banyak di kota.
V. Kota merupakan suatu tempat yang lebih menguntungkan untuk mengembangakan jiwa dengan sebaik-baiknya dan seluas-luasnya.
VI. Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi.
Terkait hal di atas tersebut mengakibatkan biasanya terjadi urbanisasi yang besar. Namun, urbanisasi yang terlampau banyak tidak teratur mengakibatkan kerugian pada kota, dan berdampak pada masyarakat perkotaan tersebut. Dimana terjadi pengangguran yang pada akhirnya mengakibatkan meningkatnya tuna karya, tuna susila dan kelaparan sehingga berujung pada kriminalitas. Selain itu, terjadi dampak dibidang kesehatan, dimana orang-orang tinggal bersempit-sempit baik dalam lingkungan masyarakat maupun dalam lingkungan keluarga yang tidak memenuhi persyaratan social maupun kesehatan.


II. Rumusan Masalah
Dari penjelasan di atas maka kita bisa membuat sebuah rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan perkotaan di daerah tempat tinggal?
2. Mengapa terjadi perbedaan kelas di setiap kota?
3. Apa penyebab adanya urbanisasi?


III. Tujuan dan Manfaat
Berkaitan dengan rumusan masalah diatas, penulis membuat makalah tersebut guna untuk :
1. Untuk mengetahui dan memahami latar belakang urbanisasi
2. Untuk menjelaskan perubahan social dalam perbedaan kelas
3. Untuk mengembangkan potensi yang ada di perkotaan


















BAB II
PEMBAHASAN

Mengenai terbentuknya kota atau adanya masyarakat perkotaan/urbanisasi mungkin di lihat dari adanya peluang kerja atau terbukanya lapangan pekerjaan yang bisa menambah penghasilan serta meningkatkan status social yang ada. Dengan hal tersebut maka dapat di cari sebuah analis yang dapat memudahkan terjadinya urbanisasi dalam sebuah daerah/kota. Khusus untuk perkembangan kampong dan akan menjadi kota adalah kampong-kampung yang memang sudah melakukan pemekaran, kita bisa lihat contoh kecil yang ada di Sulawesi Tengah mengenai terbentuknya masyarakat kota yang di arahkan pada Kota colonial seperti di Poso karena dibangun oleh seorang arsitek perkotaan belanda bernama Sagumski. Di mana dalam kajian kota yang telah melihat kajian kota harus mengacu pada perkembangan ekologi kota, tranformasi social ekonomi, sisitem social, problemetika social, dan mobilitas social. Bagi kota Poso yang dibangun pada paruh terakhir abad ke -18 harus mengacu kepada hubungan antara masyarakat secara structural baik lembaga-lembaga masyarakat, maupun hubungan kategorikal antara etnis-etnis yang ada. Dengan demikian, A.C. Kruyt hanyalah salah satu dari kategori social yang ahrus dihubungkan dengan kategori social lainnya seperti masyarakat kerajaan Poso dan komunitas lainnya di wilayah pesisir Mapan. Kota Poso berubah menjaadi kampung-kampung tradisional sebagai rural yang menjadi penopang munculnya kota sebgai urban dengan kata lain kota colonial atau tempatnya pemerintah hindi belanda sejak tahun 1905 hingga 1942 memberikan nuasa klasik. Adanya kota jika di tandai dengan dibangunnya beberapa bangunan yang megah yaitu gereja, rumah kontrolir, lapangan atau alaun-alu, pasar, serta jalan yang sudah rapi yang di tumbuhi dengan pohon-pohonsepanjang jalan serta parit. Adanya sumber daya penduduk sangat penting artinya dalam setiap pelaksanaan kerja pembangunan sampai pada tingkat pembangunan desa, seperti pengaspalan jalan, pembuatan irigasi, pembangunan rumah-rumah ibadah dan lain-lain (syaker mahid, 2009:157-161)




1. Latar belakang urbanisasi
Adanya suatu hubungan antara satu dengan yang lain menjelaskan bahwa dalam melaksanakan urbanisasi memerlukan suatu perubahan yang memang ada jangka waktunya yaitu dengan adanya industri dalam sebuah kota, dimana industri memberikan peluang kerja yang besar bagi setiap masyarakat. Masyarakat kota merupakan masyarakat yang memiliki rasa individualisme serta rasa feodal yang tinggi. Contoh palu sebagai kota administrative berlaku berdasarkan peraturan pemerintah nomor 8 tahun 1979 tanggal 2 Juli 1994 berlandaskan pada undang-undang nomor 4 tahun 1994. Pada saat ini kotamadya tingkat II palu terdiri atas empat kecamatan tersebut kota administrasif palu terdiri atas 28 kelurahan dan masih 8 desa. Kota palu sebagai kota baru terealisasi pada tahun 2000 lalu dan lengkap dengan DPRD-nya.
Ada beberapa hal mengapa masyarakat pedesaan mau melakukan urbanisasi ke kota:
1. Adanya anggapan oleh masyarakat pedesaan bahwa di kota banyak pekerjaan serta banyak penghasilan.
2. Di kota lebih banyak kesempatan mendirikan perusahan industry dan lain-lain.
3. Kelebihan modal di kota lebih banyak dari pada di desa.
4. Pendidikan lebih banyak di kota.
5. Kota merupakan suatu tempat yang lebih menguntungkan untuk mengembangakan jiwa dengan sebaik-baiknya dan seluas-luasnya.
6. Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi.
Terkait hal di atas tersebut mengakibatkan biasanya terjadi urbanisasi yang besar. Namun, urbanisasi yang terlampau banyak tidak teratur mengakibatkan kerugian pada kota, dan berdampak pada masyarakat perkotaan tersebut. Dimana terjadi pengangguran yang pada akhirnya mengakibatkan meningkatnya tuna karya, tuna susila dan kelaparan sehingga berujung pada kriminalitas. Selain itu, terjadi dampak dibidang kesehatan, dimana orang-orang tinggal bersempit-sempit baik dalam lingkungan masyarakat maupun dalam lingkungan keluarga yang tidak memenuhi persyaratan social maupun kesehatan.



2. Perubahan social dalam Perbedaan Kelas
Dengan adanya urbanisasi dari desa ke kota yang menyebabkan munculnya beberapa perbedaan kelas social, maka terjadilah kelas social mungkin dari segi etos kerja, ilmu pengetahuan, struktur kemasyarakatan, suku bangsa, agama, pendidikan. Dalam hal ini perbedaan tersebut sangat menonjol yang kita temukan dalam masyarakat perkotaan, mungkin hal inilah menjadi daya saing dalam kelas-kelas social.
Contoh masyarakat kota elit seperti anggota dewan, gubenur dan lain-lain ini merupakan kelas social yang membedakan dari yang lainnya mungkin dari segi pakian, bahasa, pengetahuan, cara bicara, tingkah laku, dan juga ekonomi atau keuangan.

3. Potensi yang ada di perkotaan
Potensi yang ada di perkotaan sangat banyak yakni daris segi pariwisata yang membuta terjadinya urbanisasi. Pariwisata merupakan perpindahan sementara yang dilakukan manusia dengan tujuan keluar dari pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya. Berbagai aktivitas dilakukan selama mereka tinggal di tempat yang di tuju dan fasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang konkrit dalam mengembangkan daerah dan negara secara umum. Sedangkan ekonomi dalam artian dapat saling mempengaruhi antara pariwisata dan perkembangan ekonomi yang ada sekarang ini. Seperti halnya ekonomi yang ada di daerah Pasangkayu, ternyata dibalik potensi agrarisnya memiliki potensi wisata pantai teluk yang cukup memikat hati yang lewat di di jalan yang langsung berhadapan dengan pantai.
Meskipun pariwisata menyentuh berbagai aspek kehidupan masya¬rakat seperti politik, hukum, keamanan, dan sebagainya, dampak pariwisata terhadap masyarakat dan daerah tujuan wisata yang banyak mendapat ulasan adalah dampak terhadap sosial-ekonomi, dampak terhadap sosial budaya, dan dampak terhadap lingkungan.
Dampak pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi masya¬rakat lokal dapat dikategorikan menjadi delapan kelompok besar (Cohen 1984), yaitu:
1. Dampak terhadap penerimaan devisa
2. Dampak terhadap pendapatan masyarakat
3. Dampak terhadap kesempatan kerja
4. Dampak terhadap harga-harga
5. Dampak terhadap distribusi manfaat/keuntungan
6. Dampak terhadap kepemilikan dan kontrol
7. Dampak terhadap pembangunan pada umumnya, dan
8. Dampak terhadap pendapatan pemerintah.
Pariwisata dipandang mampu menghasilkan angka pengganda yang tinggi, melebihi angka pengganda pada berbagai kegiatan ekonomi lainnya. Pariwisata telah memberikan devisa yang cukup besar bagi berbagai negara, dan bagi beberapa negara/daerah, pariwisata telah menjadi penghasil devisa terbesar. Bagi Indonesia, peranan pariwisata juga sangat besar. Devisa yang diterima secara berturut-turut pada tahun 1996, 97, 98, 99, dan 2000 adalah sebesar 6,307.69; 5,321.46; 4,331.09; 4,710.22; dan 5,748.80 juta dollar AS (Santosa 2001).
Inilah bukti bahwa dengan adanya lapangan pekerjaan yang di dapat di kota menyebabkan arus urbanisasi bertambah banyak menyebabkan terjadi pertumbuhan penduduk. Serta adanya dorongan untuk melakukan perjalanan urbanisasi, tempat tujuan urban biasanya adalah tempat yang mampu menghasilkan pendapatan serta etos kerja dan juga memperoleh kebutuhan yang di inginkan.












BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam masyarakat modern sering di bedakan antara masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan. Dimana masyarakat perkotaan atau rural community dan masyarakat pedesaan atau urban community. Berbicara mengenai masyarakat perkotaan kita mengalami kesulitan dalam memberikan batasan apa sebenarnya yang dimaksud dengan masyarakat perkotaan. Bisa saja kita berpendapat bahwa semua tempat dengan kepadatan pendudukan yang tinggi merupakan masyarakat perkotaan. Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat, sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat. Bahkan pariwisata dikatakan mempunyai energi dobrak yang luar biasa, yang mampu membuat masyarakat setempat mengalami metamorpose dalam berbagai aspeknya. Dampak pariwisata terhadap masyarakat kota merupakan wilayah kajian yang paling banyak mendapatkan perhatian dalam literatur. Namun pembahasan lebih terfokus pada dampak terhadap masyarakat kota, sedangkan dampak pariwisata terhadap wisatawan dan/atau negara asal wisatawan belum banyak mendapatkan pembahasan, hal ini lah yang menjadi bukti dalam mencari urbanisasi masyarakat yang ada dari desa ke kota disebabkan beberpa hal:
A. Menambah ilmu pengetahuan
B. Perbaikan taraf hidup
C. Adanya factor pendorong seperti dorongan pendidikan
D. Ingin menambah wawasan tentang cara berpikir
E. Ingin mengetahui tentang adanya teknologi baru (inovasi)
F. Memperluas lapangan pekerjaan
G. Adanya dorongan penarik minat seperti adanya kesenian





B. Saran
Dengan melihat fenomena di atas dapat di ambil sebuah saran marilah kita sebagai generasi penurus bangsa menjadikan sebuah Negara atau bangsa serta kota sebagi temapt persinggahan suatu pengetahuan atau pemahaman mengenai nilai-nilai budaya yang kita tniggalkan serta sejarahnya sendiri kata bung karno. Agar dala suatu tempat yang kita kunjungi atau kita datangi baik untuk berwisata maupun urbanisasi perlu meninggalkan sesuatu untuk generasi muda kita yang lebih bermanfaat.

KABUPATEN BANGGAI

Kabupaten Banggai dengan ibukota luwuk memiliki luas wilayah sekitar 9.672,70 km2, secara administratif merupakan salah satu kabupetan di provinsi Sulawesi Tengah yang terbagi atas 13 kecamtan dengan 234 dea dan 23 kelurahan. Dilihat dari posisinya, kabupaten Banggai terletak antara 12202”-125003” bujur timur dan 0030” lintang selatan, dengan batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah utara : berbatasan dengan teluk Tomini
Sebelah timur : berbatasan dengan laut Maluku
Sebelah selatan : berbatasan dengan kabupaten Banggai Kepulauan
Sebelah barat : berbatasan dengan kabupaten Poso atau kabupaten Morowali
Wilayah kabupaten Banggai terbagi atas 13 kecamatan yaitu:
Nama kecamatan luas/km2 Ibukota Kecamatan
1. Toili 1.107,23 Cendana Pura
2. Toili Barat 868,39 Sidang Sari
3. Batui 1.391,33 Batui
4. Bunta 822,69 Bunta
5. Nuhon 1.107,00 Tomeang
6. Kintom 518,72 Kintom
7. Luwuk 334,71 Luwuk
8. Luwuk Timur 399,99 Hunduhon
9. Pagimana 1.102,78 Pagimana
10. Boalemo 855,00 Boalemo
11. Lamala 445,66 Bone Bobakal
12. Masama 232,64 Tageban
13. Balantak 486,56 Balantak
Penduduk kabupaten Banggai pada tahun 2007 tercatat sebanyak 294.033 jiwa yang terbagi atas laki-laki 147.359 dan perempuan 146.647 jiwa, dengan kepadatan penduduk 30 jiwa r km2. persentase pemeluk agama di kabupaten Banggai; agama islam sebesar 77.05%, Kristen 14.11%, katolik 1.69%, hindu 6.44%, budha 0.51%.Iklim kabupaten Banggai dipengaruhi oleh dua musim secara tetap yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Curah hujan disatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan geografi dan perputaran atau pertemuan arus udara. Curah hujan bervariasi antara 0.884 milimeter sampai dengan 3.386 milimeter pertahun. Sementara suhu udara berkisar antara 190-330 Celsius dengan tingkat kelembaban itu diatas rata-rata 45-87%. Penduduk kabupaten ini mendiami dan terseber pada 13 kecamatan yang terdiri dari berbagai suku Bangsa dan etnik, suku bangsa asli yang mendiami sebagian wilayah ini adalah suku saluan, balantak, dan suku banggai. Suku saluan kebanyakan mendiami wilayah pantai bagian utara, barat, dan sekitar Luwuk sebagai ibukota kabupaten Banggai, sedangkan suku bangsa Balantak mendiami pantai sebelah timur.
Sebagai salah satu daerah tujuan wisata kabupaten Banggai memiliki sarana wisata penunujang yang cukup memadai seperti penginapan atau hotel, restoran atau rumah makan, BPW, listrik, telepon, bank serta transportasi darat dan laut. Kabupaten Banggai dapat dicapai melalui darat, laut dan udara. Sebagai kabupaten yang sebagian besar wilauyahnya yang terletak dibagian pesisir pantai yang membuat sarana perhubungan laut memegang peranan penting. Jarak ibu kota provinsi (Palu-Luwuk) 610 Km.
Dikawasan ini terdapat beberapa obyek wisata yang cukup menarik misalnya: suaka maraga satua, bangkir ria, pantai kilo lima. Dan apnoroma salodik.

Seni Budaya

Seni tari
Tari Tontilaa adalah tari tradisional yang mengungkapkan rasa kegembiraan masyarakat atas lahirnya seorang putra mahkota.

Tari Landea saluan adalah tari yang mengambarkan rasa persatuan dan kesatuan dimana gerak tari ini dirangkum sebagai tari kehormatan pada acara penyambutan
.
Tari Putri Balantak adalah tarian yang mengambarkan keagungan gadis-gadis balantak yang menurut sejarah adalah keturunan bangsa portugis

Seni Musik
Musik jeppeng, musik gambus, pandanga, unik musik, bamboo, tumpek, musik bali, Ummpos atau cakalele, pandangan, musik keroncong, musik Reog.

Obyek dan Daya Tarik Wisata

Suaka Margasatwa Bangkiriang
Merupakan areal suaka margasatwa yang luasnya sekitar 3. 500 hektar, lokasi ini telah dijadikan sebagai perlindungan akibat satwa langka burung Maleo yang populasinya terbanyak di Sulawesi, hal ini dikaitkan dengan cerita rakyat bahwa burung Maleo berasal dari Bangkiriang. Setiap tahun ada upacara khusus tentng pengambilan telur Maleo, tidak diperkenankan mengambil telur Maleo sebelum diupacara adatkan. Siapa yang melanggaran dihukum menurut adapt dan akan mendapat kutukan, berupa penyakit bila makan telur Maleo sebelum diupacarakan. Upacara tersebut dalam bahasa adat Banggai dikenal dengan nama upacara adat tumpe. Lokasi: desa Batui, 70 km dari Luwuk.

Suaka Margasatwa Pati-Pati

Suaka Margasatwa ini memiliki areal 198 hektar sebagai tempat pelestarian dan pengembangbiakan satwa langka seperti rusa, anoa, babi rusa, dan burung maleo. Di dalam areal ini juga dapat dijumpai berbagai jenis burung endemic sulawesi sehingga menarik minat untuk melakukan bird watching, areal ini juga memiliki panorama yang indah sehingga menarik untuk dikunjungi. Lokasi desa pati-pati, luwuk dapat dijangkau dengan menggunakan segala jenis kendaraan,jaraknya 30 km sebelah utara dari kota Luwuk.

Air Panas Uwedaka

Obyek wisata ini merupakan tempat rekreasi air panas alam yang memiliki panorama yang indah. Lokasi: desa Uwedaka, kecamatan pagimana ± 50 km dari Luwuk dan dapat dijangkau dengan segala jenis kendaraan.


Pemandian Salodik

Pemandian alam dengan air luncur yang bersusun serta memiliki panorama alam yang indah. Terletak pada ketinggian 600 meter di atas permukaan laut. Dari puncak Salodik pengunjung dapat menikmati keindahan alam teluk Tondok (Pagimana). Pada zaman Belanda tempat ini merupakan tempat peristirahatan para pembesar Belanda, mereka mendirikan pasanggrahan namun sekarang tinggal bekas-bekasnya saja. Selain itu pengunjung dapat pula menikmati matahari terbenam. Obyek wisata ini dikelola oleh pemerintah daerah setempat. Lokasi: Desa Salodik ± 20 km sebelah utara Kota Luwuk dan dapat dijangkau dengan menggunakan segala jenis kendaraan.

Jumat, 05 Maret 2010

DIVISI INFOKOM UPHDM-UNTAD 2010-2011

 KOORDINATOR : KOMANG TRIAWATI A 311 08 047
 ANGGOTA : NI WAYAN MURNIASIH A 311 08 002
 ANGGOTA : NI WAYAN LINAWATI A 09
 ANGGOTA : NI LUH GEDE SUDEWIYANI A 411 09 009
 ANGGOTA : I PUTU YUSTANA JAYA
 ANGGOTA : NYOMAN SUARTANA

PROGRAM KERJA DEVISI INFOKOM PERIODE 2010-2011
1.Jangka Pendek
1. Melakukan diskusi dan evaluasi yang melibatkan seluruh mahasiswa UPHDM dalam setiap 2 minggu sekali.
2. Mengusulkan kepada birokrasi dalam hal pengadaan mading
2. Jangka Menengah
1. Lomba artikel yang melibatkan seluruh mahasiswa UPHDM-UNTAD
2. Mempverifikasi Email UPHDM-UNTAD.



JADWAL PROGRAM KERJA DIVISI INFOKOM UNTAD
PERIODE 2010-2011
UNIT PENGKAJIAN HINDU DHARMA MAHASISWA (UPHDM-UNTAD)
UNIVERSITAS TADULAKO

Tahun (2010-2011):

NO PROGRAM KERJA WAKTU PELAKSANAAN TARGET SASARAN PELAKSANA KET
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Diskusi mingguan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 45 Mahasiswa UPHDM Div. Infokom
2 Pelatihan Internet √ √ √ √ 3 Mahasiswa UPHDM Div. Infokom
3 Pelatihan membuat Artikel √ √ √ 3 Mahasiswa UPHDM Div. Infokom
4 Majalah dinding √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9 Mahasiswa UPHDM Div. Infokom
5 Mempverifikasikan Email/FB UPHDM



MOTTO DIVISI INFOKOM UNTAD:

Jalan selalu melihat sesuatu itu sebelah mata
Tapi jalani hidup dengan senyum
“kalau bukan sekarang kapan lagi, kalau bukan kita siapa lagi”

Om shanty-shanti-shanti om

Serba-serbi Sejarah Lokal: Ketong Pusat Kebijakan Lokal KOMANG TRIAWATI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejalan dengan perkembangan zaman mengenai masalah yang mengatur tentang kebijakan lokal yang sering kita dengar di masyarakat merupakan kajian sosial dan analisis yang patut kita teladani dalam mengendalikan nilai-nilai atau norma serta aturan yang berlaku. Dengan demikian, maka akan muncul suatu peluang kerja serta keputusan yang valid bila ada musyawarah atau mufakat yang telah disepakati. Dalam tataran demikian akan muncul sebuah fenomena baru yang penting mengenai hal itu, untuk memudahkan mengenal, memahami, mengatur, masalah-masalah yang ada dalam desa tersebut. Judul ini mengangkat mengenai “Serba-serbi Lokal :Ketong Pusat Kebijakan Lokal” ini diambil dari hasil penelitian yang penulis dapat dilapangan mengenai kebijakan-kebijakan yang selalu mengarah pada satu arah saja, apapun hasil dari kebijakan tersebut intinya tetap disesuai berdasarkan keputusan yang telah disepakati oleh para anggota dewan atau tokoh adat yang ada di desa tersebut. Desa merupakan suatu penduduk yang terterpencil yang berada disuatu wilayah tertentu yang biasanya jauh dari tempat keramaian. Desa sebagai wilayah yang diatur melalui perangkat-perangkat serta batas wilayah sesuai dengan kekuasan yang dimiliki oleh pemerintah dalam mengembangkan tugasnya sebagai abdi pemerintah. Kemudian beranjak dari hal tersebut maka kategori desa,dapat dilihat dalam Undang-undang atau peraturan perundangan-undangan.
Menurut para ahli Boeke dan Vergouwen yang mengatakan, terbentuknya Desa karena adanya sub-subklen, dan ikatan keagamaan sebagai pemersatuannya. Perkembangan Desa, pertambahan penduduk di daerah pedesaan terus meningkat secara jumlah baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Sehingga wilayah satuan desa terus bertambah seiring berjalannya pertumbuhan dalam suatu daerah atau lokasi tertentu. (Awan Mutakia,1998: 35) Maka terbentuknya desa juga di atur dalam undang-undang serta Peraturan Daerah (Perda) yang berlaku, oleh karena itu banyak perubahan yang terjadi apabila desa tersebut dekat dengan kecamatan yang memudahkan terjadinya arus tranportasi, inilah dampak yang akan di timbulkan apabila suatu wilayah yang dijadikan sektor andalan dalam kecamatan dilihat dari segi; pembangunan desa, irigasi maupun sistem keamaan yang ada disana. Desa Ketong memiliki potensi sumber daya alam yang besar seperti bidang pertanian, perkebunan, bahkan dalam bidang kelautan (nelayan) juga memiliki potensi yang sangat besar tetapi sumber daya manusia belum memadai, Ketong dekat dengan ibu Kota kecamatan Malei membawa dampak besar dalam segi pembangunan desa seperti sekolah, masjid, rumah adat bahkan rumah-rumah penduduk akibat adanya masyarakat tradisional yang masih melekat di desa ini serta suku asli masih menjadi pemegang kekuasaan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi maupun dalam bidang-bidang yang lainnya. Sehingga bahan-bahan yang ada di Ketong banyak di kirim ke Malei serta hasil-hasil yang ada di Ketong juga berpengaruh besar di daerah lain seperti Manimbaya, Rano, Kamonji, Malei dan Walandano. Inilah hal yang sangat menarik mengenai judul ini kebijakan yang ada antar desa selalu dibicarakan di Ketong, karena Ketong merupakan pusat untuk mendapatkan kata mufakat, musyawarah dan hal-hal lain mengenai masyarakat setempat. Terbentuk masyarakat desa, ada sejumlah prinsip, nilai dan norma yang membuat warga desa terikat sehingga merupakan kesatuan hidup bersama. Kesatuan hukum yang dimiliki oleh masyarakat (pribumi) itu sendiri, misalnya, (1) kesatuan dari aturan adat yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarkat itu sendiri yang memiliki karakteristik dasar tradisional; (2) kesatuan hukum yang didukung dan merupakan kesepakatan umum dari sebagian besar warga masyarakat desa. Hal yang paling luar biasa yang ada di Ketong ketika ingin mengambil sebuah kebijakan semua harus di Ketong hal ini disebabkan karena Ketong dijadikan pusat kerajaan, serta Magaunya sekarang tinggal di Ketong Dusun dua, sehingga apapun keputusan yang terjadi di tiap desa seperti Manimbaya, Rano, Kamonji harus melakukan musyawarah di Ketong dulu karena disanalah struktur kerajaan terbentuk.
Desa Ketong berada di kecamatan Balaesang Tanjung yang merupakan kecamatan yang terbentuk pada tanggal 30 Nopember 2009, yang baru diangkat Camat Balaesang Tanjung sekitar 2 bulan menjabat sebagai camat sangatlah sulit kerana banyak masalah yang dihadapi oleh para pemerintah dn struktur camat yang ada , serta kecamatan ini di ajukan ke pemerintah sejak tahun 2003 dan di angkat menjadi kecamatan pada tahun 2009, kerja keras masyarakat sekitar serta ada 7 tokoh yang berperan, pada saat pembentukan kecamatan diantara ke 7 tokoh itu antara lain bapak Intje iya Sosorang yang memperjuangkan segenap tenang materi serta pikirannya agar bisa menjadi kecamatan dan para tokoh lainnya yang ikut berjuang. Hal itu berhasil tercapai selama 5 tahun di perjuangkan, akhirnya menjadi kecamatan, tetapi sayang setelah di sahkan menjadi kecamatan terjadi konflik antara desa Ketong dan Malei, yang memang menurut pemerintah ada tiga desa yang dianggap layak menjadi kecamatan antara lain desa Ketong, desa Malei dan desa Kamonji yang di anggap layak menjadi kecamatan. Tetapi setelah diseleksi menjadi syarat kecamatan dalam 15 point, ada 3 desa tersebut yang berhak di kategorikan kecamatan antara lain desa Ketong mendapat 14 point, desa Malei 9 point, dan Kamonji sendiri 3 point, tetapi yang berhak adalah 2 desa yang memenuhi syarat yaitu desa Malei dan desa Ketong. Kemudian saat penentuan kecamatan akhirnya di toki palu sidang yang disahkan adalah desa Malei, ini disebabkan oleh adanya unsure politikyang bermain didalamnya, karena banyak masyarakat beranggap di DPR banyak anggota dewan dari daerah Malei yang duduk di dalam. Sehingga hal itu yang menjadi penyebab peralihan dari desa Ketong yang sah, serta memenuhi syarat yang telah ditentukan. (wawancara Suabri, S.Pd, di Ketong, pada tanggal 1 januari 2010 pukul 14.00 wita).
Pada saat melakukan Penelitian di daerah Ketong tepatnya pada hari kamis tanggal 31 desember 2009, banyak terjadi hal-hal yang berbeda yang penulis dengar dari pada para informan yang penulis wawancarai, menanyakan informasi mengenai keberadaan suku di Ketong, raja-raja di Ketong bahkan mengenai mengapa kecamatan harus ada di Malei bukan di Ketong. Banyak pendapat yang penulis dapatkan walaupun hanya dari sumber lisan saja, tetapi penulis bangga dengan masyarakat yang ada disana sangat ramah dan bahkan senang ketika penulis datang kesana, di mana menurut penuturan bapak camat Malei (Sarifullah) ”Baru Mahasiswa Sejarah Fakultas FKIP Jurusan P.IPS yang pertama datang di Kecamatan Balaesang Tanjung ini untuk melakukan KKL, selama empat hari ini semoga adik-adik mahasiswa senang dan juga bisa mencari data yang adik-adik nantinya dapatkan saat terjun langsung di lapangan, bahkan beliau juga mengucapkan permohonan maaf karena Kepala Desa tidak sempat di undang untuk menjemput adik-adik Mahasiswa untuk pergi ke Desa masing-masing”. Itulah sedikit sambutan kebangggaan bagi kami selaku mahasiswa yang sedang mencari ilmu di tempat orang, serta mendapat pujian yang luar biasa dari camat Balaesang Tanjung yang diangkat baru satu bulan yang lalu tepatnya pada bulan November 2009. Ini merupakan hal yang menarik perhatian mahasiswa untuk mendapatkan data yang akan di dapat nantinya saat terjun kelapangan yaitu pada hari jumat pagi pada tanggal 1-3 januari 2010.(sambutan Camat Balaesang Tanjung, di Malei, pada hari kamis, 31 desember 2009)
Mengenai daerah Ketong sendiri sangat berbeda unsur yang ada disana, dimana suku-suku yang ada disana sangat beragam suku, tetapi yang paling dominan adalah suku Balaesang. Suku ini sangat kental dengan adat-istiadat budaya terutama mengenai pengangkatan Magau yang ada disana. Hal-hal yang menjadi ketertarikan penulis ketika menanyakan masalah makna pemukulan beduk menjelang sholat jumat sebanyak tiga kali dengan Irama khusus dalam agama islam dengan selang waktu 5-10 menit, pendapat antara satu sama lain berbeda yaitu: menurut pendapat Suabri bahwa:
“pukulan tersebut bermakna merupakan tradisi masyarakat Ketong, menandakan bahwa ada suku ini dari selembar menjadi satu atau suku Balaesang, ini juga terjadi di daerah Rano, Kamonji”. Inilah penuturan yang disampaikan oleh bapak Suabri (wawancara dengan Suabri di Ketong dusun I, 1 Januari 2010).
Setiap kali sholat Jumat selalu memukul beduk 3 kali bermakna. Menurut Sukardi bahwa: “makna beduk itu menandakan selesai sholat jumat dipukul tiga kali biasanya pertemuan atau ada sesuatu yang penting yang ingin di bicarakan yang sangat normal/formal yang bisa di bicarakan di masjid mengenai masalah pertemuan dan kedatangan tamu yang datang di daerah tersebut (wawancara dengan Sukardi di Ketong Dusun I, 1 januari 2010).
Secara umum, pemukulan beduk tersebut sebenarnya sudah ada dalam agama islam, namun ada perbedaan khusus yang menonjol antara desa satu dengan yang lainnya. Inilah yang menjadi alasan masyarakat di desa Ketong memahami bahwa mereka ingin menyatukan orang-orang yang ada di Ketong untuk sholat bersama, serta saling menjaga tali sirahturami antara masyarakat yang ada di Ketong karena sesuai dengan arti Balaesang sendiri penyatuan selembar baju yang telah terpisah, inilah yang dijadikan makna simbolis dalam memahami makna beduk tersebut.

B. Pertanyaan Penelitian

Perubahan yang terjadi di Ketong membawa dampak yang baik bagi masyarakat. Pemerintahan yang ada sekarang ini banyak membawa dampak kekerasaan di desa Ketong akibat terjadi perangan/konflik pendapat serta pemahaman antara warga yang menjadi konflik besar selama beberapa tahun terakhir ini. Bahkan hal tersebut membawa korban bagi keluarga P.Djoha yang terkena dampak buruk tersebut ketika melewati daerah desa dari Ketong-Kamonji-Malei yang tujuannya ke Kota Palu, menggunkan kendaraan bermotor.
Hal ini sebenarnya menjadi topik yang menarik bagi kita semua terutama bagi penulis sendiri. Apa yang menjadi kunci permasalah tersebut dan bagaimana cara menyelesaikan konflik tersebut? Itu menjadi pertanyaan besar bagi kita semua, tetapi penulis hanya bisa menyampaikan pesan “bahwa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah, masyarakat yaitu harus mengatasi masalah ini baik itu melalui jalur hukum, jalur persaudaran, serta perdamaian”. Yang nantinya dapat membawa keeratan antara kedua desa tersebut serta terjalin lagi rasa kekeluargaan yang betul-betul menghargai dan menghormati orang lain, tanpa melihat suku bangsa, yang ada dalam masyarakat tersebut. Pada sisi lain, hal ini masih menjadi konflik tersendiri dalam diri individu masyarakat di Ketong dan Malei, serta ketidak seimbangan kebijakan pemerintah terhadap perubahan sosial bagi masyarakat di desa tersebut.

Beranjak dari penjelasan serta pemikiran di atas, maka tulisan ini akan mencoba mengurai peristiwapenting di antaranya sebagai berikut:
1. Apa kendala-kendala kecamatan di pindah dari Ketong ke Malei?
2. Apa faktor yang mempengaruhi perbedaan struktur kerajaan sekarang dengan yang dulu?
3. Bagaimana keadaan sosial ekonomi budaya di Ketong?

c. Tujuan penulisan
1. Agar masyarakat, mahasiswa, serta pemerintah bisa berperan dalam memahami peristiwa-peristiwa yang terjadi di Ketong dan sekitarnya.
2. Agar semua kalangan mengetahui latar belakang terbentuknya kecamatan di Balaesang Tanjung.
3. Untuk mengetahui keadaan sosial ekonomi yang ada di Ketong.
4. Memahami kendala-kendala yang ada di Ketong.



PEMBAHASAN

Sejarah Desa Ketong

Sejarah desa Ketong menurut sumber baik itu yang tertulis maupun lisan belum banyak di peroleh, ini di sebabkan karena kurangnya arsip yang dimiliki baik itu dari kepala desa, tokoh adat bahkan para kepala dusun sendiri, kemudian hal ini di tunjang karena terjadi bentrokan pendapat dengan para pemerintah sekitar. Sehingga arsip-arsip yang ada di kantor pemerintahan yang dulu dari Tambu, kemudian hilang saat melakukan pemekaran kecamatan. Informasi yang diperoleh hanya dari kepala desa, dewan adat, tokoh adat, serta para pemerintah yang duduk didalamnya tidak mampu menjelaskan secara terperinci mengenai sejarah Ketong. Menurut keterangan dari para informan kepala Desa, tokoh adat serta masyarakat sekitar menuturkan bahwa desa Ketong merupakan pemekaran desa dari Rano, sejak tahun 1902, para informan menuturkan desa Ketong Dulunya merupakan wilayah kekuasaan dari kerajaan Balaesang yang pada waktu itu berkedudukan di desa Rano.
Kerajaan Balaesang dulunya berpusat di Rano pada tahun 1901 sebelum pindah ke Ketong pada tahun 1902, adapun raja pertama kerajaan Balaesang adalah Tonagasa pada masa Portugis, selanjutnya setelah memerintah raja Tonogasa memerintah pada tahun 1984 saat Portugis datang di kabupaten Donggala (hal ini masih menjadi Kontraversi dalam masyarakat). Ketong pada masa pemerintahan Magau Saleto nama Ketong adalah Saleto tetapi nama ini dirubah akibat adanya para pedagang Bugis yang singgah di kerajaan Balaesang ini yang menyebabkan Saleto di tambahkan kata NG sehingga dari kata Saleto menjadi Ketong. (wawancara Suabri, di Ketong, 1 Januari 2010).
Raja Saleto ini sangat di hormati oleh masyarakat di wilayah kerajaan Balaesang, karena beliau sangat adil dan bijksana dalam menjalankan roda pemerintahan. Serta kharismatik kepemimpinan Raja Saleto ini sangat membekas dilubuk hati rakyatnya, terutama dari salah satu wilayah kekuasaan yang sekarang bernama Ketong maka nama Magau saleto diabadikan menjadi nama desa. Jadi dari sanalah asal usul nama Ketong berbentuk, yang berasal dari nama raja atau Maggau kerajaan Balaesang yakni raja Saleto. Akan tetapi kharismatik dan kesaktian yang dimiliki raja Saleto ini, maka ada rasa keengganan dari masyarakat untuk menyebut secara langsung nama raja Saleto ini. Sehingga pengaruh dialek bahasa Balaesang akhirnya menyamarkan nama raja Saleto, menjadi Ketong hingga sekarang rakyat terbiasa menyebut desanya dengan nama desa Ketong. (data tahun 2005, dari kepala desa Ketong, Bahrun Asma hari Jumat 1 Januari 2010)
Sejak terbentuknya Ketong dari tahun 1902 hingga sekarang desa Ketong telah beberapa kali mengalami pergantian kepala desa yakni sebagai berikut:
1. Rajjalaeni merupakan kepala desa pertama pada masa Penjajahan Belanda serta Beliau juga pernah menjadi kepala desa di Malei saat itu, karena memiliki kharisma serta adil dalam menjalankan roda pemerintahan.
2. Buol (1928-1929) hanya bertahan satu tahun memerintah di gantikan kemudian oleh Saleha
3. Saleha (1929-1930)
4. Indapi (tidak tercatat tahunnya)
5. Code Maresue (tidak tercatat)
6. Ahmad Lantera (1952-1954)
7. Intje Iya Tosarang (1954-1974)
8. Shita Lantera (1974-1979)
9. Salim Gorigi (1979-1989)
10. Moh. Said Ahmad Lantera (1989-2005)
Sumber data tahun 2005

Tetapi data sekarang tahun 2009 sudah ada 13 kepala desa yang memerintah yaitu:
11. H. Hasta memerintah 8 tahun tetapi tidak di tahu dari tahun berapa ini hanya penuturan dari kepala desa, karena semua arsip ada di kecamatan.
12. Kepala desa yang ke 12 juga beliau sudah lupa siapa namanya (penuturan kades)
13. Bahrun Asma (2007-20113)
Jabatan kepala desa yang sekarang itu 6 tahun sekali baru Kades bisa di ganti . (wawancara, Bahrun Asma, di Ketong, pada hari jumat 1 januari 2010 )

A. Monografi Desa
a. Letak Georgafis
Desa Ketong adalah salah satu desa yang berada di wilayaTanjung kecamatan Balaesang Kabupaten Daerah Tingkat II Donggala, yang terletak di bagian selatan Ibu Kota Kecamatan dengan batas wilayah sebagai berikut.
A. Sebelah Utara : Desa Pomolulu
B. Sebelah Selatan : Desa Kamonji
C. Sebelah Barat : Selat Makassar
D. Sebelah Timur : Desa Rano
Desa Ketong dengan luas wilayah 4.127 ha, terdiri dari daratan dan pengunungan (bukit). Di mana pada daratan atau sepanjang pesisir pantai adalah daerah pemukiman penduduk, sedangkan pada daerah pengunungan yang mempunyai ketinggian 50-100 M, di atas permukaan laut yang merupakan urutan yang sebagian telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lahan pertanian dengan tektur tanah serta lahan berpasir dan mempunyai kesuburan yang baik. Suhu pada siang hari rata-rata 34 0C dan suhu pada malam hari rata-rata 24 0C dari luas wilayah tersebut sekitar 4.217 ha. Desa Ketong terbagi menjadi 4 dusun yang masing-masing jumlah penduduk sebagai berikut:
1. Dusun 1: 487 orang
2. Dusun 2: 456 orang
3. Dusun 3: 580 orang
4. Dusun 4: 250 orang
Jadi jumlah seluruh jiwa yang ada di Ketong yaitu 1.773 orang jiwa
(sumber data Potensi desa ketong 1993-1994).
Sedangkan tahun 2009 hasil penelitian mahasiswa pendidikan sejarah saat melakukan observasi kepada kepala dusun dan kepala desa bahwa data yang di dapatkan sebagai berikut:
1. Dusun I : 593 jiwa
2. Dusun 2: 717 jiwa
3. Dusun 3: 482 jiwa
4. Dusun 4: 223 jiwa
Jadi jumlah keseluruhan jiwa yang ada di Ketong 2015 jiwa. Dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 265 kk, dari jumlah keseluruhan keluarga. Suku yang ada di desa Ketong antara lain suku Balaesang mencapai 90 %, Mandar, suku bugis, suku kaili, suku butet/batak, dengan jumrah 593 jiwa.
Dari data di atas dapat dilihat ada perbedaan jiwa pada tahun 2005 hingga tahun 2009 dimana pada dusun I pada tahun 2005 memiliki jiwa sebesar 487sedangkan tahun 2009 sebanyak 593 dari data ini dapat dipastikan terjadinya peningkatan jumlah jiwa akibat adanya perkawinan yang melahirkan sebuah keturunan, atau terjadi perpidahna penduduk selama 4 tahun terakhir ini sebanyak 106 jiwa, ini menandakan di dusun 1 ini terjadi peningkatan secara draktis selama empata tahun. Kemudian pada dusun 2 pada tahun 2005 sebanyak 456 jiwa, lalu meningkat pda tahun 2009 menjadi 717 jwa jadi peningkatan penduduk di sana selama 4 tahun terakhir sekitar 261 jiwa merupakan hal yang luar biasa mungkin banyak penyebab dari sosial budaya, perdagangan bahkan perkawinan yang menyebabkan terjadi hal tersebut. Dusun 3 pada tahun 2005 jumlah jiwa disana sebanyak 580 tetapi pada tahun 2009 sebanyak 482 ini membuktikan terjadi penurunan jiwa yang ada di dusun 3 sebanyak 98 jiwa mungkin di akibatkan karena dua hal yaitu kematian dan pindah ke tempat lain, disebabkan karena tempat dusun tiga kurang strategis. Kemudian pada tahun 2005 di dusun 4 jumlah jiwa sebanyak 250 kemudian menurut pada tahun 2009 yaitu 223 jiwa terjadi penurunan jiwa sekitar 27 jiwa selama 4 tahun, mungkin akibat terjadi kematian atau perpindahan penduduk akibat banyak pendatang bugis yang datang kemudian orang jawa pindah keasalnya karena tidak tahan dengan keadaan ekonomi, serta tempat tinggalnya. Jadi keadaan jiwa di Ketong dari tahun 2005-2009 terjadi 2 fase yaitu dusun 1 dan 2 terjadi peningkatan penduduk sebanyak 367 jiwa selama 4 tahun, sedangkan dusun 3-4 terjadi penurunan sebanyak 125 jiwa.
Menurut penuturan Camat Balaesang Tanjung yaitu Sarifulah pada saat pembukaan di Malei beliau menuturkan, bahwa kecamatan Balaesang Tanjung ini merupakan kecamatan yang ke enam 16 yang ada di kabupaten Donggala provinsi Sulawesi Tengah. Kecamatan Balesang Tanjung di Mekarkan pada tahun pada tahun 2003 sekitar 5 tahun lebih mengajukan diri sebagai kecamatan baru di Balaesang. Akhirnyapada tahun 2009 kecamatan Balaesang Tanjung resmi di dirikan menjadi kecamatan dan berpisah dengan Balaesang Induk resmi menjadi kecamtan baru di pantai Barat kabupaten Donggala. Adat-istiadat disini masih kental khususnya di 4 wilayah atau desa yang ada di Kecamatan Balaesang seperti desa Manimbaya, desa Ketong, desa Rano, dan desa Kamonji yang merupakan serumpun dari desa Rano yang telah mekar pada tahun 1902 saat kerajaan di pindah dari Rano ke Ketong yang merupakan asli suku Balaesang. Sedangkan penduduk yang ada di dua desa yaitu desa Malaei dan desa Walandano merupakan suku pendatang yang ada di kecamatan Balaesang Tanjung yaitu suku Bugis, Balaesang, Manado, Bajo, dan juga suku kaili. Penduduk yang ada di Balaesang Tanjung ini berjumlah 25.608 jiwa dengan komposisi pemerintahan terbagi 8 wilayah yaitu data tahun 2003 yang lalu masih bergabung menjadi satu desa antara yang satu dengan yang lain
1. Pomulu &. Palau
2. Rano & Kamonji
3. Manimbaya & Ketong
4. Malei & Walandan
Tapi tahun 2009 kecamatan di Balaesang Tanjung menjadi 6 desa yaitu desa Rano ,Kamonji, Ketong, Manimbaya, Malei dan Walandano.
(sumber data sambutan Camat Balaesang Tanjung, kamis 31 Desember 2009 pukul 15:11 wita)

B. Masyarakat Sosial Budaya dan Ekonomi
Jika dilihat dari struktur masyarakat yang ada di Balaesang Tanjung dari sistem ekonomi yang ada disini merupakan agraris bahari artinya bahwa mereka memiliki mata pencaharian dalam dua bidang yaitu bidang laut sebagai nelayan dan darat sebagai petan. Pada dahulu kala Balaesang Tanjung tersebut merupakan pusat perekonomian pedagang dari Malasya yaitu para pedagang gelap yang melakukan penyeludupan kayu hitam di daerah Tanjung Manimbaya dan di bawa ke Malao (Malasya) karena para pendagang Malasya tahu bahwa di daearh ini coklat sudah mulai produksi dan mudah mendapatkan dimana masyarakat belum paham untuk mengelolah produksi tanaman tersebut. Sehingga para saudagar dari Malasya menjadi pemasok coklat terbesar saat itu (sambutan Camat Balaesang Tanjung di Malei kamis, 31 Desember 2009)
Daerah ini dulunya sekitar tahun 1981 merupakan penyeludupan kayu hitam terbesar hampir 80% kepala keluarga yang terlibat dalam hal ini, penyebab terjadi hal seperti itu karena 3 masalah yang mepengaruhi masyrakat sekitar yaitu:
1. Penduduk Balaesang terdesak dengan kondisi ekonomi yang ada.
2. Nilai jual tanaman kayu hitam nilai tinggi
3. Kurang menyadari adanya keberadaan kayu hitam
Tapi berkat kondisi tersebut masyarakat mulai sadar akan arti kayu hitam tersebut, sehingga lambat laun penyeludupan kayu hitam mulai berkurang, serta menurut penuturan bapak linmas yang ada di dusun satu juga menuturkan bahwa masyarakat disini hanya di jadikan kambing hitam saja oleh para pengusaha yang ada dari Palu maupun dari Mandar yang ingin mengambil kayu hitam mereka menitipkan kayu tersebut di kebun masyarakat dan mengambilnya apabila igin di jual keluar daerah. (sumber data penuturan camat balaesang Tanjung saat pembukaan KKL di Malei).

Sosial budaya masyarakat Ketong jika dilihat dari kemajuan pembangunan yang ada di desa ini dari segi tersebut, menjadi factor penunjang dalam bidang pendidikan, jumlah ibadah, agama, serta strata sosial seperti Magau juga mempengaruhi system ekonomi di masyarakat Ketong yaitu dalam berbagai bidang dapat dilihat sebagai berikut:
1. Bidang agama salah satu factor yang berpengaruh dalam watak moral yang baik dalam tiap individu, masyarakat, dan bangsa. Dari ketiga ini sangat berhubugan dalam melakukan aktivitas struktur masyarakat baik dari pemerintah maupun tokoh adat yang ada di desa Ketong, jumlah penduduk yang dianut berdasarkan yang dianut yaitu agama islam berjumlah 1.679 jiwa.ini membuktikan bahwa penganut agama islam yang ada di KetsertaSong sangat besar, sehingga banyak hal yang bisa menyatukan ketong sendiri jika dilihat dari struktur yang ada dalam masyarakat setempat seperti pembinaan umat melalui caramah agama, pengarahaan, bimbingan umat yang dilakuka oleh tokoh adat mengingat para tokoh adat yang ada disana sebagian besar berasal dari struktur Magau yang berperan penting dalam hal tersebut.
2. Jika dilihat dari jumlah ibadah yang ada di desa Ketong dari 4 dusun yang ada, yang paling dominan atau menonjol adalah masjid yang masing-masing dusun memiliki I masjid atau tempat ibadah adapun rumah ibadah yang paling Nampak kita lihat adalah masjid Annur berada di dusun II dan Darulsalam yang berada di dusun I. inilah bukti bahwa masyarakat ketong masih melekat dengan nilai-nilai agama yang terkandung didalamnya serta menjadi agama yang mayoritas di Ketong.
3. Bidang pendidikan, jika dilihat dari tingkatan pendidikan yang ada di desa Ketong yaitu a). tamat SD 825 orang, b).tamat SLTP 230 orang , c). tamat SLTA 42 orang, d). Akademik 2 orang, e). Sarjana (SI) 2 orang. Mugkin dalam bidang pendidikan untu ketong sendiri sudah mulai maju, kareana banyak sarjana-sarjana yang ada sana dan memiliki pengetahuan yang lebih dalam mengembangkan potensi desa di Ketong.
4. Bidang Magau juga mempengaruhi strata sosial masyarakat yang ada di desa Ketong baik dari marga yang berkuasa di sini adalah Pam Lantera dan P.Djoha yang memiliki kekuasaan dalam system pemerintahan dan ekonomi yang ada. Dari kedua bidang ini dapat mempengaruhi keadaan sosial ekonomi yang ada disana, sehingga banyak pemerintahan yang di pegang oleh marga yang berkuasa disana.

Struktur masyarakat di Ketong ini merupakan masyarakat Homogen yang masih kental dengan adat perkawinan, potong rambut, peralihan jabatan, serta sunatan masih melekat dimasyarakat Ketong ini antara sebagai salah satu contoh yaitu:
1. Jika ingin melakukan prosesi pelamaran seorang pria atau istilah Balaesangnya Mentonji-tonji artinya bertanya kepada keluarga perempuan, tetepi keluarga laki-laki yang mengutus satu orang.
2. Kalau yang dilamar belum ada calonnya baru bisa dilakukan prosesi pelamaran yang biasa disebut “Moduta”, setelah melaukan Moduta atau pertemuan kedua belah pihak untuk menetapkan hari, tanggal pelaksanaan prosesi perkawinan. Kemudian setelah menunggu selama batas dua minggu untuk melakukan prosesi akad nikah.
Setelah melakukan akad nikah baru dilakukan prosesi perkawinan yang biasa disebut “Momadika” istilah bahasa Balaesang. Sebelum melaksanakan pelamaran calon pengantin pria bersama keluarga pergi ke rumah calon pengantin perempuan dengan membawa Baki Palangga (baki yang memiliki kaki) kemudian Baki tersebut di isi dengan Sarung 1 lembar, Kain Baju 1 m (belum di jahit) dan Uang Rp 10.000. adat ini merupakan pemberitahuan bahwa calon pengantin pria ingin menyunting calon pengantin perempuan. Kemudian setelah itu, setuju atau tidak nya calon pengantin perempuan dengan maksud dan tujuan kedatangan calon pengantin pria tersebut, tahap selanjutnya calon pengantin pria datang kembali kerumah calon pengantin perempuan dengan membawa sebuah cincin tujuannya untuk memastikan di terima atau tidak. Cicin-cincin tersebut di maksudkan sebagai pengikat setelah menerima pinangan calon pengantin pria dan apabila calon pengantin perempuan tidak menerima/menolak, maka calon pengantin pria pulang dengan membawa kembali cicin tersebut. apabila calon pengantin perempuan menerima pinangan dari calon pengantin pria maka tahap selanjutnya membicarakan berapa Mahar yang ingin di berikan kepada calon pengantin perempuan dan kedua membicarakan penetapan hari dan tanggal upacara atau resepsi pernikahannya.
Adat masyarakat Balaesang, ketika melaksanakan pelamaran yang menjadi mahar yaitu pohon kelapa biasanya sebanyak 44 pohon, namun tidak mungkin pada saat pengucapan ijab kabul membawa pohon kelama sebanyak 44 pohon tersebut. maka 44 pohon kelapa tersebut pada saat ijab kabul digantikan dengan sebuah cicin emas. Tetapi saat mengucapakan ijab kabul sebutan tetap dengan sebanyak pohon kelapa tersebut. ada kalanya pengantin pria pada saat ingin menikah tetapi belum mempunyai pohon kelapa hanya dan pada saat pengucapan ijab kabul digantikan dengan sebuah cicin saja.. sebagai maharnya namun sebenarnya pohon kelapa tersebut belum ada. Ini di bolehkan tetapi setelah menikah pengantin pria baru di menanamkan pohon kelapa untuk sang istri. Ini harus dilaksanakan oleh sang suami, dan apabila tidak dilaksanakan ini akan menjadi hutang seumur hidup bagi suami, karena merupakan mahar yang harus di berikan oleh istri. Setelah suami memberikan mahar pohon kelapa tersebut untuk istri, sang suami tidak boleh lagi mengurusi dan menggunakan hasil dari kelapa tersebut, kecuali atas izin dari istri. Hasil dari kebun kelapa tersebut hanya dinikmati oleh istri dan anak-anaknya.
Sumber data: Mawanti P.Djoha lahir pada tanggal 13 April 1975 minggu 3 januari 2010 pukul 10.00 wita di Desa Ketong

Upacara adat bangun rumah;
Dalam pelaksanaan pembangunan rumah masyarakat Balaesang memiliki upacara adat dengan bahan pelengkap sebagai berikut:
- kelapa 1 Biji
- Air 1 Botol
- Tebu 1 pohon beserta daunnya
- Pisang Manisi 1 tandan.
 Kelapa;
Menurut Masyarakat Balaesang kelapa merupakan hasil perkebunan yang berhasil, oleh karena itu buah kelapa ini di jadikan sebagai syarat dalam pembangunan rumah. Buah kelapa tersebut ditempatkan di tengah tiang rumah.
 Air;
Apabila manusia, air itu di ibaratkan sebagai air liurnya, air merupakan sumber kehidupan bagi setiap manusia yang hidup. Ini yang menjadi alasan kenapa air itu di jadikan sebagai syarat adat di Balaesang.
 Tebu;
Menurut keyakinan masyarakat Balaesang, tebu menjadi salah satu syarat upacara adat dalam pembangunan rumah, agar kehidupan mereka selalu cukup atau pas-pasan. maksudnya disini tidak kekurangan.
 Pisang;
Manis dan berisi
Bahan-bahan diatas ini digunakan untuk adat upacara bangun rumah oleh masyarakat yang ada di Ketong. Agar dalam pelaksanaan pembangunan tersebut, rumah tetap menjadi kokoh dan kuat. Serta lebih sakral, karena dilengkapi dengan sesajen dan juga doa dalam pembuatannya.
Sumber data: Jamalludin Gandali, hari jumat tanggal 1 januari 2010 pukul 15.00-18.00 wita.
Adapun rumah adat yang ada di Ketong masih terbuat dari kayu dan di bangun di dekat kuburan dusun II, rumah adat Kerajaan Balaesang sampai sekarang belum jadi dan masih berdiri kokoh di dusun II. Dengan demikian bahwa rumah adat merupakan suatu rumah yang dianggap sakral oleh masyarakat sekitar karena rumah tersebut adalah rumah leluhur kerajaan Baleasang yang ada di Rano.
Adapun struktur masyarakat yang ada di Ketong antara lain sebagai berikut: adanya perbedaan di masyarakat di sebabkan oleh beberapa hal yang menjadi syarat antara masyarakat satu dengan yang lainnya yaitu dalam system pemerintahan yang berkuasa adalah marga Lantera dengan melihat keturunan yang menjadi Maggau di Ketong adalah marga ini, seperti beerapa Maggau sebelumnya termasuk Maggau sekarang yaitu Moh. Said Ahmad Lantera. Oleh karena itu, pemerintahan Maggau yang paling berperan adalah 5 orang ini antara lain Maradia Tonggong, bapak dari Siamang Maradia Tombong (orang tua yang dituakan), Maradia Tombong, Maradia Moburang, dan Maradia Malol, sehingga hal inilah yang menjadikan struktur masyarakat di ketong kuat dari system pemerintahan bisa menguasi roda pemerintahan karena memiliki pengalamana sebelum menjadi Maggau mereka sudah menjadi kepala desa. Sedangkan struktur masyarakat lagi yang menjadi patokan dalam system ekonomi adalah keturan marga P.Djoha yang memiliki kekuasaan ekonomi hampir di 4 desa yang ada di kecamatan Balaesang ini antara lain di Rano, Kamonji, Ketong dan juga Manimbaya. Keluarga ini juga menguasai system pemerintahan masyarakat di Balaesang seperti kepala desa Kamonji keturunan P. Djoha, Rano keturunan P.Djoha, Ketong keturunan P.Djoha dan juga Manimbaya Keturunan P. Djoha dari sinilah Nampak sekali marga atau pam yang mempengaruhi masyarakat disana baik dari system ekonomi maupun system pemeritahan. Bahasa yang terdapat di Balaesang yang sama bahasanya dengan Daerah Ketong antara lain Kamonji, Rano, dan Manimbaya keempat daerah ini memiliki bahasa yang sama dengan yang lainnya karena mereka satu rumpun yang semuanya berasal dari satu daerah yaitu Balaesang. Perbedaan bahasa Balaesang dengan kaili yaitu ucapan maupun kata yang digunakan dalam berkomunikasi dengan yang lainnya berbeda contoh kongrit yaitu jika bahasa Balaesangnya mengucapkan air disebut dengan phalu, sedangkan bahasa kaili air itu adalah uwe. Inilah yang membedakan kedua bahasa di dearah pantai barat ini dengan kaili.

C. Sejarah Pemerintahan dan Struktur Kerajaan Balaeang Dari Raja-Raja Yang Memerintah
Raja pertama yang berada di Balaesang pada tahun 1984 Kerajaan Balaesang menjadi pusat di dearah Rano, karena daerah ini merupakan tempat yang strategis bagi para bajak laut untuk singgah dari Manimbaya melewati Sivia untuk sampai di kerajaan Balaesang yaitu Rano. Pada saat terjadi perang di Rano ketika terjadi penyeludupan kayu hitam disana banyak angkatan militer masuk ke Rano untuk mmebuat jalan setapak melalui Rano, Silvia dan tibalah di Manimbaya yang merupakan pusat pelabuhan terbesar setelah Pesoso di depan Tanjung Manimbaya. Kemudian setelah kerajaan Rano terjadi ledakan penduduk disana banyak masyarakat yang pindah akibat kerajaan Rano sangat sempit lokasi pemukimannya, maka masyarakat banyak yang melarikan diri dari meriah yang selalu di ledakan di Rano oleh bangsa Portugis. Kemudian pada tahun1902 terbentuklah desa baru yang merupakan wilayah kekuasaan Rano yaitu Ketong, setelah terbentuk desa, kerajaan sebelumnya di pindahakan dari Rano ke Ketong karena melihat desa ketong tempatnya sangat strategis dan mudah melakukan aktifitas kerajaan. Rano memiliki wilayah sangat kecil, yang menyebabkan banyak masyarkat yang pindah.

Adapun struktur kerajaan pada Balaesang yang memerintah sekarang ini ada 12 Magau antara lain sebagai berikut:

MAGAU TONAGASA

MAGAU TONI ALUNGLIBATU (1901-tidak diketahui)

MAGAU TOKINOTA

MAGAU SALETO

MAGAU MARAHUNI

MAGAU LANTERA

MAGGAU ABDUL GANI

MAGAU LAMI (1940-1941)

MAGAU CODE MARESUE
(1942-1985)

MAGAU ABDUL HAMID (1985-1997)

MAGAU LAMARI LANTERA
(1997-2009)

MAGAU MOH. SAID AHMAD
(2009-sekarang)



Penjelasaan:
Raja pertama yang memerintah adalah Tonagasa pada masa portugis dimana Tonagasa masih menjadi raja di Rano. Hubungan antar Maggau Alung Libatu merupakan sepupu dari ibu Tonagasa. Menurut penuturan pabicara Ketong yaitu Intje Iya mereka masih menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Toni Alunglibatu memerintah pada tahun 1901 tepatnya setelah Ketong Resmi terbentuk pada tahun 1902, pada masa Portugis hubungan antara Toni Alunglibatu dengan raja Ketiga yaitu Tokinota adalah cucu dari Toni Alunglibatu. Pada saat itu Tokinota sudah beragama islam pada awal zaman belanda masuk, sudah menjabat sebagi raja. Hubungan Tokinota dengan Saleto, Tokinota adalah Bapak dari Saleto, kemudian Saleto dengan Maharuni merupakan sepupu satu kali. Setelah itu silsilah berlanjut ke kerajaan berikut yaitu masa Lantera merupakan anak dari Saleto, lalu lantera dengan Abdul Gani sepupu dari bapaknya saleto. Abdul Gani dengan Lami merupakan suami isri yang ada saat itu, tetapi sebelum di kuburkan Maggau Abdul Gani di ganti oleh istrinya sendiri sampai mendapat pengganti dari keturunannya, lalu Maggau Lami memegang jabatan selama 3 tahun lalu digantikan oleh iparnya sendiri yaitu Code Maresue semasa beliau memerintah sepanjang 40 lebih tahun, antararaja-raja yang pernha memerintah inilah raja terlama sepanjang sejarah. Tetapi saat mengetahui tahun memerintahnya Mag Hal ini di karenakan kearifan, kebijaksanaan yang dimiliki oleh beliau dari masa pemerintahan Jepang hingga reformasi. Magau Lami bukan 3 tahun tetapi satu tahun, ada dua persi yang mengatakan hal tersebut, jadi kedua persi ini menjadi sebuah bukti perjalanan pemerintahannya.
Setelah 40 tahun lebih menjabat Code Maresue wafat dan di gantikan oleh keponakannya yang merupakan anak dari Abdul Gani yaitu Abdul Hamid beliau wafat kemudian di gantikan oleh Lamari Lantera merupakan sepupu dengan Abdul Gani, tetapi setelah Lamari Lantera menjabat sebagai Maggau di Ketong selama beberapa tahun akhirnya dengan terpasak harus di gantikan masa jabatannya oleh Moh. Said Ahmad Lantera yang secara Maggau tidak sah menyandang status tersebut dimana di Kerajaan Balaesang ini jabatan Maggau secara adat-istiadat seumur hidup. Tetapi penuturan beberapa masyarakat yang ada disana antara lain menurut Linmas Dusun I ketong ia menjelaskan bahwa Lamari Lantera tidak cakap dan kurang mobile terhadap masyarakat, bahkan sering lupa, hal inilah yang membuat masyarakat kurang senang dengan kepemimpinan beliau dan berinisiatif mengantikan Maggau Lamari Lantera dengan kemenakannya yaitu Moh. Said Ahmad Lantera jika secara adat tidak sah menjadi Magau tapi secara aturan bisa karena melihat kondisi yang ada kurang stabil dalam masyarakat. Dari ke dua belas kerajaan maggau yang ada yang paling kental Maggaunya adalah marga keturunan Lantera yang menguasai system pemerintahan di Ketong.
(wawancara, Intje iya Sosorang, Jumat 1 januari 2010)

Kemudian pada perkembangan selanjutnya di kerajaan Balaesang yang menjadi Magau ke 12 yaitu Moh. Said Ahmad Lantera yang sudah menjabat selama beberapa bulan yaitu dari tanggal 4 april 2009. Jabatan Maggau tidak ditentukan beberapa tahun, tetapi jabatan tersebut bisa didapat seumur hidup berdasarkan garis keturunan Marga Lantera. Jabatan Maggau bisa lepas apabila melakukan pelangaran atau kesalahan, melanggar adat baru bisa digantikan walaupun belum meninggal dunia, adat kerajaan Balaesang mempunyai jabatan sebagai Magau itu seumur hidup berdasarkan keturunan Marga Lantera. Jabatan Magau akan lepas jika melakukan kesalahan atau pelanggaran, jika melanggar adat baru diganti walaupun belum meninggal dunia, adat Balaesang Magau memiliki masa jabatan seumurhidup serta adat Balaesang memiliki 2 pelanggaran apabila ingin diganti menjadi Magau. Dilakukan 2 upacara adat yaitu upacara pelantikan Magau disebut Monggalar yaitu pemberian semangat kerja proses pelaksanaan biasanya satu hari, upacara pemakaman apabila sementara menjabat sudah ada yang mengganti baru Magau bisa memakamkan pengganti Magau harus memiliki garis keturunan Lantera. Marga Magau tersebut hanya saudara kandung yang boleh menjadi Raja. Jika ingin menjadi Magau tidak satu keturunan bisa menjadi Magau asal dari kesepakatan kepala Suku atau tokoh adat . Kata Balaesang terdiri dari dua kata yaitu bala dari asal kata nabala artinya satu lembar baju dan sang dari kata esang artinya penyatuan baju yang terpisah-pisah yang disatukan kembali. Jadi, Balaesang sendiri merupakan suatu penyatuan orang-orang yang disimbolkan dengan baju yang ingin disatukan disuatu tempat agar tidak terjadi perkotak-kotakan. (wawancara, Moh. Said Ahmad, di Ketong Jumat 1 januari 2010)





Adapun struktur pemerintahan Magau yang sekarang ini antara lain sebagai berikut:

Magau
Moh. Said Ahmad Lantera
Desa ketong



Maradia Tonggong
Penonto
Desa Kamonji


Maradia Margunang
Asil
Desa Rano


Maradia Malolo
Adam Sadari
Desa Rano


Pabicara
H.Intje Iya Sosorang
Desa Ketong


Siamang Maradia Tombong
Kalangang
Desa Rano


Simananda
Jamaludin Gandali
Desa Ketong


Patola
Sidin Kintara
Desa Ketong


Pasipada
Malik Sainun
Desa Ketong


Ada yang unik dalam struktur Magau sekarang ini mengenai peran dari pabicara yaitu Intje Iya Sosorang dimana pda tahun 1927 merupakan juru tulis Belanda atau pada masa pemerintahan Belanda yang masuk di Donggala pada tahun 1902. Adapun jabatan yang pernah dipegang antara lain;
1. Pada tahun 1937-1942 menjabat sebagai juru tulis
2. Pada tahun 1943-1945 menjabat sebagai petugas mesjid/hatip/ setara wakil dari iman masjid
3. Pada tahun 1955-1972 menjabat sebagai kepala desa Ketong
4. Pada tahun 1973-sekarang menjabat sebagai pemangku adat/pembicara.

Peranan dan tugas Pemangut adat sebgai berikut:
1. Magau bertugas sebagai perdana mentri atau koordinator pemangku adat
2. Maradia Tonggong bertugas di bidang pertanian atau menangani masalah tanam menanam yang ada di Balaesang
3. Maradia Margurang bertugas dibidang kemasyarakatan
4. Maradia Malolo bertugas sebagai hakim di lingkungan masyarakat
5. Pabicara bertugas seabagai humas atau hubungan masyarakat
6. Siamang Maradia Tombong bertugas sebagai pembantu dalam bidang pertanian
7. Simanada bertugas sebagai imam dalam bidang keagamaan
8. Patola bertugas sebagai dalam bidang tertentu ia bisa mewakili Maggau atau keselurahan jajaran di atasnya jika ada halangan
9. Pasipi Ada bertugas sebagi pembantu bidang yang ada.
Peran dan tugas pemangku adat sangat penting dan juga mempengaruhi roda pemerintahan, karena peranan inilah yang menggerakan kondisi masyarakat yang ada di Ketong. Pembagian tugas struktur Magau ini yang mengatur serta mengontrol keadaan masyarakat.
Ada perbedaan yang terjadi diantara struktur yang ada sekarang dengan yang terdahulu. Ini disebabkan karena berbedanya pemimpin yang memerintah. Sesuatu hal yang menajdi berbeda ketika masa pemerintahan Lamari Lantera dan Moh. Said Ahmad di mana peran Patola ini berpengaruh sekali dalam pemerintahan baik dari segi cara kerja maupun pembagian tugas hampir semua patola yang harus mewakilinya, itupun kalau diberikan kuasa.
Sumber data: (wawancara, Moh. Said. Ahmad Lantera, Jumat 1 januari 2010)

Kendala-kendala kecamatan di pindah dari Ketong ke Malei

Peristiwa yang terjadi di Ketong merupakan titik balik dari peristiwa saat Ketong ingin menjadi Kecamatan tetapi hal itu tidak kunjung usai, karena menurut Anggota dewan saat pemukulan palu sidang, Ketong belum memenuhi syarat untuk menjadi Kecamatan akhirnya kecamatan di pindah ke Tambu, tetapi 7 tokoh ini memiliki peran yang sangat penting ketika itu, dengan semangat yang membara dan cita-cita yang tinggi, akhirnya 7 tokoh ini kembali berjuang merebut kembali kecamatan itu dari Tambu untuk kembali ke Ketong, tetapi hal itu gagal lagu bahkan terjadi konflik besar saat itu, antara masyarakat Tambu dan Ketong. Sekitar tahun 2003, ada 7 tokoh ini kembali berjuang mempertahankan Ketong untuk menjadi kecamatan, hal itu juga menelan sakit hati yang kiat menusuk jantung masyarakat di Ketong, karena dari tiga desa yang ditetapkan menjadi
Kota kecamatan yaitu desa Kamonji, desa Ketong dan Malei. Karena ketiga desa ini memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kaca mata pemerintah, dilihat dari lokasi yang ada disana sudah sesuai dengan persyaratan menjadi sebuah desa. Kendala yang di hadapi saat itu mengapa harus pindah ada beberapa hal:
Menurut Kepala Linmas dusun I bahwa:
“Di hitung dari rumah penduduk pengunungan Ketong mencapai 15 pilar dan untuk Malei hanya mencapai 9 pilar, Kamonji 7 pilar dari tiga kategori pilar ini syarat yang sesuai untuk hal itu adalah Ketong , Ketong dulunya bekas kerajaan di mana awalnya di Ketong menurut terdahulu ada 7 tokoh yang berperan menjadikan desa Ketong menjadi kecamatan karena tidak memenuhi persyaratan akhirnya kecamatan dititip ke Tambu karena ketong belum memenuhi syarat, tapi saat Ketong sudah memenuhi syarat masyarakat Ketong minta kembali kecamatan harus di Ketong tapi masyarakat Tambu tidak mau. Tidak adanya peran serta putra Ketong yang duduk di dewan sehingga data-data valit Ketong harus di manipulasi oleh orang di atas seperti berkas-berkas untuk 15 point itu di manipulasi saat penentuan kecamatan oleh orag-orang berdasi dan juga di Malei di bilang ada 5 hektar untuk membuat kantor jika terpilih menjadi kecamatan, tapi pada kenyataannya hal tersebut hanya omong kosong belakang yang di janji-janjikan oleh para anggota dewan yang duduk didalam. Purta-putra dewan yang bayak ada di Malei, di Ketong sendiri sudah siap untuk lokasi yang sudah siap untuk pembangunan wilayah kecamatan tetapi ketua dewan Toki Palu belum harga mati setelah diituntun lima tahun” .
Menurut Marzuki bahwa:
“Hal yang menjadi kendala sendiri saat turun berkas pengadilan para Tokoh adat Ketong tidak di undang di DPR sehingga masyarakat sudah mendengar bahwa yang terpilih menjadi kecamtan adalah desa Malei”. Tetapi jika dilihat dari pilar yang dimaksud oleh dewan tersebut Ketong sudah bisa; sumber daya alamnya cukup, sumbrer daya manusia, penduduk yang terluas, pendapatan yang terbanyak, luas wilayah memadai untuk hal itu, menurut penuturan beliau itulah permainan politik, siapa yang kuat dia yang menang, siapa yang bertkuasa ia akan bertahan. Seperti pepatah yang di tuturkan “kita yang menanam orang lain yang memetik hasilnya”.

Secara umum permasalahan yang ada diatas menjadi fenomena yang menarik dalam kehidupan masyarakat sekarang ini, hal ini menjadi menarik ketika hubungan yang ada sekarang dijalin kembali melalui system kekeluargaan, kekerabatan dan gotong royong. Ini dilakukan agar tidak terjadi lagi permusuhan yang membara di kedua desa tersebut, mengingat banyak pertikaian saat peistiwa berlangsung antara desa Malei dan Ketong. Setiap permasalahan pasti ada penyelesaiannya, begitu juga masyarakat Ketong dan Malei.

Dengan demikian dapat dipastikan bahwa suatu daerah akan mengalami kemunduran yang cepat, apabila hanya dibiarkan begitu saja tanpa adanyaperbaikan atau saran yang jelas dari pemerintah. Perbaiakn yang dimaskud adalah penjelasan mengenai hal-hal yang masih menjanggal dalam hati masyarakat. Perbedaan pendapat, pandangan ini harus didamaikan kembali oleh maing-masing individu yang satu dengan yang lain serta peran pemerintahn yang mampu menyelesaikan permasalahan yang ada.






PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang terjadi antara kedua desa ini adalah perbedaan kualitas wilayah, yang lebih strategis dan masih kental dngan budaya yang ada diantarana suku, agama, kebiasaan. Sebagai manusia yang beradab dengan peran pemerintah yang ada sebaiknya mengatasi semua masalah sesuai dengan tugas yang di berikan atau di tanggung oleh masing-masing pihak. Juga baagaimana peran Magau yang mampu mengambil sebuah kebijakan-kebijakan yang ada di desa Ketong dan sekitarnya yang paling berpengaruh di daerah local.
Sehingga tidak ada perbedaan atau manipulasi kekuasaan serta adanya nepotisme yang terusmengerogoti tangan-tangan orang-orang yang duduk di dewan. Oleh karena itu kepercayaan dan kebersamaan yang harus dijaga agar terjai tali persaudaraanserta tidak ada lagi pertumpahan darah antar warga Ketong dan Malei.


B. saran

sebagai warga Indonesia sebaiknya kita saling mengharagai satu sama lain, dan peran pemerintah untuk mendamaikan warga tersebut dengan kenyataan yang ada serta fenomena yang dihadapi oleh warga setempat. Agar perjuangan 7 dewan adat yang menjadi pejuang ketong bisa terjadi dan cita-cita tersebut bisa diwujudkan dengan di berikan atau diusahakan agar Ketong menjadi Kecamatan. Semoga kebijakan yang ditetapkan di desa Ketong sesuai dengan adat istiadat yang berlaku berdasarkan kesepakatan bersama oleh tokoh adat yang membuat kebijakan dan terpusat di Ketong.























DAFTAR PUSTAKA


Awan Muktakim,1998.Studi Masyarakat Indonesia.Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III












































Lampiran I:
Daftar Informan

Nama : Moh. Said Ahmad Lantera
Umur : 59 tahun
Pekerjaaan : petani
Jabatan :Maggau Ketong
Alamat : Dusun II desa Ketong

Nama : Halimah, S.H
Umur : 53 tahun
Pekerjaaan : IRT
Jabatan : Istri Maggau Ketong
Alamat : Dusun II desa Ketong

Nama : Hi. Intje Iya Tosorang
Umur : 90 tahun
Pekerjaaan : petani
Jabatan :Pabicara Ketong
Alamat : Dusun II desa Ketong

Nama : Jamaludin Gandali
Umur : 70 tahun
Pekerjaaan : petani
Jabatan :Imam Adat/Simanada Ketong
Alamat : Dusun II desa Ketong

Nama : Lamaria Lantera
Umur : 83 tahun
Pekerjaaan : petani
Jabatan :Maggau Ke 11 Ketong
Alamat : Dusun I desa Ketong

Nama : Sarifullah
Umur : 40 tahun
Pekerjaaan : PNS
Jabatan :Camat Balaesang Tanjung
Alamat : Palu, palupi

Nama : Bahrun Asma P.Djoha
Umur : 40 tahun
Pekerjaaan : petani
Jabatan :kepala Desa Ketong
Alamat : Dusun II desa Ketong

Nama : Subahri, S.Pd
Umur : 40 tahun
Pekerjaaan : PNS
Jabatan : Guru SDN 2 Ketong
Alamat : Dusun I desa Ketong
Nama : Sukardi
Umur : 53tahun
Pekerjaaan : petani/nelayan
Jabatan :-
Alamat : Dusun I desa Ketong

Nama : Marizuki
Umur : 42 tahun
Pekerjaaan : PNS
Jabatan :Guru
Alamat : Dusun I desa Ketong

Nama : Daeng Mataling
Umur : 54 tahun
Pekerjaaan : Petani
Jabatan :-
Alamat : Dusun II desa Ketong

































Lampiran II:
Foto-foto Informan





1. Kantor desa Ketong 3. Masjid An Nur




2. Jamaludin Gandali
Jabatan sebagi Imam adat (Simananda) 4. Aidil Jamaludin
Jabatan sebagai Kadus I



5.Moh. Said Ahmad Lantera
Jabatan Magau tahun 2009-sekarang


6.Lamari Lantara (Maggau ke 11 Ketong)


7. Hi. Intje Iya Tosorang (Pabicara Ketong)


8. Rumah Adat Magau Ketong


9. Sukardi (masyarakat Ketong dusun II)


10. Bahrun Asma (Kades Ketong periode 2007-2013)




11. Camat Balaesang Tanjung (periode 2009-2013)

Perkembangan Suku Bali Di Sulawesi Tengah (Kasus Toili): Mobilitas Masyarakat Bali di kecamatan Toili KOMANG TRIAWATI

Bali merupakan salah satu daerah yang paling banyak di kaji di dunia, para peneliti asing relatif sedikit sekali menaruh perhatian terhadap masa lalu yang menarik dari pulau ini (Clifford Greet:ix dalam buku Henk Schulte Nor Dholt, the speel of power). Tetapi dewasa ini, melihat Bali sebagai surga dunia yang memiliki aneka budaya dan fanorama yang indah, dimasa kelam dijadikan sebagai tempat penjajahan dan masa kini menjadi sebuah wahana yang mengiurkan bagi semua orang yang ingin menginjakkan kakinya di surga dunia tersebut. Sejarah telah membuktikan betapa besarpun kerusakan yang terjadi dimasa lalu akan membawa proses perubahan di masa depan, karena sejarah merupakan sebuah irama bagaimana masyarakat mengungkapkan dirinya seperti apa adanya (Dumot 1957:21) akan nampak bahwa hal yang benar adalah menjadi diri sendiri yang seutuhnya tanpa melihat ada apanya tapi apa adanya, maka kita akan menjadi manusia yang pada dasarnya adalah “makhluk religius” mewajibkan manusia memperlakukan agama sebagai suatu kebenaran yang dipenuhi dan diyakini, Muhaimin (1989:69).
Maka sejarah, kata Robert Darnton (1990:10), merupakan arus masa kini yang tidak berhenti mengalir hanya pada masa lalu. Artinya sejarah mampu membuat jaringan komunikasi baik masa kini yang menghubungkannya dengan masa lalu kelak berguna bagi generasinya. Serta sejarah adalah sebuah aliran yang tak pernah putus yang mendorong segalanya kedepan dan mengubahnya (Henk Schulte Nurdhult:ix). Hal ini menjadi hal yang menarik untuk dikaji lagi lebih dalam lagi mengenai perkembangan suku bali di Sulawesi Tengah (kasus Toili): Mobilitas Masyarakat Bali di Kecamatan Toili . Perkembangan masyarakat Sulawesi Tengah sejak awal tahun 1970 memperlihatkan terjadinya perubahan-perubahan komunitas masyarakat yang sangat mendasar di dalam transformasi sosial pada tingkat ekonomi, politik, budaya masyarakat Sulawesi Tengah (Syakir Mahid,dkk. 2009:1). Masyarakat merupakan sekumpulan individu yang membentuk sistem sosial tertentu dan secara bersama-sama memiliki tujuan bersama yang hendak dicapai, dan hidup dalam satu wilayah tertentu (dengan batas daerah tertentu) serta memiliki pemerintahan untuk mengatur tujuan-tujuan kelompoknya atau individu dalam organisasinya. Dalam masyarakat itu kemudian semakin lama terbentuk suatu struktur yang jelas yaitu terbentuknya kebiasaan-kebiasaan, cara (usage), nilai/norma dan adat istiadat. Struktur sosial yang terbentuk ini kemudian lama kelamaan menyebabkan adanya spesialisasi dalam masyarakat yang mengarah terciptanya status sosial yang berbeda antar individu (I Wayan Suyadnya,-). Perubahan adalah sebuah keniscayaan, perubahan tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia. Tanpa adanya perubahan maka dipastikan bahwa manusia tidak akan bertahan, begitu juga dengan konteksnya dalam masyarakat. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling “bergaul” atau berinteraksi, masyarakat juga merupakan suatu kesatuan manusia yang memiliki atau mempunyai sarana prasarana yang memungkinkan mereka melakukan interaksi. Arti “masyarakat” yang memiliki sarana dan prasarana belum disebut masyarakat (Syakir Mahid, 2009:85). Semua kesatuan manusia yang bergaul atau berinteraksi dapat disebut masyarakat, jika kesatuan tersebut memiliki ikatan lain yang lebih khusus.
Masyarakat yang tidak mau berubah tidak akan mampu menghadapi perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi yang ada mereka akan tertinggal dan terus tertinggal, melihat kepada keberhasilan masyarakat. Perkembangan dan perubahan masyarakat khususnya di Toili sangat cepat, memang itu membutukan waktu yang lama tetapi melalui tahapan-tahapan maka pola sosial yang muncul dapat dilihat dengan jelas menurut perspektif diakronis (memanjang dalam waktu dan melebar dalam ruang). Perkembangan interaksi social juga mempengaruhi suatu hubungan antara individu yang satu dengan individu yang lain dikenala dalam suatu konsep dasar dalam interaksi social yaitu akulturasi, adaptasi, difuisi, asimulasi, inovasi. Dimana dalam interaksi social menurut ilmuan sosiologi disebut sebagai hubungan timbal balik, sehingga interaksi social dapat menimbulkan keberagaman suku bangsa, unsur budaya, struktur masyarakat hal ini yang mempengaruhi perubahan dalam masyarakat baik internen maupun eksteren yang akan memberikan dampak dalam Perkembangan Suku Bali Di Sulawesi Tengah (Kasus Toili): Mobilitas Masyarakat Bali di Kecamatan Toili. Adapun perkembangan yang ada dalam konteks ini dilihat dari system pendidikan yang diatur dalam UUD 1945 dan Pancasila yang bertujuan untuk mengarahkan/meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa dan kualitas sumber daya manusia, mengembangkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap tuhan Yang Maha Esa, berakhlak Mulia, berbudi pekerti luhur memiliki pengetahuan, keahlian dan ketarmpilan, kesehatan jasmani dan rohani, serta kepribadian yang mantap dan mandiri. Masyarakat sebagai mitra pemerintah harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, disesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan tuntunan kebutuhan serta perkembangan pembangunan. Mobilitas mempunyai arti yang bermacam-macam, pertama, mo¬bilitas fisik (mobilitas geografis) yaitu perpindahan tempat tinggal (menetap/sementara) dari suatu tempat ke tempat yang lain. Kedua, mobilitas sosial yaitu suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Sesuai dengan hal tersebut maka perkembangan merupakan perubahan pola pikir dalam berstruktur baik secara internal maupun eksternal, yang intinya mencapai perubahan, atau bertambahnya kemampuan skill dalam diri individu dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya perkembagan emosi, intelektual, tingkah laku, sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1998).
Setelah adanya agama dan perkembangannya ketika masa pemerintahan Gus Dur di zaman era teformasi semua kehidupan bernegara di Indonesia ini mendapat kebebesan, termasuk di dalam kehidupan beragama. Perkembangan agama hindu di Nusantara ini semakin pesat lagi, serta diakuinya berbagai aliran yang bernapaskan hindu seperti Sai Baba, Hare Krisna, dan bentuk-bentuk Sampradaya lainnya. Disamping itu juga agama hindu di Sulawesi Tengah khususnya di Toili sudah sangat berkembang baik ini bisa dilihat dari pembangunan Pura yang ada di sana. Kemudian jika berbicara masalah adat bali, maka kita akan berfokus pada orang sebagai pelaksana adat bali (baca orang hindu bali), dan aturan-aturan yang mengatur tentang adat bali (awing-awing). Arti kata “Bali” itu berasal dari kata “Wali” yang dalam istilah bali diartikan sebagai banten/sesajen atau upacara yang berkaitan dengan persembahan terhadap Hyang Widhi. Jadi kata Bali itu sendiri sesuai arti berafiahnya dapat berarti banten atau dalam istilah hindu disebut Yandya. Banten artinya sesuatu yang berkaitan dengan Tuhan, dimana banten berasal dari kata ban dan ten, ban artinya cara merangkai bahan-bahan seperti janur menjadi sebuah benda yang unik (sajen) dan ten artinya dekat. Jadi banten adalah suatu cara yang dilakukan oleh umat hindu untuk mendekatkan diri dengan Tuhan (Sang Hyang Widhi Wase). (Penjelasan Dosen Agama Hindu, Ketut Suasana saat mata kuliah Pendidikan Agama Hindu, di BT 5 Fakultas Hukum Juma’t, 10 Nopember 2008 pukul 13.00 wita).


Seperti yang tercantum dalam Bhagawangita Bab IX Sloka 26 dijelaskan bahwa:
Patram puspam phalam toyam
Yo me bhaktya prayacchati,
Tad aham bhaktya upahrtam
Asnami prayatatmanah,

Artinya:
Siapun yang dengan sujud bhakti kepada-ku
Mempersembahkan sehelai daun, sekutum bunga
Sebiji buah-buahan, seteguk air, Aku terima
Sebagai bhakti persembahan dari orang yang berhati suci
Berdasarkan sloka 26 unsur persembahan kepada tuhan tidak mengikat, dapat berupa daun, bunga, buah, air dan lain-lain. Asal itu diberikan dengan tulus ikhlas, diterima. Tanpa itupun boleh juga, sebagaimana dinyatakan dalam kitab lain yang intinya persembahan tersebut dengan bhakti yang tulus ikhlas.

Keberadaan Orang Bali di rantau dapat dikatakan sebagai akibat dari kebijakan pemerintah. Kebijakan tersebut memberi peluang kepada penduduk Bali untuk bertransmigrasi. Transmigrasi (dalam istilah Indonesia) dilamatkan kepada sebuah proses perpindahan dari satu tempat yang padat ke tempat yang kurang padat penduduknya. Transmigrasi diselenggarakan dalam rangka kolonisasi pertaniaan. Masyarakat Bali melakukan migrasi dengan tujuan kolonisasi pertanian (Charras, 1997: 1). Dengan demikian, bermigrasinya suatu kelompok masyarakat, termasuk masyarakat Bali dilakukan dengan maksud untuk memperbaiki taraf hidup atau dalam kata lain, dorongan ekonomi. Masyarakat Bali yang bertransmigrasi ke Sulawesi, khususnya di Sulawesi Tengah sebagai tujuan awal mereka, melainkan di daerah Parigi dan sekitarnya, yang untuk pertama kalinya dilaksanakan oleh pemerintah kolonial tahun 1906 (Charras, 1997:100). Kedatangan orang Bali di Toili di sebabkan karena adanya transmigrasi yang dilakukan pemerintah sekitar tahun 1972 tetapi penempatan untuk transmigrasi di daerah Toili itu sekitar tahun 1965/1967 pasca meletusnya gunung agung di Bali. Masyarakat Bali bukan hanya sekedar suatu penjumlahan individu semata-mata, melainkan suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar sesama, sehingga menampilkan suatu realita ataupun kenyataan hidup dengan seutas ciri yang mewarnainya (Berry 2003:5-6). Namun demikian, usaha untuk menjaga dan melestarikan suatu budaya luhur tetap mengalami kesulitan, karena upaya tersebut harus mengikuti alur dan irama tempat, waktu dan keadaan (desa, kala dan patra). Skripsi I Wayan Subagia (2009:-) kemudian dewasa ini menjelaskan bagaimana kehidupan manusia sekarang ini tidak lepas dari hakikat manusia itu sendiri, Bloom (1954:69) menjelaskan bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang dibangun oleh satu kesatuan jiwa dan raga. Pada jiwa manusia terdapat satu kesatuan unsur yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Unsur jiwa ini pada dasarnya merupakan potensi yang siap dikembangkan. Proses pengembangan ini mengandung makna sosial, artinya manusia tidak memandang dirinya sebagai makhluk yang dapat berdiri sendiri, melainkan memerlukan manusia lain. Atas dasar inilah kemudian manusia membentuk komuniti. Pembentukan komuniti inilah pada dasarnya sebgai kebutuhan dasar (basic need) untuk mengembangkan potensi individunya sehingga keseimbangan hidup akan tercapai, baik dunia maupun akherat (widayati Pujiastuti, 1998:-). Mobilitas masyarakat bali di Toili tidak lepas oleh adanya kemauan manusia itu sendiri yang ingin berubah baik itu melalui beberapa tahapan seperti pendidikan, ekonomi, politik dan lain sebagainya, yang pada dasarnya merupakan suatu budaya ynag tumbuh dalam diri pribadi masing-masing orang. Oleh karena itu, sifat manusia menurut Notogoro (1980:90) bersifat monopluralis terdiri atas susunan kodrat yaitu jiwa dan raga. Jiwa memiliki sumber kemampuan yang berupa akal dan kehendak. Raga mempunyai unsur-unsur an organis, vegetatif, animal. Sifat kodratnya sebagai individu dan sosial, demikian pula dalam kedudukan kodratnya sebagai pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan. Antara satu dengan yang lainnya tidak terpisahkan, akan tetapi berada dalam susunan kedua tunggalan terdiri atas dua unsur hakikat yang merupakan satu keutuhan disebut monodualis. widayati Pujiastuti, (1998:44 ).
Maka dengan demikian, akan muncul proses sosial itu mungkin disadari, diduga dan diharapkan. Dengan menggunakan istilah Merton (1968:73) proses ini dapat disebut ”proses kentara” (manifest), proses sosial yang tak disadari, tak diduga dan tak diharapkan. Dengan mengikuti Merton, dapat disebut ”proses laten”. Dalam hal ini perubahan itu sendiri dan hasilnya muncul secara mengagetkan dan tergantung pada penerimaan atau penolakannya. Menduga arahnya, dan mengharapkan dampaknya istilah Merton dan Kendall (1944) disebut ” proses Bumerang”. Piotr Sztompka (2008:18) sehingga memudahkan bagi masyarakat untuk melakukan proses sosial dalam masyarakat, baik itu dalam lingkungan masyarakat, keluarga, dan sekolah. Agar terjalin interaksi yang bagus antara individu yang satu dengan yang lainnya, serta antara kelompok satu dengan kelompok yang lainnya. Dalam dunia modern, banyak negara berupaya untuk meningkatkan mobilitas sosial, dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat mobilitas sosial akan menjadikan setiap individu dalam masyarakat semakin bahagia dan bergairah. Tentunya asumsi ini didasarkan atas adanya kebebasan yang ada pada setiap individu dari latar belakang sosial manapun dalam menentukan kehidupannya. Tidak adanya diskriminasi pekerjaan baik atas dasar sex, ras, etnis dan jabatan, akan mendorong setiap individu memilih pekerjaan yang paling sesuai dengan dirinya. Faktor penentu mobilitas sosial yakni; pertama faktor struktur, yaitu faktor yang menentukan jumlah refatif dari kedudukan tinggi yang harus diisi dan kemudahan untuk memperolehnya. Faktor struktur ini meliputi; struktur pekerjaan, ekonomi ganda (dualistic econom¬ics), dan faktor penunjang dan penghambat mobilitas itu sendiri. Kedua, faktor individu, dalam hal ini termasuk didalamnya adalah perbedaan kemampuan, orientasi sikap terhadap mobilitas, dan faktor kemujuran. http://faridatulistibsaroh-ums.blogspot.com/2009/03/konsep-mobilitas-sosial.html pukul 10.10 senin 25 januari 2010.
Dengan memahami berbagai hal mengenai sejarah maka masyarakat akan mudah memamahi, mengerti bahkan mengetahui kegunaan sejarah itu sendiri. Adapun kegunaan sejarah antara lain sebagai berikut: sejarah sebagai kritik terhadap generalisasi ilmu-ilmu sosial, permasalahan sejarah dapat menjadi permasalahan ilmu-ilmu sosial, dan pendekatan sejarah yang bersifat diakronis menambah dimensi baru pada ilmu-ilmu sosial yang sinkronis Kuntowijoyo, (2005:109) walaupun demikian, kegunaan sejarah sangat banyak bermanfaat bagi kehidupan manusia, hal tersebut menjadi sebuah wadah perkembangan masyarakat Bali di Toili membawa dampak baru serta perubahan yang luar biasa dalam dunia sekarang ini. Mobilitas yang mendasar yang sering dijumpai di Toili mengenai modernisasi “modernisasi adalah transformasi total masyarakat tradisional atau pra-moderen ketipe masyarakat teknologi dan organisasi sosial yang menyerupai kemajuan dunia barat yang ekonominya makmur dan situasi politiknya stabil (Piotr Sztompka, 2008:152) dengan adanya transformasi maka masyarakat akan mengalami peningkatan taraf hidup yang lebih baik. Hal ini menjadikan kita melihat sejarah sebagai suatu fenomena baru dalam dunia modern yang rumit ini menjelaskan kita bagaimana sejarah mampu meransang gairah kehidupan manusia saat ini “tatkala sejarah menyadarkan kita tentang perbedaan-perbedaan, ia sebetulnya telah mengajarkan toleransi dan kebebasaan, ujar Francois Caron, Profesor sejarah di Universitas Sorbonne, Paris Asvi Warman Adam (2007:1) dengan demikian maka perjalanan sejarah dalam kehidupan sosial masyarakat akan mengalami perubahan yang signifikan. Sehingga hal yang penting lagi dilihat dari sejarah sosial ini mengenai perubahan kebudayaan, penyebab dari dalam dan dari luar. Adapun dari dalam dipengaruhi oleh; adanya kejenuhan/ketidak puasaan individu terhadap system nilai yang berlaku dlam masyarakat, adanya individu yang menyimpang dari individu ynag lain, adanya penemuan baru/inovasi yang diterima oleh anggota masyarakat, perubahan komposisi penduduk menyebabkan perubahan kebudayaan. Sedangkan dari luar yaitu faktor alam yakni; bencana alam, peperagan, kontak dengan masyarakat lain yang berbeda budaya. (penjelasan Syakir Mahid, pada saat mata kuliah Antropologi, selasa 29 desember 2009)