SEMANGAT HIDUP

SEMANGAT HIDUP
SIGLE

Jumat, 19 Maret 2010

HUKUM YANG ADA DI KERAJAANN BALI KOMANG TRIAWATI 08

• Hukum/aturan yang berlaku dalam kerajaan tradisonal seperti kerajaan Tabanan dan Klungkung

Kerajaan yang ada di Indonesia sangat banyak kerajaan-kerajaan yang masih menggunakan aturan/hukum tradisional seperti seabad Puputan Badung Perspektif Belanda dan Bali yang menjelaskan mengenai bagaimana aturan yang pernah diberlakukan dalam suatu kerajaan. Kerajaan yang dijadikan contoh adalaha kerajaan Badung di mana Puputan Bandung merupakan sebuah peristiwa sejarah yang sangat penting bagi Bali, namun sejauh ini sumber tentang perang habis-habisan rakyat Badung melawan sardadu colonial Belanda yang terjadi seratus tahun yang lalu (Hek Schulte, dkk.2006:xi) contoh aturan yang telah diberlakuakn oleh staf belanda agar janda-janda raja tidak melakukan mesatia atau upacara pembakaran mayat banyak di tentang oleh raja seperti raja Tabanan, sebagai sebuah cerita aturan atau hukum yang digunakan adalah sesudah raja Tabanan yang terdahulu meninggal pada tanggal 6 maret 1903, putra yang tertua sebagai ahli waris yang sah Gusti Ngurah Rai menggantikan kedudukan ayahnya dengan persetujuan dan pengesahan Gubenur Jenderal lewat akte nama Gusti Ngurah Agung. Upacara pembakaran mayat (Ngaben) raja yang meninggal akan diadakan tanggal 25 Oktober; dan meskipun raja sudah didesak agar mencegah niat janda-janda dari raja untuk ikut serta membakar diri dalam upacara itu (Mesatia), tetapi nyatanya datang berita bahwa mesatia tetap akan diadakan dalam upacara Ngaben.
Hal inilah yang menyebabkan terjadinya konflik karena sikap raja Tabanan berpeluang menimbulkan konflik dengan pemerintah, dimana saat melukan peneyelidikan yang diadakan tahun 1902 ternyata lembaga agama Hindu bali menyetujui penghapusan Masatia, diberitahu kepada raja tanggal 12 Oktober bahwa Mesatia yang akan ditentang keras oleh pemerintah. Untuk itu tanggal 17 nanti kepala biro Urusan Pribumi akan datang ke Tabanan untuk membicarakan lebih jauh masalah ini. Tetapi, karena para janda itu secara sukarela sudah diajukan sebelumnya yakni tanggal 29 september, dan tanggal 2 oktober sudah diberikan izin/pengesahan maka menurut Raja masalah itu tidak dapat ditinjau kembali mengingat bahwa hal tersebut sudah disetuji oleh para janda-janda raja.
Pemerintah tidak sependapat dengan alasan ini, dan masih mencoba mengubah jalan pikiran raja dengan cara mengirimkan dua kapal perang. Raja mengahargai itu, tetapi toh tanggal 25 Oktober mesatia tetap berlangsung. Gubenur Jendaral menyatakan kekecewaan kepada Raja tentang keajaiban itu, dan sehubungan dengan pengangakatannya sebagia pengemudi pemerintahan (raja) dan sehubungan dengan keputusan pemerintah tentang pengangktan sebagai raja melalui akte-akte dan pengesahan yang berhubungan dengan hal itu, maka dengan mempertimbangkan pada peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, dia (Raja) dituntut:
1. Menggadakan perjanjian, juga bagi pengganti-pengantinya untuk menghapus adat mesatia dan tidak lagi mengizinkan janda-janda, juga anggota keluarga lainnya untuk ikut membakar diri mesatia bersama-sama dengan jenazah suaminya.
2. Mengirim utusan, seorang atau lebih, dari keluarga terdekat untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada Gubenur Jenderal, dengan ketentuan bahwa jika dia tidak mampu memenuhi tuntunan ini, kekuasaan Raja akan dicabut dan sepanjang dianggap perlu akan diasingkan dari daerahnya.
Kemaunan pemerintah telah dijawab Raja, meskipun dengan berbagai dalih mencoba untuk tidak mengirimkan seorang utusan. Perjanjian di atas telah disetujui dan disahkan melalui keputusan pemerintah tertanggal 10 Maret 1904 No. 1 yang dituangkan dlam akte pengakuan dan kemudian akan disampaikan kepada raja. Walaupun raja Badung membatah, tetapi dari berbagai pihak diterima laporan yang secara jelas mengatakan bahwa di tengah perselisihannya dengan Tabanan, dia sama dengan Raja Klungkung mendorong Raja Tabanan agar Bangkit menentang Gubernemen Belanda. Dengan ini pemerintah Hindia Belanda yakni bahwa permasalahan di Tabanan tidak akan bisa diselesaikan dengan baik, sepanjang usaha untuk menghapus mesatia tidak ditetapkan di kerajaan-kerajaan lainnya di bali. Hali ini merupakan masalah yang mendesak untuk segera diselesaikan, sebab di Klungkung, jenazah Raja meninggal tanggal 25 Agustus 1903 yang lalu harus di-aben, dan menurut kabar yang santer terdengar, 6 jandanya sudah menyatakan bersedia untuk melakukan mesatia (Henk Schulte, 2007: 2-3)

Alasan kerajaan Tabanan dan Klungkung menolak adanya mesatia karena banyak terjadi persimpangan antara pihak Belanda dan Raja-raja yang sedang berkuasa. Kebanyak raja menolak dengan alasan bahwa hukum mesatia bagi janda-janda dianggap sebagai sebuah tradisi yang tidak lepas dari pengaruh panca sradah yang digunakan sebagai dasar umat hindu bahwa atma manusia akan bersatu dengan tuhan apabila sudah dilakukan upacara ngeben tersebut maka janda-janda dari Raja banyak yang menjadi sukarelawan mendampingi kepergian suaminya. Hukum ini berlaku diseluruh kerajaan bali tetapi banyak raja yang tidak sependapat dengan hal tersebut sehingga walaupun sudah dilakukan perjanjian dengan Lembaga agama Hindu tetap saja masih ada sukarelawan Janda raja yang mesatia. Dengan demikian mesatia merupakan hal yang paling dibenci oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda dengan alasan bahwa hal itu bisa merugikan orang lain, sehingga dibuat suatu aturan oleh pemerintah toh aturan itu masih bisa di langgar juga .

• Analisis Data
a) Aktor/raja
Jika dilihat dari data diatas di mana yang berperan adalah raja Tabanan yaitu alih waris yang sahg adalah Gusti Ngurah Rai yang mengantikan kedudukan ayahnya dengan persetujuan dan pengesahan Gubernur Jenderal lewat akte nama Gusti Ngurah Agung, jika dianalisis data diatas menjelaskan bagaimana raja Tabanan tetap menggunakan hukum mesatia sebagai hukum/aturan yang digunakan oleh sebagaian besar masyarakat karena menurut hkum agama hal itu tidak bisa dilarang karena sudah berada pada ajaran agama yaitu lima keyakinan umat hindu (panca sradah) diantaranya termasuk mesatia merupakan ritual keagamanan yaitu punarbawa.
b) Kondisi
Dengan melihat fenomena yang ada maka Gubernur berinsiatif tetap melakukan perjanjian kepada raja-raja dengan harapan bahwa hal mesatia walaupun tidak bisa dilarang setidaknya dengan kondisi bahwa situasi kerajaan yang tidak memungkinkan lagi untuk tetap menjalankan hukum mesatia, karena banyak terjadi konflik yang disebabkan oleh hal tersebut, kondisi inilah yang membuat terjadi ketegangan antar raja-raja yng melakukan perjanjian dengan belanda



c) Situasi
Situasi yang dihadapi raja-raja Tabanan dan Klungkung yang terus terdesak oleh Gubenur Jendral yang menginginkan penghapusan mesatia tetapi situasi yang membuat raja-raja tidak setuju dengan hal itu. Oleh karena ada pemeberian kapal yang dilakukan oleh Gubernur yangh mengutus salah seorang untuk mengontrol mesatia tetapi tidak bisa, situasi inilah yang membuat raja semakin bersandiwara bahkan melakukan perjanjian setiap tahun yang harus dibuat oleh pemerintah.






















DAFTAR PUSTAKA
Henk Schulte Nordholt,dkk.2007.seabad Puputan Badung perspektif belanda dan Bali. Bali: KITLV Jakarta dan Fakultas sastra universitas Udayana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ai saya ria kuliah di universitas tadulako, saya ingin lebih banyal tahu tentang blog. moga dengan blog ini saya bisa mengawali karir saya dalam kuliah dan juga bermsayarakat