Umat hindu saat ini dalam suasana menyambut perayaan tahun baru Saka 1933, tahun saka pertama kali di ucapkan oleh suku kaniska, saat itulah terjadi perang antara yahpana dan kaniska, daivini terkena tusukan yang dilakukan oleh prajurit kaniska tibalah dia di batu yang ada di dekat sungai. Setelah itu daivini ditemukan oleh kanisva, akibatnya davini terkena fitnah oleh pasukan kaniska. Kaniska menghentikan permusuhan dan lembaran hitam yang terakhir, dan besok yang baru yang disebut tahun Saka pertama, tahun saka adalah tonggak perdamaian bagi anak cucu bangsa kaniska dan Daivini. Minggu, 6 maret 2011 pukul 14:30-15:00 wita pemutaran film tentang tahun saka di TVRI SulTeng. Pelaksanaan hari raya nyepi yakni untuk mewujudkan pengendalian diri, kebersamaan, toleransi, etos kerja serta meningkatkan sradha dan bakhti kita kepad Ida Sang Hyang Widhi Wase. Hari raya nyepi tahun Saka, 1933 tahun 2011 ini jatuh pada hari Sabtu tanggal 5 Maret 2011, sehari setelah Chaitra Amawasya atau Tilem Kasanga, bulan mati (Tilem) pada bulan Chaitra berdasarkan perhitungan Surya Chandra Pramana yakni dengan memadukan perhitungan matahari dan bulan. Pada saat ini kedudukan matahari tepat berada di garis katulistiwa yang mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia, utamanya untuk mensyukuri karunia Ida Sang Hyang Widhi Wase. Makna hari raya nyepi adalah untuk meningkatkan kualitas kehidupan kita secara jasmani maupun rohani yakni menyepikan diri dari aktifitas duniawi.
Pelaksanaan perayaan hari nyepi itu dilaksanakan tiga hari sebelum bulan mati yang disebut dengan Melasti yang jatuh pada tanggal 2 Maret 2011 yakni hari rabu. Melasti, yakni melaksanakan prosesi penyucian diri ke laut atau mata air terdekat dengan menyusung berbagai media pemujaan seperti arca, pratima atau pralinga untuk memperoleh tirta suci, sebagai perwujudan Amritam, air suci kehidupan yang membahagiakan umat manusia. Upacara Malis atau melasti ini di India dikenal dengan nama Nagasamkirtana atau Rathayatra berarti proses mengusung berbagai media pemujaan memuja patirthan atau tempat suci pinggir sungai atau laut yang ramai diikuti umat bagaikan jalannya seekor naga. Prosesi ini berlangsung sejak keberangkatan menuju pura tepatnya jam 14:00 wita tanggal 2 maret 2011 tepatnya hari rabu, menuju tempat suci ketika kembali mengelilingi wilayah desa atau pura atau tempat suci untuk memuja-Nya, sedangkan Rathayatra berarti perjalanan mengusung arca yang ditempatkan pada sebuah kereta yang sangat besar ditarik dan didorong oleh beberapa umat yang mengikuti prosesi itu menuju atau kembali ke dari tempat suci untuk memohon air suci. Sehingga dalam rangkaian Melasti tersebut umat hindu sudah membersihkan diri dari ikatan duniawi. Setelah melasti umat hindu melaksanakan rangkaian acara menyambut nyepi yakni tilem yang jatuh pada tanggal 4 maret 2011 tepatnya hari jumat, di rangkaikan dengan prosesi bhuta Yajna yang bertujuan untuk memwujudkan bhuta hita, yakni hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam lingkungannya. Sebenarnya bhuta yajna yang merupakan bagian dari upacara panca yajna merupakan pula satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Setiap pelaksaaan yajna atau pengorbananan suci senantiasa diikuti dengan yajna-yajna yang lain, namun titik berat pada perayaan nyepi adalah upacara bhuta yajna. Pergantian tahun baru saka 1933 jatuh pada tanggal 21 maret 2011, (Seminar Nasional UPHDM Universitas Tadulako, 2 Maret 2011 pukul 22:00 wita, Hotel Jazz, Pembicara Nasional Made Titib), saat ini kedudukan matahari tepat di atas garis katulistiwa dan umat hindu merayakannya sehari setelah hari Amavasya (Tilem) yang sangat dekat dengan tanggal 21 maret 2011, yakni pada tanggal 5 maret 2011 yang di dahului dengan upacara bhuta yajna pada hari Amavasya, Tilem Chaitra, tepatnya 4 marte 2011. Hari tilem (disamping Purnama) diyakini sebagai hari yang sangat dirahmati oleh Sang Hyang Widhi Wase dan pada kesempatan ini pula umat hindu di Indonesia melangsungkan upacara caru atau Tawur dan berbagai bentuk upacara Bhuta Yajna dalam sesuai padewasaan (ketentuan tentang hari dan tempat suatu upacara dilaksanakan). Mulai saat ini (sehari setelah tilem Chaitra), umat hindu memberi makna terhadap tahun baru saka. Bhuta Yajna yang di maksuda adalah pelaksanaan ogoh-ogoh yakni membersihkan diri dari bhuta kala, bhuta kala yang dimaksud seperti leak bali yang dibuat seperti patung dan di ithari di sekeliling pura untuk menghilangkan sifat sadripu yang ada dalam diri manusia. Acara ogoh-ogoh yang dilaksanakan di pura Agung Jagat Nata Palu Sulawesi Tengah itu tepatnya dari pukul 15:00 wita s/d 17:05 wita di mulai dari pura dengan rangkaian acara sembahyang bersama di pimpin oleh jero mangku setelah itu baru di lakukan pawai ogoh-ogoh dari jalan Jabar Nur menuju yos sudarso kemudian sampailah di tempat acara yakni di cut mutia atau patung talise palu yang di buka langsung oleh Kapolda Sulawesi Tengah, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Tengah (Syuaib Jafar), dan para pemuka agama seperti agama budha, agama hindu, agama islam, agama khatolik, dalam pembukaan tersebut Syuaib Jafar mengemukakan bahwa :
“Perayaan hari raya Nyepi ini akan menjadi program kerja tahunan dinas pariwisata provinsi sebagai rangkaian untuk menyatukan semua keragamaan agama yang ada di Indonesia lebih khusus Kota Palu, serta ogoh-ogoh menjadi sebuah pameran tetap tahunan”.
Setelah di buka oleh Pak Syuaib Jafar keragamanan itu terlihat dengan symbol kebersamaan umat agama seperti Rebana (islam), Naga (budha), ogoh-ogoh (hindu) yang di arak mengelilingi patung kuda sebanyak 3 kali kemudian di arahkan menuju pura, setelah sampai di pura, ogoh-ogoh di bakar agar bhuta kala yang ada dalam diri manusia hilang dan juga di dalam rumah. Bhuta kala tersebut di bakar di depan pura yakni di luar pura. Kemudian umat melaksanakan sembahyang bersama karena saat itu adalah Tilem (bulan mati). Kemudian setelah melaksanakan upacara bersama besoknya umat melaksanakan brata penyepian, perayaan Nyepi, Tahun Baru Saka sesungguhnya merupakan tradisi keagamaan yang mengandung nilai-nilai luhur untuk meningkatkan kualitas sradha (iman) dan bhakti (taqwa) ke pada tuhan yang maha esa. Nyepi bukanlah sekedar kegiatan rutin tahunan untuk menyambut tahun baru Saka, tetapi memiliki makna spiritual yang dalam yaitu sebagai perwujudan yajna, yakni kasih sayang (parama, prema), pengorbanan suci yang tulus dan ikhlas demi berbhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, hal ini dapat di jelaskan pada bhagawagita bab III sloka 9 di jelaskan mengenai yajna yakni:
Yajnartha karmano nyatra
Loko yam karma-bandhanah
Tad-artham karma kaunteya
Mukta –sangah samacara
(Dari tujuan berbuat itu menyebabkan dunia ini terikat oleh hukum karma,Karena itu wahai Arjuna, bekerjalah tanpa pamrih, tanpa kepentingan pribadi, wahai Kuntiputra )
Umat hindu merayakan tahun baru saka tidak dengan pesta pora, melainkan dengan keheningan hati sebagai usaha menemukan sang diri (atma) hanya akan berhasil bila kita melakukan dengan brata. Brata atau janji merupakan pantangan agar mempu mengendalikan diri dari aktivitas duniawi, brata yang di maksud adalah 4 hal yang tidak boleh di lakukan oleh umat hindu yakni Amatigeni atau Patigeni (tidak boleh menyalahkan lampu dan tidak memasak), Amatikarya (tidak boleh bekerja), Amatilalanguan (tidak boleh menikmati hiburan), amati-lalungayan (tidak boleh berpergian kemanapun). Saat hari raya Nyepi ini segala aktifas manusia berhenti secara fisik selama 24 jam serta di rangkaikan dengan puasa selama 24 jam. Nyepi dilakukan dengan Tapa Brata (melakukan puasa) dan manubrata (tidak berbicara selama 24 jam), Nyepi ini adalah mendekatkan diri kepada Sang Hyang Widhi Wasa. Melalui latihan kedisiplian umat hindu mendekatkan diri dengan cara Tapa Brata serta intropeksi diri terhadap perbuatan di masa lalu serta di masa mendatang. Nyepi dilakukan dengan suasana hening hanya untuk memuja dan merenungkan keagungan-Nya. Keheningan yang dimaksud adalah mampu mengendalikan panca indriya kita, guna mencapai keseimbangan jiwa. Pada Sabtu tanggal 5 maret pukul 04:00 wita umat hindu puasa dan monobrata (tidak bicara), selama sehari dari pukul 06.00 wita – 06.00 wita keesokan harinya tepatnya minggu 6 maret 2011. Dalam penyepian tersebut dilakukan berbagai persiapan diri yakni sembayang, membaca kitab suci dan kidung-kidung rohani dari pagi sampai pagi hari. Tapi umat hindu wajib melakukan trisandya (tiga kali sembayang) pukul 06.00 Wita, 12.00 Wita, dan 18.00 wita. Penyepian ini dilakukan selama 24 jam tanpa melakukan aktifitas apapun hanya menyebut nama Ida Sang Hyang Widhi dengan melakukan pemujaan Om Namah Siwa Yah sebanyak 108 dan gayatri Mantra sebanyak 11 kali, hal inilah yang mampu mendekatkan diri dengan Sang Hyang Widhi Wasa. Nyepi adalah hari toleransi khususnya toleransi umat beragama yang di wujudkan dengan Sradha atau keimanan atau keyakinan antara sesama umat manusia hari Nyepi juga merupakan sebagai hari untuk membersihkan diri dari kotoran, pikiran dan perbuatan yakni Tri kaya parisudha adalah tiga perbuatan yang harus disucikan, sehingga dengan adanya hari raya Nyepi ini segala perbuatan, perkataan, pikiran kita intropeksi selama setahun penuh dan menyambut tahun baru dengan pikiran, perkataan dan perbuatan yang lebih baik lagi. Oleh Karena itu, pelaksanaan hari raya nyepi yakni untuk mewujudkan pengendalian diri, kebersamaan, toleransi, etos kerja serta meningkatkan sradha dan bakhti kita kepad Ida Sang Hyang Widhi Wase Demikian makna rangkaian hari raya baru nyepi, puasa di buka pada esok harinya pada hari minggu, 6 Maret 2011 pada pukul 06:00 wita.
Yojokodi Minggu, 6 Maret 2011
KOMANG TRIAWATI
Penulis adalah Ketua Divisi Administrasi dan Keuangan
Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah Se-Indonesia (IKAHIMSI) periode 2011-2013
Pengurus Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah (HIMSA) periode 2009
Sabtu, 14 Januari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ai saya ria kuliah di universitas tadulako, saya ingin lebih banyal tahu tentang blog. moga dengan blog ini saya bisa mengawali karir saya dalam kuliah dan juga bermsayarakat