Oleh: Komang Triawati
Sungguh ironis di kota besar seperti di Palu yang di jadikan sebagai Ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah, setiap pagi ketika matahari belum terbit, seorang ina-ina yang kesehariannya mencari botol bekas masih kita temukan di kota besar seperti ini. Demi menghidup keluarga, Timah (45) setengah paruh baya harus mengeliling sebuah perumahan tepatnya di Kelurahan Besusu Timur. Timah terpaksa mencari botol bekas untuk di jual demi kelangsungan hidupnya.
Di Perdos Besusu Timur, Palu, sak dan besi yang digunakan sebagai alat utama untuk mencari botol baik itu dijalan maupun di sampah. Walaupun upah yang ia dapat tidak seberapa ketika di jual hasil botol bekas yang ia kumpulkan. Ina-ina yang sangat tegar dan kuat ini sudah mengeluti pekerjaannya sejak 30 tahun yang lalu ketika beliua berumur 15 tahun. Karena kondisi keluarga yang tak mampu memenuhi kebutuhan pengasapan di dapur.
Demi perjuangan yang ingin di capainya ia selalu mendatangi setiap rumah yang ada tempat sampahnya untuk mencari, dan bahkan tak jarang Timah di berikan tumpukan kertas yang sudah tidak di pakai oleh masyarakat setempat untuk menambah penghasilan perharinya, meskipun harus mengeluarkan keringat dan tenaga agar bisa bertahan di ibu kota “kata Timah. Setiap pagi buta ina-ina banyak berkeliar di tempat sampah dan bahkan mereka tak jarang hanya pulang dengan tangan kosong.
Menjadi ina-ina telah menjadi pilihan hidup, bahkan tak jarang dari mereka yang bermodalkan sak di punggung dan besi di tangan sebagai alat bantu untuk mencari botol bekas jika ada di tempat sampah atau tempat pembuangan yang mereka temukan, kata Timah
Timah merupakan sosok perempuan yang tak mengenal lelah, pagi, siang, bahkan malam ia selalu bekerja untuk bisa menyekolahkan anaknya yang masih duduk di bangku SMP. Bahkan ia tak kenal lelah untuk terus berjalan setapak demi setapak melewati jalan yang dilaluinya dengan menggunakan sepatu bot yang sudah robek. Pekerjaan ini adalah denyut jantung dan sebagai topangan hidup bagi keluarganya, walaupun usianya sudah separuh baya.
Timah mengaku setiap harinya ia mendapat penghasilan sekitar Rp 20.000 sampai 30.000 jika sak yang ia bawah penuh karena perkilonya mencapai Rp 4.000. Dengan penghasilan yang pas-pasan ini Timah mampu memanajemenkan uangnya, tak lupa tiap penghasilannya ia sisipkan Rp 5.000 untuk menabung, dan bisa digunakan saat sedang kepepet/mendesak agar tidak meminjam lagi dengan tetangga, Katanya.
Hidup itu penuh perjuangan kalimat itu yang selalu terdengar ketika saya SMP, hal itu ternyata menjadi kenyataan saat saya melihat langsung ina-ina yang hanya bermodalkan 2 alat tadi yakni Sak sebagai tempat mengumpul botol dan besi sebagai alat mencari botol aqua bekas.
Keterbatasan hidup
Ina-ina muncul sebagai penopah hidup hal ini karena otonomi daerah yang tidak berjalan dengan lancar serta terjadi ketimpangan pembangunan yang ada di kota tersebut. Sehingga mereka yang tidak mempunyai kreatifitas dan kemampuan yang terbatas hanya bisa menggunakan tenaganya untuk membantu kebutuhan sehari-hari.
Hal itu dipilih karena penghasilannya bisa di hitung tiap harinya serta memang tak ada pilihan bagi mereka. Timah mengaku hal ini halal ketimbang kita jadi “pengemis” dijalan yang harus meminta-minta, itu malah pekerjaan yang mudah tapi banyak hujatan karena tangan dan kaki masih bisa digunakan, kita sebagai manusia harus mampu memanfaatkan keterbatasn yang ada. Jangan keterbatasan itu menjadi alasan, ketika kita mampu melakukan apa yang bisa kita lakukan kerjakanlah. Kata bijak itu yang menjadi pedoman hidupnya, sungguh terkagum jika kita sebagai manusia yang memiliki kesempurnaan yang ada jika kita tidak gunakan dengan sebaik-baiknya.
Pekerjaan sebagai ina-ina sudah menjadi rutinitasnya setiap hari, hal ini menjadi sebuah tantangan baru baginya. Karena ia tidak mau hidup begini terus, berkat usaha dan upaya yang ia jalani selama hidupnya dengan menabung setiap hari ia bisa membeli “sak baru” untuk ia gunakan bekerja. Jika kita hanya berpaku tangan kepada orang lain, hal itu tidak akan menghasilkan apapun, tapi jika kita bekerja dengan segala upaya yang telah dilakukan akan dirasakan hasilnya, kata Timah.
Ketimpangan itulah yang membawa perempuan ini menyelusuri jalan untuk mendapatkan botol aqua bekas baik dari botol aqua besar, sedang, kecil bahkan aqua gelas yang penting masih bisa “dijual”. Semoga masyarakat disekitar terketuk hatinya untuk membantu sanak saudara kita yang masih merasakan hidup yang berliku seperti diatas agar kisah ini tidak terulang bagi generasi masa depan berikutnya, semoga mereka mendapatkan ketrampilan yang memadai dari intansi pemerintah agar dapat digunakan untuk bertahan hidup, karena keterbatasannya yang mereka miliki.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ai saya ria kuliah di universitas tadulako, saya ingin lebih banyal tahu tentang blog. moga dengan blog ini saya bisa mengawali karir saya dalam kuliah dan juga bermsayarakat